8. Bahagia?

17 2 0
                                    

Tik..tok..tik...tok..tik..
Suara jarum jam yang terus bergerak. Malam ini Dinda susah tidur, untuk pertama kalinya ia takut terlelap lagi, takut akan bertemu dengan si misterius untuk membicarakan hari esok. Ya, Bandung menjadi tempat yang memiliki kenangan pahit bagi Dinda.

'apa aku harus kesana?sekalipun aku tidak pernah sanggup pergi kesana, bahkan selama tiga tahun ini tak pernah ku berziarah ke makam Papa dan Mama' Hatinya terus gelisah, ia bergumam dengan dirinya sendiri.

Ia terus berganti posisi tidur agar merasa nyaman, terlentang, menyamping kanan, menyamping kiri, duduk, tengkurap, kaki di atas bantal,

'ahhhhh,,,percuma sajaa!! Aku ngga mau tiduuur'

Padahal jam terus bergerak, mengingatkan telah banyak waktu yang ia gunakan untuk sekedar berperang dengan pikirannya sendiri. Ia mengambil obat tidur yang ada di dalam laci meja dekat tempat tidurnya, lekas ia meminum sebutir obat itu agar ia bisa terlelap

"Ahhh,, semoga ini berhasil" ucapnya setelah meneguk segelas air.

Kembali ia duduk menghadap jendela, melihat malam hari yang terang karena sinar bulan saat itu sangat indah. Segaris senyuman terlihat pada wajahnya,

"Yaa, semuanya akan baik-baik saja" ucapnya seakan menenangkan diri sendiri.

10 menit kemudian, ia tertidur dengan posisi duduk dan kepala bersandar pada sebuah meja menghadap jendela.

*****

Tok..tok..took...
"Neng sudah bangun belum? Bibi udah buatin sarapan dari tadi"

Suara itu tak kunjung membuatnya ia tersadar.

"Kumaha ieu Kang? Apa neng Dinda belum bangun?" tanya Bi Mirna pada Mang Agus

"Iyaa yaa, padahal udah jam 9 pagi. Biasanya Neng Dinda ngga pernah telat bangun"

"Aduuuh, gimana atuuuh. Saya teh meni khawatir pisan, takut neng Dinda kenapa-kenapa" ucap Mirna dengan raut wajah cemas

Toook...took..tokkk..drrrr..drrrrr..
Mang Agus mengetuk dan menggedor pintu dengan keras, berharap Dinda akan merespon..

"hmmmmhhhhh" gumam Dinda masih belum sadar

"Neng ngga kenapa napa? Kalo udah banguun ayo sarapan, Bibi khawatir banget neeeng" tanya Bi Mirna dari balik pintu kamar

Perlahan mata Dinda mulai terbuka, ia merasa tidurnya masih kurang, tapi suara bising yang disebabkan oleh kedua orang itu terus memaksanya untuk bangun

"Iaaa Bi,, Dinda baru banguuuuun" ucapnya dengan suara serak khas bangun tidur

"Syukurlah Neng Dinda ngga kenapa napa. Kalo gitu Bibi tunggu dibawah ya neeeng"

"Iya Biiiii" jawabnya masih setengah ngantuk. Ia mendengar langkah kaki mereka berdua perlahan menjauh dari pintu

Dinda berusaha membuka matanya, dan seketika terbelalak ketika melihat jam menunjukan 9 pagi

"Ohhhh tidaaaak!! Apa yang aku lakukan? Kenapa ini sudah jam 9? Apa aku mimpi? Sshhh aawwhhh" jeritnya saat ia mencubit tangannya sendiri

"ini bukan mimpi!! Tapii kenapa aku ngga mimpi? Kenapa si misterius ngga muncul??" Ia terduduk dengan rambut masih kusut, mencoba berpikir dengan keras apa yang membuatnya tertidur sangat lelap hingga ia tak bertemu dengan si misterius

"Apa gara gara aku telat tidur jadi dia marah? Ahhhh ngga mungkin, ngga mungkiiin!!" ucapnya panik sambil memukul kepalanya sendiri agar berhenti berpikiran negatif

"Ahhhhh gawaaaat!! Aku ngga tau hari ini harus ngapaiiiiin"

Dengan perasaan cemas ia bergegas menuruni tangga menuju dapur untuk meminun segelas air.

Adinda | Jeno Jaemin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang