I saw him laughing from afar

3.3K 504 24
                                    

Kata orang, semakin menghindar, hal yang kita hindari justru semakin terlihat.

Mungkin itulah yang terjadi pada Jian, dua hari ia mencoba menghindari Harraz, justru lelaki tampan itu terus bertemu dengan dirinya di setiap sudut sekolah ini. Sangat aneh, sebelumnya tidak pernah seperti ini, karna Jian yang akan mencari-cari keberadaan Harraz.

Dari koridor kelasnya, Jian bisa melihat bahwa Harraz sedang tertawa-tawa bersama Jingga. Jian hanya bisa mengerucutkan bibirnya, melihat interaksi sepasang kekasih yang sangat fenomenal itu.

"Udah kali, diliatin mulu gak bakalan putus." Jendra datang dengan sekotak susu titipan Jian.

Jian tertawa mendengarnya, "Parah kamu Jen, omongan tuh do'a."

"Ya bagus, kalo putus lo berkesempatan jadi pacarnya."

Baru saja hendak menjawab, Wella datang dengan tampang polosnya. "Pacar siapa?"

"Gak gak gak." Jawab Jendra lalu berlalu masuk ke kelasnya.

Kini tempat Jendra tadi ditempati oleh Wella. Gadis itu melihat pemandangan yang sedari tadi Jian perhatikan. "Jadi bener ya, lo naksir Harraz?"

Syok. Jian otomatis menoleh.

"Kenapa, kok panik gitu?" Tanya gadis itu lagi, tangannya memegang sandaran kursi yang sedang Jian duduki, mengunci pergerakkan lelaki itu. "Mau gue kasih tau gak, caranya jadi pelakor." Bisiknya.

Jian bangkit, otomatis membuat Wella mundur, "Astagfirullah Wel, gak gak gak saya udah move on." Lalu ia berlalu masuk kedalam kelas.

Wella menghembuskan nafas pasrah, "Yah, padahal gue di pihak dia."

.
.

Jian sedang berada di ruang guru sekarang, selepas pulang sekolah tadi tiba-tiba saja wali kelas memanggilnya.

Sedang asiknya duduk disana sambil menunggu Bu Lisa, wali kelasnya, perhatian Jian teralihkan pada seseorang yang mengetuk pintu sebelum memasuki ruangan itu.

Jian otomatis menoleh.

Harraz sedang membawa tumpukan buku paket, berjalan dengan percaya diri menuju sebuah lemari di sana tanpa menghiraukan kehadirannya yang duduk terdiam di sudut ruangan. Memang dirinya ini hanya bayangan yang tak terlihat.

Jian tertawa miris.

Untungnya tidak lama dari itu, Bu Lisa yang ia tunggu datang dengan tergesa-gesa, agak lama karna membeli makanan dulu di depan sekolah, dan Jian mengangguk mengiyakan.

10 menit berlalu, Jian hanya mendengarkan Bu Lisa menjelaskan maksudnya memanggil Jian dan menjawab sekenanya ketika di tanya, jujur ia lelah dan ingin pulang.

Ketika telah dipersilahkan untuk pulang, Jian keluar dengan terburu-buru, hampir saja menabrak seseorang yang sama terkejut dengan dirinya.

"Ya ampun, maaf maaf." Jian membungkuk beberapa kali, ini refleks ia lakukan.

Gadis didepannya tergagap, "I-iya."

Setelah berjalan agak jauh, Jian menoleh ke belakang, untungnya gadis itu sudah tidak ada lagi disana. Jantungnya berpacu cepat, baru kali ini berpapasan langsung dengan Jingga.

Jian berjalan cepat menuju gerbang sekolah, takut ojol yang ia pesan tadi sudah berada di sana. Namun langkahnya terhenti, ketika ada suara perempuan yang memanggil namanya dengan sedikit berteriak.

Not The Main CharacterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang