TIGA BELAS

889 133 22
                                    

Lia mengeluarkan ATM yang sudah ia buat bersama Winona. Sebenarnya Jevan sudah membuatkan Lia sebuah ATM untuk ia gunakan jika ia memerlukan sesuatu. ATM atas nama Lia. Jevan selalu memberikan uang bulanan Lia melalui ATM itu. Namun wanita itu tak pernah menggunakan uang itu sama sekali.

Ralat, Lia pernah menggunakannya sesekali untuk membeli bahan baku pembuatan kue yang akan dia buat. Selebihnya hasil dari penjualan kue tersebut Lia pisahkan dari uang ATM bulanan dari Jevan. Sengaja, untuk berjaga-jaga kata Lia.

Katanya dia sengaja melakukan itu agar dia tau pemasukan dan pengeluaran serta keuntungan dari penjualan kuenya. Padahal itu hanya alasan Lia agar dia tidak menggunakan uang dari Jevan untuk keperluan bisnis kuenya. Tanpa tau bahwa setiap bulannya, Jevan selalu mengirimi uang pada Lia meski wanita itu tak memintanya.

Mungkin sekarang isi ATM yang diberikan oleh Jevan udah hampir seratus juta atau mungkin lebih. Mengingat Jevan selalu mengirim uang lebih dari Lima juta atau bahkan sepuluh juta. Entahlah, yang jelas Jevan tak pernah mengirimi uang sedikit.

Padahal isi dapur sudah jarang habis mengingat teman-temannya sekarang sungkan buat datang ke apartment semenjak mereka tau ada Lia yang tinggal di situ. Tapi tetap saja Jevan selalu mengirim uang sesuai pengeluaran yang udah dikeluarkan setiap bulan sebelumnya.

"Kamu kenapa sih Li, kan uang dari Jevan itu uang kamu juga?" tanya Winona saat Lia memberikan kartu ATM milik dia sendiri dari hasil penjualan kue.

"Gak enak atuh kak, lagian Lia udah dapet penghasilan dari jualan kue. Untungnya pun lumayan, cukup buat belanja keperluan yang lainnya." sahut Lia sambil melihat lihat lagi barang-barang yang dia beli. Takut ada yang terlewatkan katanya.

"Lah terus uang dari kak Jevan, kakak apain?" tanya Rianti penasaran.

"Di simpen atuh Ri, siapa tau nanti mas Jevan perlu. Itu kan uang mas Jevan. Bisa juga untuk anak-anak nanti."

Rianti melongo. Jevan itu udah lebih dari cukup sebagai orang mampu menghidupi Lia dan kedua anaknya nanti setelah lahir. Bahkan jika dipikir-pikir uang Lia itu hitungan uang bulanan rumahan. Beda dengan uang bulanan Karina yang jelas tidak menghitung uang bulanan rumah. Itu pure uang yang Jevan kasih untuk Karina buat belanja keperluannya.

Tas, baju, make up, pokoknya segala sesuatu yang bukan untuk keperluan rumah. Lah ini dapet uang bulanan malah di tabung, bukannya dihabisin gitu. Kan Rianti jadi gemes. Tapi Rianti tau, Lia ini cukup sederhana orangnya. Gak terlalu neko-neko.

Di ajak belanja ama Rianti dan Winona aja, Lia selalu mengeluh harga bajunya mahal banget. Padahal itu menurut Winona dan Rianti udah cukup. Bahkan termasuk murah kalo hanya satu juta atau mungkin ratusan ribu aja. Lia gak pernah mau belanja banyak. Katanya dia udah ada baju di rumah, masih bisa di pakai.

Lia lebih sering membuat makanan banyak dan dibagikan ke orang-orang gak mampu atau memberi sumbangan ke panti asuhan. Rianti salut banget sama Lia. Beruntung Jevan dapetin Lia. Walau Rianti tau, cukup sulit di posisi Lia sekarang.

"Mas Jevan juga udah baik ngirimin bapak sama ibu uang buat biaya bapak berobat. Syukur alhamdulillah kondisi bapak udah membaik sekarang. Tapi Lia lupa bilang ke mas Jevan, buat jangan kirim uang lagi ke desa. Biar Lia aja, toh bapak udah sehat-sehat aja."

"Dih apa sih kak, itu udah kewajiban kak Jevan. Gak usah nolak rejeki. Mending kakak simpen aja buat pegangan. Lagian kak Jevan mampu kok!" sahut Rianti, merasa gemas sendiri sama sifat gak enakannya Lia itu.

"Bener kata Rianti. Itu hak kamu. Kalo kamu nolak, kamu gak menghargai Jevan namanya."

"Mas Jevan kan gak cuma menghidupi Lia aja, masih ada mbak Karin toh!" sahut Lia. Seketika ia mengingat Karina.

WEDDING AGREEMENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang