TUJUH

992 129 14
                                    

Jevan hari itu pulang ke rumah sebelum pergi ke kantornya. Ia bertemu dengan sang mama yang saat itu sedang asik ngeteh dengan membaca majalah. Beliau melihat ke arah Jevan lalu menegurnya.

"Gak pulang lagi semalem?" Jevan menghentikan langkahnya. "Ckck... Kekeh gak mau cerai, tapi cekcok mulu tiap hari. Aneh kamu!"

"Ma, Jevan capek loh ini!" keluh Jevan. Agar sang mama berhenti, yang berhasil mendapat dengusan halus oleh sang mama.

"Tidur dimana kamu?"

"Apartment!" sang mama mengangguk kecil aja. "Jevan masuk dulu!"

Setelah itu Jevan pergi ke kamarnya bersama Karina. Di sana Jevan melihat istrinya terus gelisah. Ia terkejut mendengar pintu di buka. Melihat Jevan pulang, Karina terlihat lega. Wanita itu segera menghampiri Jevan lalu memeluknya.

"Sayang!" ucapnya di sela tangisnya. Jevan heran, apa Karina kembali di sindir oleh mamanya maka dari itu Karina menangis.

"Kenapa sayang, mama nyindir kanu lagi?" Karina menggeleng.

"Enggak. Aku cuma ngerasa bersalah aja sama kamu. Aku tau kamu capek ngurusin kantor. Aku malah nuduh yang enggak enggak ke kamu!" Jevan meringis mendengar penuturan Karina barusan.

Dia baru aja pulang dari tempat Lia. Saat ia sadar mereka berdua sama-sama tanpa busana. Meski Jevan tak ingat dengan apa yang ia lakukan pada Lia. Dia tidak bodoh dengan tidak mengetahui apa yang terjadi setelah ia melihat kondisi mereka saat bangun tadi. Jevan menghela napas pelan, merasa bersalah sama Karina.

"Udah ya, jangan nangis lagi. Kan aku udah pulang." ujar Jevan. Karina mengangguk paham. "Aku pulang karena mau ambil baju. Aku harus ke kantor lagi sekarang!"

Karina menatap Jevan, keningnya berkerut. "Kamu ganti baju ya?"

Jevan melihat baju yang ia kenakan. "Iya. Ya udah aku siap-siap dulu ya!" ucap Jevan berusaha mengalihkan obrolan supaya Karina tidak curiga.

Karina tak terlalu menghiraukan, toh kadang Jevan memang suka berganti pakaian jika ia tak pulang. Toh baju-baju yang Jevan kenakan adalah baju-baju Jevan. Karina ingat betul itu. Jadi dia tak menaruh curiga sedikit pun.

"Kamu mau makan gak Je?" tanya Karina saat Jevan sibuk merapikan bajunya di depan cermin.

"Enggak deh!"

"Loh emang kamu udah makan?" Jevan menghentikan kegiatannya.

"Udah tadi, aku makan roti!" sahut Jevan berbohong. "Kamu belum makan?" Karina menggeleng.

"Nanti aku makan kok, sini aku pakein dasinya." Karina mengambil alih dasi yang Jevan pegang.

"Maaf ya aku gak bisa nemenin kamu makan." ucap Jevan setelah Karina selesai memakaikan dasi padanya.

"Iya gak apa-apa. Semoga masalah kantor bisa terselesaikan ya!"

Jevan mengangguk. Lalu mencium kening Karina sebelum akhirnya berpamitan untuk pergi lagi ke kantor. Masih banyak sekali masalah kantor yang harus dia tangani. Seperti itulah Jevan sekarang. Belajar menangani semuanya. Sedangkan papanya cuma memantau aja.

Sekitar setengah jam perjalanan, Jevan akhirnya sampai di kantornya. Di sana ia melihat Jevi sudah sibuk dengan berkas-berkas terkait perusahaannya. Jevi ini sudah seperti tangan kanan Jevan, orang kepercayaan Jevan. Jika bisa dibilang jika Jevan adalah CEO maka Jevi adalah wakilnya. Seperti itulah gambaran keduanya dalam dunia kerja.

"Gimana Jev, apakah ada masalah baru?" tanya Jevan menghampiri Jevi di mejanya setelah menyuruh sang sekertaris mencari sebuah berkas yang ia butuhkan.

WEDDING AGREEMENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang