11. Penantian

15 3 0
                                    

Pria dengan suara mirip si misterius benar-benar menghilang dari pandangan matanya. Dinda kembali ke toko perhiasan untuk berpamitan pulang. Sesampainya ia disana,

"Maaf ya mba, tadi aku pergi gitu aja" tuturnya dengan nada sopan seolah tidak enak dengan perlakuannya tadi

"Iya ngga papa, tapi kenapa? Apa terjadi sesuatu?"

"Ohh ngga,, ngaa, aku pikir aku mengenal seseorang, jadi aku pergi untuk memastikannya. Tapi ternyata aku kehilangannya"

"Oh benarkah?"

"Iyaaa, tapi sudahlah mba, mungkin saja aku salah. Aku pamit sekarang ya mba, sekali lagi makasih banyak untuk hadiahnya, langsung aku pakai yaaa,,hmmmm,, tuuuuhhh,, cantik kaaaaaaaaan?" ucap Dinda sambil menunjukan gelang yang ia pakai di pergelangan tangan kirinya.

Setelah berpamitan, ia pun pergi keluar dari toko tersebut. Sesampainya di mobil,

"Maaaaaang, kita langsung pulang yaaaa" tutur Dinda saat ia menutup pintu mobil.

"Siaaaaap neeeeeeeng,,"

30 menit kemudian mereka sampai di rumah. Dinda langsung mandi dan bersiap untuk sholat maghrib, isya, dan bertadarus bersama seperti rutinitas biasanya bersama Bi Mirna dan Mang Agus. Sejak pukul 8 mereka gunakan untuk menonton tv, bercerita, bercengkrama, bahkan melakukan candaan satu sama lain. Ia melihat ke arah jam dinding emas berukuran besar untuk memastikan waktu. Tepat pukul 8:45 WIB ia bergegas menuju kamar, mencuci wajah, menggosok gigi , dan berwudhu. Setelah selesai ia mengeringkan wajah, tangan, dan kakinya ia bergegas menaiki ranjangnya untuk segera tidur. Jantungnya terus berdegup kencang, seolah ia tengah bersiap berkencan menemui seseorang yang sangat ia nantikan.

Perlahan tubuhnya berbaring, pandangannya ke arah atap penuh dengan pertanyaan
"Kini semua telah seperti semula, gelang yang sudah ku pakai kembali, kecemasan yang perkahan memudar, dan aku akan tidur tepat waktu. Apakah malam ini kau akan datang?" ucapnya bicara sendiri seolah bertanya pada si misterius. Dengan segaris senyum, matanya perlahan tertutup, kesadarannya perlahan menghilang, dan tepat pukul 9 malam ia tertidur pulas.

**Di alam mimpi Dinda**
Ia berada di suatu tempat dengan latar dan suasana yang tak asing baginya, ia mencoba melihat sekeliling dan mencoba mengingat dimana ia berada,
'Ahhh, ini perkebunan teh yang tak jauh dari vila keluargaku di Bandung. Kenapa aku disini? Harusnya aku bertemu dengannya di taman belakang vila seperti biasa' langkahnya semakin cepat, pandangannya seolah sibuk mencari keberadaan seseorang.
'Apakah kamu disini? halloooooooooo' teriaknya seolah memanggil seseorang. Langkahnya menuntunnya pada kedai jagung bakar dulu yang pernah ia beli saat hari terakhir liburan bersama kedua orang tuanya.
'Ah kedai ini!!! Tapi tidak ada siapapun disini' ia terus berjalan seolah mecari petunjuk untuk menemukan si misterius di sekitar kedai tersebut. Tapi ia tak menemukan apapun. Langkahnya kemudian bergerak untuk menuju taman belakang vila yang tepat 15 meter berada arah jalan tersebut.
'halooooooooo? Apa kamu mendengarku? Apa kamu ada disini?' teriak Dinda mencari seseorang yang ia harapkan kedatangannya. Langkahnya terus mondar mandir, pandangannya terus fokus melihat sekeliling taman, sampai akhirnya ia terduduk di kursi biasa ia duduki dengan Oma nya dulu.
Pandangannya putus asa, kedua tangannya dikepalkan bersamaan, pandangannya tertunduk ke bawah, ia ingin menangis saat itu juga
'Apa kamu semarah ini padaku? Apa benar kamu sangat marah sampai tak pernah menemuiku lagi?' ucapnya dengan suara mulai serak karena isak tangis
'Alu minta maaf untuk malam itu karena aku telah mengingkari pertemuan kita. Malam itu aku sangat kacau. Kau tau? Tempat yang ku anggap sangat menyesakan jika aku kunjungi kembali? Ya, Bandung!' suaranya kembali semakin serak karena isak tangis
'hiiiksshhh,,hhmm,, malam itu aku sangat memberanikan diri untuk kembali memutuskan apakah aku akan berkunjung kesana atau tidak. Ku pikir dengan tidak menemuimu mungkin aku takan pernah tau rencanaku hari esok saat itu. Aku salah, bukan ini maksud dari perkataanku, buka seperti iniiiiiiiiiiihh.. aku menyesal karena sempat berpikiran tak ingin menemuimu..aku menyesal, benar-benar menyesal' tangisnya mulai pecah, isak nya semakin mendalam

Adinda | Jeno Jaemin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang