Rea mengepalkan tangannya kuat-kuat sembari menatap ke arah suaminya. Dia ingin mendengar jawaban dari suaminya atas semua itu.
"Rea, tidak usah kekanak-kanakan seperti itu. Sudah saya katakan, jika saya sibuk satu minggu itu. Kamu tahu, berkat perjuangan saya di sana, saya berhasil menjalin kerja sama dengan perusahaan di Singapura yang menguntungkan bagi perusahaan kita." Kelvin berusaha menjelaskan kepada istrinya itu.
"Oh, jadi pekerjaan memang lebih penting daripada saya begitu." Rea paham sekarang, dia tidaklah penting bagi Kelvin.
Kelvin yang mendengarnya langsung memijit pelipisnya sendiri. Harus bagaimana lagi dia menjelaskan kepada istrinya?
"Perusahaan yang saya pegang bukanlah perusahaan kecil. Banyak orang yang mencari nafkah untuk keluarga mereka di sana. Jika perusahaan semakin maju, maka dapat memakmurkan para karyawan di sana. Tidak hanya kita yang diuntungkan bukan, para karyawan juga untung." Kelvin menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, dia harus ekstra sabar untuk menjelaskan.
"Lalu kamu pikir, bagaimana jika perusahaan kita menurun dan tidak maju? Akibatnya pasti dengan terpaksa harus ada pengurangan karyawan. Apa kamu tega melihat orang-orang kehilangan mata pencahariannya? Melihat mereka tidak dapat memberikan nafkah untuk keluarga mereka?"
Rea terdiam, dia memikirkan semua yang dikatakan oleh suaminya. Apakah di sini dia yang egois? Dia yang terlalu menuntut Kelvin untuk terus menghubunginya padahal Kelvin waktu itu sedang berjuang untuk banyak orang?
"Perusahaan itu di bangun dengan susah payah oleh kedua orang tua saya. Bahkan mereka mulai merintisnya saat saya belum lahir. Sekarang setelah perusahaan itu di pasrahkan kepada saya untuk saya urus. Itu artinya saya memiliki tanggung jawab yang sangat besar untuk terus memajukan dan mempertahankan kejayaannya, Rea."
"Suatu perusahaan maju butuh usaha ekstra, butuh pemikiran keras pula. Tidak bisa langsung maju begitu saja dan pemimpinnya leha-leha. Ini bukan berarti saya lebih mementingkan pekerjaan atau uang. Tetapi memang ada banyak karyawan yang harus saya beri gaji setiap bulannya. Menjadi pimpinan di sebuah perusahaan bukan perkara mudah, Rea."
"Saya berjuang satu Minggu di Singapura dengan ekstra. Bukan berarti saya melupakan kamu. Bahkan di tengah-tengah kesibukan saya, saya masih berusaha menghubungi kamu walau tengah malam sekalipun. Untuk soal masalah kamu di kantor, saya benar-benar tidak tahu, Rea."
"Saya lebih memilih untuk menghubungi Dea dan tidak menghubungi kamu bukan apa-apa. Tapi, saya memang menahan untuk tidak menghubungi kamu dulu agar saya bisa fokus untuk memperjuangkan semuanya. Karena setiap saya menghubungi kamu, rasa rindu itu langsung membuncah. Saya rasanya tidak mau fokus bekerja dan ingin selalu menelpon kamu terus sepanjang hari."
Rea seperti tertampar dengan perkataan suaminya sendiri. Seolah di sini semua berbalik arah, Kelvin yang benar dan dia yang salah. Rea tiba-tiba teringat Ayahnya, yang berjuang keras saat bekerja. Itu berarti, Kelvin juga melakukan hal yang sama. Padahal Ayahnya hanya memiliki perusahaan kecil, tidak sebesar milik Kelvin.
"Untuk sekarang kamu tenang saja, saya sudah membongkar hubungan kita di kantor. Mereka semua sudah tahu jika kamu istri saya. Jadi, saya rasa tidak akan yang berani lagi melukai kamu ketika nanti kamu berangkat ke kantor lagi." Kelvin mengakhiri perkatanya itu.
Rea masih bungkam, tidak ada satu katapun yang terlontar dari mulutnya untuk menjawab perkataan suaminya.
"Mas keluar sekarang, saya ingin sendiri." Rea akhirnya berbicara lagi dengan lemah.
Kelvin menghela nafas, mungkin dia harus memberikan istrinya itu waktu untuk berpikir. Kelvin dengan pelan keluar dari kamar, setelah itu Rea pun menutup pintu kamar pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boss Is My Secret Husband [END]
RomantizmDi kantor manggilnya Pak Di rumah manggilnya Sayang *** Nasip buruk sepertinya menimpa Realine atau yang sering di sapa Rea. Dia yang sedang training kerja di salah satu kantor besar di Jogja harus mendapati bos yang super jail kepadanya dan selalu...