It's not my fault if she gets hurt

2.4K 439 16
                                    

Jian menggaruk kepalanya walau tak gatal sama sekali, ia dilanda kebingungan karna teman satu angkatannya yang bernama Aksa mengajaknya masuk ke ekskul Jurnalistik.

Sangat tiba-tiba.

Apa orang kaku seperti Jian ini diperlukan di ekskul itu?

"Maaf, Aksa. Kayaknya saya gak bisa." Jian berkata setelah sekian lama berdiam diri, cukup hati-hati agar lawan bicaranya tidak marah.

Aksa mengangguk mengerti, "Yasudah, gue juga cuma nawarin doang. Duluan ya, kalau berubah pikiran bisa ke kelas gue."

Aksa ini irit sekali bicara, sudah menjadi rahasia umum kalau lelaki ini tidak akan berbicara kalau bukan sedang perlu seperti sekarang ini. Walau begitu, Aksa adalah salah satu dari sekian banyak siswa populer di sekolah, selain karna wajahnya yang tampan, ia juga pintar sekali melukis. Tak jarang ketika sekolah mengadakan pentas seni, lukisan karya Aksa sering dipajang untuk dipamerkan.

Huh, lelaki itu sungguh sempurna.

"Jangan melamun." Tiba-tiba sudah ada Dwiki di depannya.

Akhir-akhir ini Jian mendapat teman baru selain Jendra, Wella dan David. Dwiki yang tempo hari mengantarkannya pulang ini sudah menjadi temannya sekarang, mereka juga sering bertemu karna kelasnya yang bersebelahan.

"Jendra sama Wella mana?" Tanyanya lagi.

Jian mengedikkan bahunya, "Mereka tiba-tiba ninggalin saya waktu istirahat."

"Dan lo, kenapa bengong di sini?"

"Saya ditawari masuk ekskul Jurnalistik sama Aksa." Jawabnya jujur, "Tapi saya tolak."

"Kenapa?"

Jian yang ditanya hanya menggeleng tidak tau, "Saya cuma gak mau ikut ekskul."

Dwiki mengangguk-anggukan kepalanya seolah paham, "Gue juga cuma ikut futsal."

"Ya, setidaknya ada." Katanya, "Emang orang kayak saya ini dibutuhkan disana, ya?" Tanya Jian pada dirinya sendiri, karna suaranya sangat pelan.

"Kalo diajak berarti emang dibutuhin." Jawab Dwiki sekenanya.

"Saya pikirkan dulu, deh."

.
.

Dua orang yang katanya meninggalkan Jian di kelas ini sedang berada di kantin sekarang, kali ini ide Wella yang katanya ingin membalas dendam pada Jingga yang sengaja menumpahkan teh miliknya pada Jian.

"Di apain enaknya, ya?" Tanya Jendra sambil mengaduk minumannya, mereka berdua sedang survei lokasi yang akan digunakan untuk membantai gadis itu.

Kesalnya Wella masih sama seperti hari kejadian, walau Jian sudah memperingati untuk tidak membuat masalah. Baju basah harus dibayar dengan baju basah juga, kan?

Maka saatnya kita eksekusi dengan cara yang serupa.

"Di siram juga lah, biar adil." Jawab Wella, "Agak sadis dikit, kita pake es coklat."

Sudah matang dengan rencananya, dua orang ini sedang menunggu mangsa sambil mengisi perut yang sudah keroncongan sejak pagi.

"Anjir." Celetuk Jendra membuat Wella menatap lelaki itu.

"Kenapa?"

Jendra menunjuk kearah pintu kantin dengan dagunya agar tidak terlalu kentara, dan didapati lah Jingga memasuki kantin dengan salah satu anggota OSIS yang kemaren sempat mencalonkan diri menjadi ketua OSIS, Khael Yudistira.

Not The Main CharacterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang