DUA PULUH

1K 142 42
                                    

Esok harinya, kehebohan itu nyata. Karina berteriak histeris di dalam kamar mandi setelah berdiam diri tanpa melakukan apapun di dalamnya selama sepuluh menit lamanya. Jelas hal itu membuat beberapa orang datang, Lia, Jevan, Rianti, dan juga Doni. Mereka semua saling menatap sebelum Jevan pada akhirnya mengetuk pintu kamar mandi.

"Karin, Karina kamu kenapa?" ujar Jevan sedikit panik. Tak ada sautan dari dalam.

Jevan sudah ingin ambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu kamar mandi Karina, sebelum akhirnya pintu tersebut terbuka bersamaan suara engsel pintu yang berbunyi. Karina menampakan dirinya dalam kondisi menangis dan tubuh bergetar. Membuat orang-orang yang sedari tadi bertanya kenapa, semakin bingung di buatnya.

"Kamu kenapa Karin? Ada apa? Kenapa kamu nangis?" tanya Jevan bertubi-tubi.

Karina mengatur emosinya. Ia terdiam untuk beberapa saat. "Kita... kit.. kita berhasil Je!" cicitnya pelan, membuat semua alis yang ada di ruangan itu menekuk.

Bingung? Tentu saja. Apa yang berhasil? Apa Karina baru saja mendapatkan hadiah 100 miliar? Oh itu mustahil. Mana mungkin juga hal itu terjadi. Hingga tiba-tiba Karina menjulurkan segala bentuk tes pack yang sudah ia beli. Ia semuanya.

Karina di dalam kamar mandi lama itu karena sedang menggunakan semua alat itu satu persatu agar ia percaya dengan hasilnya. Lalu kemudian, muncul garis dua berwarna merah di setiap tes pack tersebut. Hal ini menandakan Karina sedang hamil sekarang.

"Karin, apa ini maksudnya?" tanya Jevan masih bingung. Dia menatap setiap tes pack yang ada di tangannya, lalu secara bergantian menatap ke arah Karina yang kini mulai terisak sambil mengangguk pelan. "Kamu gak bohong, ini beneran?" tanya Jevan sekali lagi.

Karina kembali mengangguk. Ya, dia tak pernah bohong akan kehamilannya. Tak ada gunanya melakukan itu, ini benar-benar penantian panjang antara dirinya dan juga Jevan. Doni, Rianti, dan juga Lia saling menatap satu sama lain di ambang pintu kamar Karina.

"Alhamdulillah ya Allah. Pa, Karin hamil. Karin hamil!" pekik Jevan dengan keras, seakan ia ingin semua orang yang ada di sana tau apa yang terjadi pada Karina. Lelaki itu memeluk sang istri dengan erat, sedangkan Karina masih saja menangis saking terharunya.

Lain dengan Jevan dan Karina yang bahagia, Lia sempat termenung di tempatnya sebelum akhirnya dia mendengar suara bayi menangis. Wanita itu menoleh ke arah Rianti sejenak, sebelum akhirnya memberi kode bahwa dia harus segera mengurus buah hatinya.

"Ri, kakak ke kamar dulu. Juan dan Julia nangis!" bisik Lia. Rianti mengangguk kecil, setelah itu Lia baru pergi.

Rianti lihat ayahnya Doni memberi selamat pada Karina. Mau tak mau dia juga melakukan hal yang sama. Bukannya tak suka mendengar kabar baik ini. Tapi entah kenapa feelingnya terasa berbeda. Padahal saat Lia hamil saja dia senang sekali.

"Selamat ya kak?" ujar Rianti yang lalu di peluk Karina.

"Makasih, Ri!"

"Kemana Lia?" tanya Doni saat melihat Lia sudah tidak ada.

"Kak Lia barusan..."

"Apa Lia gak suka ya pa, tahu Karina hamil sampai-sampai dia pergi pun tanpa memberikan selamat!" serobot Karina tiba-tiba.

Bahkan sebelum Rianti menyelesaikan kata-katanya. Jelas saja Rianti emosi. Jelas-jelas dia tahu alasan Lia pergi karena Juan dan Julia menangis, bukan karena iri. Bisa-bisanya Karina berpikiran seperti itu. Lagi pula, untuk apa Lia tak suka dengan kabar ini. Toh Lia sudah memiliki dua buah hati.

"Kak, jangan..."

"Ri, coba susulin Lia gih takut ada apa-apa!" ujar Doni berusaha menahan Rianti agar tak emosi.

WEDDING AGREEMENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang