TIGA PULUH SATU

1.2K 138 24
                                    

Jevan termenung di ruang kerjanya. Pikirannya menerawang memikirkan perkataan Karin kemarin saat wanita itu kembali dari luar. Hingga tanpa sadar ia mengingat kebiasaan Haris yang tiba-tiba tak bisa ikut berkumpul atau bahkan memutuskan untuk pulang lebih cepat. Apakah mungkin dia bertemu dengan Lia? Begitulah isi kepala Jevan saat ini.

Hingga kehadiran seseorang berhasil membuatnya tersadar. Orang itu adalah Orang yang berhasil membuat isi kepala Jevan penuh. Haris masuk dengan sebuah berkas di tangannya. Ia mengambil tempat duduk tepat di depan temannya itu.

"Pagi-pagi udah bengong aja!" tegur Haris. Jevan tak menyahut.

"Masuk ketuk pintu dulu!"

"Udah seribu kali, tapi lo gak nyautin!" ketusnya sedikit berlebihan.

"Lebay!" Haris tertawa kecil. Tangannya sibuk memainkan pulpen yang dia pegang.

"Ada yang lo pikirin?"

"Hm..." Jevan memberikan kembali map yang Haris bawa.

"Lo ketemu Karin kemarin?" Haris terdiam. Ia sepertinya paham kenapa Jevan melamun saat ini.

"Itu cuma kebetulan!" ujarnya menanggapi. Berharap Jevan tidak berpikiran aneh akan hal itu.

"Termasuk bersama Lia?" pertanyaan Jevan barusan berhasil membuat Haris mengangkat kepalanya dan kembali menatap ke arah Jevan dengan serius. Lelaki itu teringat sesuatu. Aturan dia tau Karin akan membocorkan hal ini pada Jevan, jadi dia bisa menghindar sebelumnya.

"Hm... Termasuk itu!"

"Kalo gue ikutin kemauan lo soal Karin, apa lo janji gak akan sakiti Lia?" Jevan mencoba menelisik jauh ke dalam mata Haris. Lelaki itu hanya terdiam, sebelum akhirnya tersenyum kecil.

Haris pun balik menatap ke arah Jevan. Ekspresi wajahnya berubah tidak seperti saat ia masuki ruangan tadi. "Gue tau lo gak sejahat itu, Ris!"

"Itu tergantung sikap lo, Van!" sahut Haris kemudian.

"Dari awal lo yang mulai semuanya. Termasuk dengan Karin dan gue udah mengalah soal itu. Sekarang lo pegang apa yang lo pilih, maka semua akan baik baik aja!"

Jevan terdiam. Dulu dia tahu sahabatnya menyukai Karin. Bahkan keduanya sangat dekat seakan memiliki hubungan. Namun dia tetap memaksa untuk mendekat. Kecewa atas sikap Sekar yang mengkhianatinya, membuat Jevan memilih untuk mendekati Karin dan berhubungan dengannya. Salah satu jalan dimana ia bisa melupakan mantannya itu dan akhirnya mulai nyaman dengan kehadiran sosok Karin tanpa perduli lagi dengan perasaan orang lain.

Hal ini lah yang membuat Haris akhirnya mundur dan mengalah. Terlebih Karin mengatakan bahwa dia mulai suka pada Jevan saat itu. Dia tak ingin persahabatannya pecah dan juga ia tak ingin jauh dari wanita yang sangat dicintainya itu. Meski pada akhirnya, keduanya masih bermain main di belakang tanpa sepengetahuan Jevan. Haris tau itu salah dan sudah saatnya ia benar-benar melepaskan Karin agar dia bahagia. Tentunya dia juga tak ingin membuat Jevan kecewa.

"Gue pergi dulu. Ingat apa yang gue omongin!" ujar Haris sekali lagi sebelum akhirnya pergi meninggalkan Jevan seorang diri.

Jevan menghela napas berat. Tangannya menarik sebuah bingkai yang di biarkan tergeletak di laci. Bingkai foto itu menampilkan foto seorang wanita yang sedang tersenyum bersama kedua bayinya. Lelaki itu benar-benar frustasi sekarang. Bagaimana ia merindukan seorang wanita yang seharusnya tidak ia lakukan. Bagaimana ia mulai membohongi dirinya sendiri soal perasaannya. Meski begitu ia sulit melepaskan Karin yang selama ini sudah berjuang untuknya. Entah mengapa dia tak ingin kehilangan keduanya. Namun Jevan tau hal itu mustahil baginya.

Di tempat lain, Lia menatap seorang baby sister yang sedang menjaga seorang bayi laki-laki. Mereka tampak sedang bermain di taman rumah mewah itu. Lia dapat melihatnya dari sela-sela rongga pagar. Meski samar, Lia tau siapa bayi itu. Tanpa sadar air matanya menetes. Jelas ia sangat merindukannya. Melihatnya makan dengan lahap. Membuatnya ingin sekali menggantikan peran sang baby sister.

WEDDING AGREEMENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang