DUA PULUH EMPAT

910 152 38
                                    

Setelah acara tasyakuran itu, keluarga Jevan terlihat baik-baik saja. Juan dan Julia tumbuh dan di sayangi oleh keluarga besar Jevan, Lia yang makin sibuk dengan bisnis kulinernya hingga Winona dan Rianti membuatkan logo tersendiri untuk bisnis tersebut. Karina yang usia kandungannya sudah menginjak 9 bulan.

Semua tampak baik-baik saja sebelum akhirnya bom waktu pun tiba. Sebuah kejadian yang entah bagaimana awalnya membuat semuanya kacau. Lia panik melihat darah yang mengalir di kaki Karin setelah wanita itu terjatuh. Lalu Karin menjerit histeris dan terus menyalahkan Lia dengan apa yang sudah terjadi.

"Mbak..." Lia berusaha mendekat untuk membantu Karin. Namun bukannya menurut, Karin malah berteriak dan menuduhnya terus menerus.

"Pergi kamu. Dasar Licik, ini yang kamu mau kan. Kau mau aku keguguran?!" Lia menggeleng keras atas tuduhan yang Karin layangkan barusan.

"Mbak... Saya..."

"Karin?" Jevan datang dengan cepat dan panik melihat kondisi Karin sekarang.

Wajah wanita itu pucat, darah terus mengalir. Karin terus meracau kesakitan sembari berkata bahwa Lia telah mendorongnya. Jevan yang mendengar itu tentu saja tak terima. Lelaki itu menatap nyalang ke arah Lia. Bahkan ia tak mendengarkan penjelasan dari Lia saat itu.

"Pergi kamu, udah cukup keluarga ku baik sama kamu!"

"Mas tapi saya...."

"Aku bener-bener gak nyangka Lia kamu akan melakukan sejauh ini hanya karena kamu gak mau cerai sama aku?!"

Lia menggeleng dengan cepat. Wanita itu ikut menangis sekarang. Jevan salah besar, Lia bahkan tak ada sedikit pun berniat buruk sama Karin. Namun agaknya menjelaskan pun percuma. Jevan benar-benar terlihat marah saat ini, jelas lelaki itu tak akan berpihak pada Lia. Mengingat Lia pun tak ada bukti atau ia tak memiliki saksi bahwa dirinya tidak salah.

"Pergi, dan jangan pernah kembali lagi!"

Lia mundur perlahan. Kegaduhan itu berhasil membuat semua orang datang. Jevan buru-buru menggendong Karina dan membawanya ke rumah sakit. Kondisi wanita itu benar-benar kritis sekarang. Rianti yang panik bahkan tak memikirkan kondisi Lia, mereka semua seakan lupa bahwa Lia juga tersakiti oleh kejadian ini.

Wanita itu membereskan semua pakaiannya termasuk pakaian Julia. Tangisnya belum juga berhenti ketika baby sister kedua anaknya masuk dan mencegahnya untuk pergi. Namun sepertinya hal itu tak digubris oleh Lia. Dia terus membereskan barang-barangnya hingga seseorang datang.

"Lia!"

Lia menoleh lalu menghambur ke pelukan orang itu. Wanita itu juga ikut menangis akhirnya. Ia paham betul bagaimana sakit hatinya Lia saat ini. Dia saksi mata atas apa yang terjadi pada Lia selama berada di rumah Jevan.

"Mbak, saya titip Juan ya!"

"Kamu mau bawa Julia pergi?" Lia mengangguk membenarkan.

"Saya gak mungkin membiarkan Julia tetap di sini. Selama ini saya tau, bahwa Juan akan menjadi harta berharga mereka."

"Terus kamu mau pergi kemana Lia?"

"Saya juga belum tau mbak, tapi mbak Wino janji kan bakal jagain Juan?" Winona menghela napas pelan. "Saya akan pulang ke desa. Menjemput ibu dan bapak lalu kita akan pergi meninggalkan desa itu."

"Kabarin aku kalau sudah sampai desa. Ingat kalau ada apa-apa telfon aku aja!" Lia mengangguk sebelum akhirnya pergi meninggalkan rumah Jevan bersama Julia.

Juan sendiri dibiarkan tetap tinggal. Sebenarnya berat melepaskan Juan seperti ini, tapi jika dia tidak melakukan itu hal buruk pasti akan terjadi. Lia tak ingin semuanya semakin rumit. Meski rasanya sakit mendengar tangisan Juan yang seakan paham bahwa Lia dan saudari kembarnya pergi, Lia tetap teguh untuk meninggalkan rumah tersebut.

WEDDING AGREEMENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang