DUA PULUH SATU

960 127 37
                                    

Setelah kejadian tempo lalu, Lia tidak pernah meninggalkan Juan dan Julia. Lalu Jevan selalu mengawasi Karina dengan ketat tanpa sepengetahuan wanita itu. Dia takut, semakin sensitif maka Karina akan semakin berani melakukan hal-hal untuk mencelakai kedua anaknya.

"Mereka sudah tidur?" Lia menoleh ke sejalan ia menangkap suara setelah pintu terbuka.

Di ambang pintu, terlihat Jevan menatap ke arahnya. Lia mengangguk pelan. Matanya juga ikut mengawasi kedua buah hatinya. Sedari tadi Lia tidak keluar kamar karena meniduri si kembar yang akhirnya baru bisa tertidur.

Selain itu trauma kejadian tempo hari, benar benar melekat di benak Lia. Membuat wanita itu bahkan enggan meninggalkan kamar anaknya. Alhasil, beberapa kali ia melupakan jam makannya. Kadang Lia hanya mengambil roti selai lalu membawanya ke kamar Juan dan Julia, makan di sana selagi mengawasi keduanya.

Padahal beberapa kali asisten rumah tangganya sudah menawarkan diri untuk menjaga si kembar selagi Lia makan bersama, namun agaknya Lia benar benar tak ingin meninggalkan kamar buah hatinya. Jevan mulai mendekati wanita itu.

"Kenapa gak makan?" tanya Jevan setelah berada di depan Lia.

"Aku tidak bisa meninggalkan anak-anak mas." sahut Lia, menatap kedua buah hatinya yang tertidur pulas.

Jelas sekali wajah khawatir Lia meski tak ada yang perlu dikhawatirkan. Bagaimana jika tak ada dirinya, apa Juan dan Julian akan baik-baik saja? Siapa yang akan menjaga mereka setiap saat? Mereka tidak akan pernah nangis lagi kan setelah Lia meninggalkan mereka?

Pertanyaan-pertanyaan yang entah bagaimana memenuhi kepala Lia hingga sesekali wanita itu merasa pusing. Padahal dia yakin Jevan tidak akan pernah meninggalkan Juan dan Julia. Dia yakin Rianti juga tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kedua ponakannya. Doni pun tak akan membiarkan Juan dan Julia terluka.

Lalu apa yang perlu khawatirkan Lia. Semua pasti akan menyayangi buah hatinya. Dia sangat yakin akan itu. Dia hanya perlu meninggalkan rumah Jevan dengan tenang tanpa membuat keonaran. Lalu apakah Lia bisa menemui kedua buah hatinya setelah pergi? Hal itu yang terus berputar di kepala Lia seiring waktu berlalu.

Lia hampir saja oleng ketika dia beranjak dari tempatnya untuk pergi ke dapur, jika saja Jevan tidak dengan sigap menopang tubuhnya. Faktanya Lia melewatkan jam makan siangnya lagi hari ini. Padahal dia masih menyusui. Dia hanya makan buah dan roti untuk mengganjal perutnya.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Jevan yang kemudian dijawab anggukan kecil oleh Lia.

"Hm... aku tidak apa apa mas."

"Kamu ini kenapa sih? harusnya kamu makan, kamu kan masih menyusui. Aku dengar kamu melewatkan jam makan siang lagi?" ujar Jevan. Lelaki itu tampak begitu khawatir.

"Aku baik-baik saja mas!"

"Baik-baik saja gimana, kamu keliatan lemes banget. Lia gak ada yang perlu kamu khawatirkan, banyak yang akan menjaga Juan dan Julia."

Lia menatap Jevan dengan wajah memanas. Kepalanya terasa ingin pecah sekarang. "Gak ada yang perlu aku khawatirin?"

Jevan terkejut dengan respon Lia. Wanita berhijab yang memiliki sifat lembut itu kini terlihat kesal mendengar ucapan suaminya barusan. Hal yang jarang sekali Lia tunjukan selama ini. Terutama pada sosok Jevan.

"Kalau Juan sama Julia kenapa-kenapa gimana? Kalau mereka jatuh gimana? Ibu akan marah lagi ke aku. Apa bisa kalian jagain Juan dan Julia setiap saat. Gimana kalau aku pergi, apa kalian tetap memperhatikan Juan dan Julia dengan baik? Kamu pikir kejadian kemarin bukan karena keteledoran ku? Juan dan Julia bisa saja terluka selama aku tidak mengawasinya!" ujar Lia menggebu-gebu. Bahkan air matanya sudah mengalir bebas membasahi wajahnya.

WEDDING AGREEMENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang