Rea berusaha membangunkan suaminya, karena tertidur tidak nyaman. Kelvin sedari tadi bergumam dan bergerak gelisah.
"Mas Kelvin, bangun," ujar Rea sembari menepuk pelan pipi suaminya.
Kelvin terbangun, tatapannya begitu kosong. Dia tidak berbicara apapun lagi dan hanya menatap langit-langit kamar.
"Mas gak papa?" Satu pertanyaan lolos dari mulut Rea, membuat Kelvin menatap ke arahnya.
Kelvin bahkan langsung bangkit dari tidurnya dan memeluk Rea dengan sangat erat. Untung saja Rea tidak terjatuh ke belakang karena tidak siap dengan pelukan suaminya yang tiba-tiba ini.
"Mas Kelvin kenapa?" Rea mengelus punggung suaminya lembut.
Kelvin sedari tadi tidak berbicara dan hanya memeluknya. Membuat Rea menjadi bingung sendiri dengan sikap suaminya ini.
Karena tak kunjung berbicara, Rea terpaksa melepaskan pelukannya secara paksa. Dia menatap wajah suaminya, dari matanya Rea melihat seperti berkaca-kaca. Apa yang sebenarnya suaminya itu mimpikan?
"Mas kenapa? Ada apa?" Rea masih melontarkan pertanyaan.
"Rea, berjanjilah kepadaku untuk terus bahagia. Berjanjilah untuk tidak menutupi apapun dariku, baik itu kesenangan maupun kesedihan sekalipun."
Rea mengerutkan keningnya bingung, entah kenapa Kelvin tiba-tiba berkata aneh kepadanya.
"Iya, aku janji, Mas. Semuanya yang aku rasakan akan aku beri tahu Mas Kelvin." Rea berharap, perkatanya ini dapat melegakan suaminya.
"Bagus, memang harus seperti itu," ujar Kelvin dengan suara bergetar.
Rea melihat, ada satu tetes air mata yang jatuh di sana. Hati Rea benar-benar gelisah sekarang, dia ingin bertanya lebih jauh, namun sepertinya situasi tidak mendukung.
"Mas tenangin diri lagi dan tidur lagi, ya. Masih jam 2 pagi sekarang." Rea tersenyum manis sembari mengelus lengan suaminya, berusaha menenangkan.
Kelvin berusaha tersenyum tipis, walaupun perasaanya tidak karuan sekarang. Ini pasti karena tadi orang tuanya datang dan membahasnya lagi, membuat dia sampai terbawa mimpi. Ya, mimpi yang sangat menyakitkan untukknya pasti. Karena Ara adalah, luka yang paling dalam dan rasa bersalah paling luar biasa untuknya.
"Yuk tidur lagi." Rea membantu suaminya merebahkan tubuhnya kembali ke kasur.
Rea menatap suaminya dengan senyuman, berharap dapat lebih menenangkan lagi. Sekaligus dapat membuat suaminya kembali tertidur dengan nyenyak.
***
Pagi ini, Kelvin sudah berangkat bekerja. Walaupun sejak bangun tidur tadi wajahnya tampak sedih. Sedangkan sekarang, Rea lebih memilih untuk menonton televisi di ruang tengah. Tatapannya begitu kosong, seolah televisi hanyalah peralihan dari pikirannya. Bisa dikatakan, Rea tidak benar-benar menonton televisi tersebut, karena dirinya lebih fokus memikirkan hal lain.
"Mbak Rea, ini Bibi bikinkan teh hangat." Bi Lastri datang dan menaruh teh itu di meja.
"Terima kasih banyak, Bi."
Bi Lastri hanya membalasnya dengan anggukan saja.
"Bi Lastri, bisa duduk sebentar." Rea mencegah saat Bu Lastri hendak pergi dari hadapannya.
"Bagaimana, Mbak?" Bi Lastri pun tetap ikut mendudukkan dirinya di sofa samping Rea.
Rea bingung, apakah dia harus menanyakan hal ini atau tidak. Tetapi, dia sangat penasaran, namun juga takut tidak mendapatkan jawaban apapun.
"Em ... Bibi tahu Ara siapa?" Rea agak ragu-ragu sebenarnya untuk menanyakan hal ini.
Rea memang semalam mendengar suaminya mengigau nama Ara berulang kali ketika tidur tidak nyaman. Dia tidak mungkin bertanya kan semalam, karena situasinya tidak baik. Dalam hati, Rea berharap Bi Lastri tahu siapa itu Ara. Tetapi, kenapa Rea malah melihat Bi Lastri kaget dengan pertanyaan barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boss Is My Secret Husband [END]
عاطفيةDi kantor manggilnya Pak Di rumah manggilnya Sayang *** Nasip buruk sepertinya menimpa Realine atau yang sering di sapa Rea. Dia yang sedang training kerja di salah satu kantor besar di Jogja harus mendapati bos yang super jail kepadanya dan selalu...