EMPAT BELAS

978 139 56
                                    

Jevan pulang dengan wajah kesal saat ia berpapasan dengan mamanya lalu mengabaikannya. Tiffany heran kenapa Jevan terlihat sangat kesal, apalagi Doni yang tak tau menahu kenapa anak sulungnya itu terlihat marah sekali.

"Je!" tegur Doni. Jevan menghentikan langkahnya.

"Kamu itu kenapa sih Je, dateng-dateng wajah udah di tekuk gitu!" tegur Tiffany. Jevan mendengus pelan.

"Mama jangan pura-pura gak tau. Mama kenapa gak ngasih tau kalo Sekar dateng?" tanya Jevan. Tiffany menghela napas pelan, jadi urusan Sekar.

"Sengaja, buat ngasih kejutan ke kamu. Lagian kalian udah lama kan gak ketemu. Pasti Sekar seneng banget bisa ketemu sama kamu." ujar Tiffany antusias.

"Tapi Jevan gak ma, udah berapa kali Jevan bilang. Jevan gak mau berurusan sama Sekar lagi."

"Jevan. Sekar jauh-jauh buat nemuin kamu ke sini. Tolong hargain dia!" bentak sang mama. "Mau ditaruh dimana wajah mama kalo tante Yuri tau kamu memperlakukan Sekar dengan tidak baik."

"Kalo mama minta Jevan buat hargain dia, mama bisa gak hargain Jevan sedikit aja." ujar Jevan. "Ma, Jevan udah besar. Lagian ada Karina, mama bener-bener mau nyakitin dia. Udah cukup ma. Jevan udah nurutin mama soal cucu, cuma nunggu empat bulan lagi. Mama bisa gak, gak bikin Jevan makin pusing!"

Entah sadar atau tidak, Jevan bahkan gak keliatan khawatir saat mengatakan hal itu. Berbeda dengan Tiffany yang udah melotot ke arah Jevan sekarang. Wanita paruh baya itu sesekali melihat ke arah Doni yang sekarang terlihat bingung dengan ucapan Jevan.

"Apa maksud kamu. Mama gak paham!" ucap Tiffany gelagapan.

"Mama gak usah pura-pura gak tau soal Lia. Dia udah ngandung anak aku sekarang. Jadi mama gak berhak ngusik aku lagi atau pun Karina. Tapi mama juga gak boleh ngusik Lia sampai dia melahirkan nanti!" ujar Jevan final sebelum akhirnya pergi meninggalkan orang tuanya.

Tiffany speechless. Ia kemudian tertawa hambar sambil menoleh ke arah Doni yang masih mencerna omangan Jevan barusan. "Hahaha... Jevan kayaknya tertekan sama masalah Karina yang gak bisa hamil pa!" ucapnya.

Doni beranjak dari tempat duduknya. Dia mengambil kunci mobilnya yang ada di atas meja sesegera mungkin. Tak perduli dengan teriakan Tiffany, Doni pergi meninggalkan rumahnya saat itu juga. Dia ingin memastikan sesuatu yang menganjal di hatinya.

Butuh waktu sekitar lebih dari setengah jam, hingga Doni sampai ke tempat tujuan. Lelaki itu memarkirkan mobilnya sebelum akhirnya masuk ke dalam gedung itu. Ia setengah berlari menuju lift yang akan membawanya ke lantai teratas dimana di sana dia akan menemukan jawaban atas apa yang ia pikirkan.

Saat pintu Lift terbuka, Doni segera berlari ke arah pintu satu-satunya di lantai tersebut. Menekan bel, menunggu hingga ada seseorang yang membuka pintu. Perasaannya berkecamuk, entar atas dasar apa.

Hingga akhirnya pintu itu terbuka, menampilkan sosok wanita yang tadi menolongnya. Dia menatap Doni heran, sedangkan Doni cukup terkejut melihat wanita itu yang membukakan pintu untuknya.

"Pak Doni!" tegur wanita yang tengah hamil itu. Wanita yang jauh lebih muda daripada Doni.

"Lia!"

Lia menoleh ke arah kanan dan kirinya sebelum akhirnya kembali memfokuskan diri ke arah Doni. "Bapak darimana tau alamat saya?"

Pertanyaan Lia membuat kaki Doni melemas. Dia menghela napas pelan sebelum berujar. "Boleh saya masuk?"

"Ah... Iya maaf, silahkan!" ucap Lia mempersilahkan tamunya itu masuk.

Samar Doni bisa mendengar tawa dua orang lainnya yang tengah asik mengobrol. Kedua orang itu menoleh ke arah datangnya Lia tanpa tau siapa tamu yang sedang Lia bawa sekarang.

WEDDING AGREEMENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang