5. Kenangan yang Terungkap

22 5 0
                                    

Kamar dengan ukuran 6 x 7 meter itu sudah berganti nuansa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamar dengan ukuran 6 x 7 meter itu sudah berganti nuansa. Selama 3 bulan lamanya kamar tersebut tak berpenghuni, namun Bi Mirna masih tetap membersihkannya dengan harap kamar ini tak lagi sepi. Harapan Bi Mirna terwujud, tapi kali ini keadaannya tak seperti yang ia inginkan. Kamar tersebut memang berpenghuni, tapi masih tetap terasa sepi seperti 3 bulan lalu.

Adinda Putri Pratama, seolah tak lagi mengenal siapa dirinya. Hari-harinya hanya ia habiskan sekedar memenuhi kewajiban layaknya orang hidup. Ia tidur, bangun, makan, mandi, diam dan melamun. Semua tak lagi menarik. Naasnya masih dengan nasib malang yang sama seperti pertama kali ia menginjakan kaki di rumah saat kembali dari rumah sakit. Ia masih saja bisa pingsan ketika kepalanya dipenuhi dengan ingatan kenangan kejadian tragis itu. Telinganya masih bising dengan suara suara panggilan tak berwujud. Pipinya masih saja basah karena tangisan setiap hari. Begitulah ia hidup, layaknya terpenjara di istana penuh kutukan.

Satu satunya barang berharga yang selalu ia kenakan adalah kalung liontin mawar Almarhumah Mama nya dengan sebuah bola kasti yang mengingatkan momen dulu yang penuh kenangan. Bola kasti itu masih Tetap setia menemani tanpa melukai seperti awal pertemuan mereka. Gelar yatim piatu yang ia dapat bukanlah sebuah kebanggan. 1 tahun lamanya ia masih menjadi Adinda yang sangat rapuh, adinda yang mencoba untuk mati berjuta kali, adinda yang tidak punya harapan, dan adinda yang masih tak bisa bersuara.

Malam ini mendukung suasana kelam hatinya, tidak terlihat satu bintang pun, bahkan tak ada cahaya rembulan sama sekali. Suasana sunyi dan sepi. Ia menatap asa keluar jendela, sampai terlihat sosok bayangan dirinya pada kaca jendela tersebut. Keadaannya kacau
Rambut panjang lurus sepinggang yang selalu ia gerai, mata panda yang tak kunjung hilang, kulitnya yang putih tapi tak secerah dulu,dan bibir yang masih kaku karena tak bisa bicara.

Dalam kesunyian ini menggenggam sebuah bola kasti, berharap kejadian yang sama terulang lagi. Matanya terpejam perlahan mengingat saat dahinya terluka karena pecahan kaca jendela di Bandung lalu. Disusul dengan ingatan saat Mama dan Papanya berekspresi khawatir, dalam pejaman matanyabia merasakan pelukan hangat kedua orang terkasih itu, bibirnya mulai menampakan segaris senyum manis saat imajinasinya membawa ia pada suasana gelak tawa dan canda, dipenuhi dengan alur ingatan saat ia menghabiskan masa-masa liburannya, sampai krmbali pada titik kehancuran hidupnya dimulai.
Dadanya sesak, nafasnya tidak teratur, keringat dingin mulai bercucuran. Matanya terbelalak seketika..

Hanya terdengar suara hembusan nafas kepanikan..
Kembali ia menangis sampai akhirnya tertidur di kursi dengan kepala tersandar pada sebuah meja menghadap jendela kamar.

Suasana sunyi semakin menyelimutinya, dalam alam bawah sadar kembali ia bermimpi pada semua imajinasi yang ia rasakan saat matanya terpejam. Masih pada alur kenangan yang sama, masih akan selalu sama saat tubuhnya merespon kejadian naas itu. Satu-satunya hal yang berbeda adalah ketika ia mulai mengingat saat terakhir di dalam mobil ketika Papa Mama nya mulai memberikan nasihat dan bercerita tentang masa pacaran mereka dulu. Kenangan selama 1 tahun terakhir yang tak pernah ia ingat, kini ia merasakan dalam alur mimpinya
'kami sayang padamu Adindaa' suara itu tak lagi terdengar seram dan mencekik, hanya tuturan halus penuh cinta kasih yang ia rasakan.

Adinda | Jeno Jaemin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang