DUA PULUH DUA

1.1K 146 28
                                    

Malam itu Karina pergi menemui teman-temannya. Dia sudah mengirimi Jevan pesan untuk meminta ijin. Sedari tadi lelaki yang berstatus sebagai suaminya itu terlalu sibuk dengan istri keduanya. Membuat Karin sedikit kesal dan akhirnya memutuskan pergi begitu saja tanpa berpamitan secara langsung.

Lokasi pertemuan Karin dengan Yasmin dan Giselle, itu tak lain di apartment Yasmin. Keduanya merupakan sahabat karibnya semasa SMA dan juga kuliah. Bukan hanya ada mereka berdua yang datang ke party untuk merayakan kehamilan Karin, saat itu ada Haris juga selaku kembaran Yasmin. Javi tanpa sosok Winona, Yoshi, Felix dan juga beberapa teman lainnya. Meraka merayakan sebuah party kecil-kecilan saat itu.

Meja penuh makanan seperti beberapa macam Pizza, Kentang goreng, spaghetti, steak, serta cemilan-cemilan lainnya dan tak lupa minuman beralkohol. Karin tentu tak boleh meminum minuman seperti itu.  Dia hanya minum jus jeruk yang ternyata sudah disediakan oleh Yasmin dan Giselle.

"Serius ternyata sudah sebesar ini ya!" celetuk Yasmin menatap perut buncit sahabat seperjuangannya selama SMA dan kuliah dulu.

Bahkan gadis bermata kucing itu selama ini tak menyadari dengan perubahan fisik Karin. Padahal mereka kerap kali bertemu. Giselle yang duduk di samping kiri Karin pun mengangguk pelan menanggapi pernyataan Yasmin. Pasalnya dia pun sama tak menyadari hal itu. Aneh sekali bukan.

"Serius lo gak ngalamin hal apapun? mual gitu contohnya atau ngidam?" tanya Giselle penasaran. Karin berfikir sejenak lalu menggeleng pelan. Dia merasa dia baik-baik aja selama ini, tanpa merasa mual setiap saat apalagi ngidam. Dia benar-benar merasa normal-normal saja. Makanya ia tak sadar sejak awal.

"Gak ada, gue cuma ngerasa ada yang aneh sama badan gue tapi gue ga mual. Bawaannya ngantuk mulu." ujar Karin menceritakan apa yang selama ini ia rasakan.

"Om Doni mau ngadain syukuran?" tanya Yasmin setelah itu. Dia mendengar kabar itu dari lingkungan kantornya. Gadis itu bekerja di perusahaan milik Jevan.

"Iya. Katanya biar aku bisa melahirkan anak ku dan Jevan dengan selamat!" Karin tersenyum sumringah sambil mengelus perutnya. Memang benar adanya syukuran itu diadakan untuk mendoakan calon sang bayi dan juga Karina. Hanya saja yang tak Karina ceritakan, bukan hanya akan ada syukuran dirinya dan calon bayinya nanti.

Seseorang di sudut ruangan yang lain tersenyum masam mendengar pernyataan itu. Rasanya ia masih belum merelakan sosok yang ia sukai sejak dulu itu menjadi istri sahabatnya sendiri. Haris meneguk kembali minuman beralkohol yang sedari tadi ia pegang.

"Laki-laki atau perempuan?" tanya Giselle penasaran. Namun pertanyaan itu sukses membuat raut wajah Karin berubah membuat Giselle bingung sendiri.

"Ga tau. Gue selalu nolak buat tau jenis kelamin anak gue. Biar jadi kejutan aja!" sahutnya sebelum meneguk jus jeruk yang ada di meja. Jelas gelagat Karin terlihat aneh.

Party kecil-kecilan itu berjalan dengan meriah. Semalaman suntuk itu mereka habiskan bersama. Entah apa aja yang sudah terjadi, Karin benar-benar lupa. Pagi itu ia terbangun tanpa busana bersama Haris di sebelahnya. Ia menghela napas pelan, menyesalkan kenapa ini tetap saja terulang.

Perlahan wanita itu beranjak dari tempat tidurnya. Membenahi diri di kamar mandi sebelum pergi tanpa pamit tentunya. Karin tak ingin membangunkan Haris. Helaan napas pelan sukses keluar dari mulut Karin, menatap sosok Haris sebentar sebelum akhirnya menghilang di balik pintu kamar. Ia bertekad untuk melupakan kejadian semalam.

Pagi di rumah Jevan kembali normal seperti biasanya. Lia kembali sibuk di dapur meski beberapa orang melarangnya beraktifitas. Wanita itu mengernyit heran. Ada apa dengan beberapa orang di rumah Jevan, kenapa mereka seakan khawatir padanya. Padahal Lia merasa dirinya baik-baik saja.

WEDDING AGREEMENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang