13. Pelukan Hangat

74.6K 4.7K 72
                                    

Brakk!!

Rea yang sedang mengerjakan pekerjaannya dikagetkan dengan suara meja yang di gebrak keras. Tapi, itu adalah meja miliknya, dimana sekarang Mbak Cindy sedang menatapnya dengan wajah emosi.

"Kenapa, Mbak?" Rea bertanya karena dia tidak tahu apa salahnya, dia hanya berusaha untuk tenang saja.

"Lo itu keterlaluan ya, mau nyingkirin gue dari kator ini, kan. Apa sih salah gue sama lo, Rea?" tanya Cindy dengan bentakan.

Rea tidak paham, dia mengerutkan keningnya bingung. Siapa juga yang mau menyingkirkan Mbak Cindy dari kantor ini.

"Enggak, saya tidak punya niatan seperti itu, kok," ujar Rea tenang, padahal di dalam hatinya sudah ketar-ketir.

"Ini buktinya, lo sengaja kan buat rekap penggunaan dana lebih besar daripada yang ada di kwintansi biar manajer ngiranya gue mau korupsi," ujar Cindy dengan wajah berapi-api.

Rea mengerutkan keningnya, tadi siang memang dia yang mengerjakan rekap itu karena Mbak Cindy banyak sekali pekerjaannya, jadi dia hanya berusaha membantu saja. Tapi, mungkin karena pembicaraan antara dia dan Pak Kelvin ketika di ruang meeting saat istirahat tadi masih membekas di pikiran Rea dan menyebabkan Rea tidak teliti dalam membuat rekapannya.

"Maafin saya, Mbak, jujur saya kurang teliti tadi mengerjaknnya. Saya benar-benar minta maaf, tapi jujur saya tidak bermaksud untuk membuat Mbak Rea di tuduh mau korupsi," ujar Rea dengan raut wajah bersalah.

"AH! OMONG KOSONG!!" Tiba-tiba, Cindy melemparkan berkas-berkas itu ke wajahnya, membuat Rea kaget.

Rea melirik ke arah Mas Dito yang hanya diam saja dia diperlakukan seperti itu, sedangkan Mbak Lia memang sedang ada urusan di luar sore ini.

"Apa dunia pekerjaan memang sekeras ini?" tanya Rea dalam hati.

"Gilak ya, anak baru tapi songongnya minta ampun. Kalau gak suka sama gue ya bilang aja langsung, gak usah main belakang kayak gitu. Dipikir enak apa, diomelin manajer dan di tuduh mau korupsi, sampai di ancam kalau mau di laporin polisi karena bocah tengil satu," gumam Mbak Cindy yang sudah duduk di kursinya kembali.

Rea merasakan hatinya sakit, dia kan tidak berniat sampai seperti itu. Rea bukanlah perempuan yang kuat, tapi dia adalah perempuan lemah dan mudah perasa. Bahkan sekarang saja Rea rasanya ingin menangis karena sikap Mbak Cindy tadi. Tapi dia tahan-tahan, karena tidak mungkin dia langsung berlari keluar dari ruangan ini.

Ternyata semua perbuatan baik kita tidak semua akan berbalik baik pula. Apa yang harus Rea lakukan sekarang? Dia sudah meminta maaf kepada Mbak Cindy tapi nyatanya malah tidak di maafkan. Bahkan sampai sekarang Mbak Cindy masih mengerutu tentang dirinya.

"Udah lah, Cin, gak usah di perpanjang lagi."

Rea tersentak tatkala Mas Dito berbicara dan dia merasa dibela.

"Ya gak bisa gitu lah, Dit, lo tahu gimana campur aduknya perasaan gue pas di dalam ruangan tadi, gak? Gue udah jelasin kalau yang ngerjain ini itu si Rea pas di tuduh tadi, tapi tu manajer gak percaya karena ini adalah tugas gue sebenarnya. Lihat aja tar tu anak satu," ujar Mbak Cindy sembari menatap tajam ke arah Rea.

Apakah sekarang Rea memiliki musuh? Rea mengenggam mouse-nya dengan kencang, menghalau agar airmatanya tidak tumpah. Kenapa dia harus menjadi orang perasa seperti ini? Tidak berani melawan saat ada orang lain yang menindasnya.

Bukankah Mbak Cindy sudah keterlaluan kepadanya barusan? Walaupun memang Rea akui jika yang dialami Mbak Cindy juga parah, sampai di tuduh mau korupsi seperti ini.

"Gue sekarang dalam pengawasan manajer, Dit. Kalau misalnya gue ngelakuin kesalahan kayak tadi bakalan langsung di pecat. Lo tahu sendiri kan kalau gue harus membiayai 2 adik gue sekolah, kalau gue gak kerja siapa yang bakal biayai mereka." Kali ini Mbak Cindy berkata dengan suara lirih.

Rea berpikir, apa dia harus meminta bantuan Pak Kelvin untuk menangani semua ini? Tapi bagaimana jika semua ini justru malah semakin runyam nantinya? Rea masih berpikir sampai tidak sadar sekarang sudah jam pulang kerja.

"Urusan kita belum selesai ya anak songong. Lihat aja apa yang bakal gue lakuin buat bales semua perbuatan lo," ancam Mbak Cindy ketika melewati mejanya.

Rea diam tertunduk, bahkan sekarang dia seolah-olah tidak berniat untuk membereskan barang-barangnya dan pulang.

"Duluan Re," sapa Mas Dito yang dibales anggukan oleh Rea.

Disinilah Rea sekarang, di dalam ruangan sendirian. Tiba-tiba saja air mata itu luruh tanpa dia minta, padahal dia sudah bersusah payah untuk menahannya.

"Sebenarnya kesalahanku sampai separah itu, kah? Apa hidupku harus selalu seperti ini?" tanya Rea pada dirinya sendiri.

Rea sekarang lebih memilih untuk duduk di lantai depan mejanya, kursi dia geser sedikit ke belakang. Rea hanya tidak mau jika ada orang yang melihat dia menangis sekarang.

Rasanya memang lebih lega jika menangis, hati Rea yang tadi benar-benar sakit karena perkataan pedas Mbak Cindy membuatnya sekarang agak lebih baik.

"Aku takut, kalau Mbak Cindy benar-benar akan melakukan hal yang buruk kepadaku bagaimana," gumam Rea dalam tangisannya.

Rea lebih memilih untuk menenggelamkan kepalanya dalam kedua lututnya sendirian, dia duduk di lantai sembari memeluk kedua lututnya. Tubuhnya bergetar karena tangisannya yang semakin menjadi.

Sejak Rea TK, dia memang selalu di bully bahkan sampai dia SMK. Rea tidak pernah tahu dia salah apa, yang dia tahu kalau dia hanya pendiam. Tapi, apakah itu bisa menjadi alasan untuk mereka membullynya?

Bahkan karena semua itu membuat Rea menjadi semakin pendiam dan mudah terbawa suasana atau perasa, ini juga alasan dia takut bersosialisasi. Karena sewaktu dia masih sekolah saja, kehadirannya memang tidak pernah diharapkan mungkin oleh teman-temannya.

Saat Rea terbelenggu dalam kesedihannya sekarang, tiba-tiba saja dia merasa ada yang memeluk tubuhnya. Rea awalnya kaget, dia hampir melepaskan pelukan itu paksa. Tapi saat dia mengetahui siapa orang yang memeluknya membuat dia mengurungkan niat.

"Saya kira kamu hilang kemana, di telpon gak di angkat, saya chat juga gak di bales. Kamu tenang ya, ada saya di samping kamu sekarang," ujar Kelvin tanpa berniat untuk melepaskan pelukan itu.

Kelvin sengaja tidak bertanya ada apa, karena yang sekarang Rea butuhkan bukan pertanyaan seperti itu, melainkan rasa nyaman yang membuatnya bisa lebih tenang.

Entah bagaimana tapi Rea merasa nyaman, perasaanya bahkan jauh lebih baik sekarang. Kehadiran Pak Kelvin disini memang benar-benar dia butuhkan.

"Maksih Mas," ujar Rea saat pelukan itu sudah terlepas.

Kelvin hanya mengangguk dan kini dia sedang menghapus jejak air mata Rea dengan tangannya sendiri. Dia memang tidak tahu kenapa Rea bisa sampai menangis seperti sekarang ini.  Apakah karena pembicaraan mereka tadi siang di ruang meeting atau bagaimana.

"Mau pulang sekarang?" tanyanya yang di balas anggukan oleh Rea.

Saat mereka hendak berdiri, tiba-tiba terdengar suara pintu di buka. Tadi memang saat Kelvin masuk ke dalam ruangan ini pintunya dia tutup.

Mendengar suara itu membuat Rea melotot, bagaimana sekarang? Jangan sampai orang yang masuk itu melihat mereka berdua sekarang. Apa yang akan dipikirkan orang itu nantinya.

"Rea, saya harus bagaimana?" tanya Kelvin panik.

Apakah hubungan mereka akan segera terungkap secepat ini? Siapa kah kira-kira yang masuk ke dalam ruangan itu?

My Boss Is My Secret Husband [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang