I did the wrong thing

2.5K 461 83
                                    

Jian mengangkat tumpukkan buku paket fisika dari perpustakaan sendiri, mungkin hari ini adalah hari kesialan baginya. Tiba-tiba gurunya itu menyuruh orang yang bernomor absen 8 untuk pergi mengangkut buku-buku, dan sialnya lagi 8 adalah nomor absen Jian.

"Cobaan saya hari ini banyak banget." Gerutunya, tapi detik selanjutnya ia terperanjat ketika seseorang mengambil separuh buku yang ia bawa.

Seseorang itu adalah Harraz.

Sepertinya di sekolah ini tidak ada orang lain selain Harraz, begitulah gerutu Jian dalam hati. Bisa-bisanya mereka bertemu di koridor yang sepi ini.

"Kok bawa buku banyak begini sendirian doang." Katanya, sambil mengimbangi langkah cepat Jian.

"Oi, Raz! Anjir mau kemana lo?" Dwiki teman sekelas Harraz sudah berteriak dari depan ruang kesenian. Karna niat awal mereka itu, menaruh beberapa lukisan disana, tapi yang ada sekarang Dwiki ditinggalkan sendirian, sedangkan lelaki itu membantu seseorang yang tidak Dwiki tau namanya.

"Duluan aja, nanti gue nyusul." Teriak Harraz tidak kalah kerasnya.

Jian berhenti, mau tak mau membuat lelaki yang mengikutinya itu berhenti juga. "Kamu gak seharusnya bantu saya, selesaikan tugasmu."

Bukannya menyerahkan bukunya lagi pada Jian, Harraz justru tertawa sebelum melangkah lagi menuju kelas lelaki manis yang sekarang justru mengikuti langkahnya. "Gimana kalo lo kesandung di jalan, atau nabrak tembok, atau masuk selokan?" Harraz menyebutkan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi ketika Jian nekat membawa buku sebanyak ini sendirian.

Tidak banyak sebenarnya, hanya 30.

"Tapi kasian temenmu."

Harraz tersenyum samar, "Dwiki mah jagoan, jangankan nyusun lukisan, nyusun buku sesuai abjad di perpus juga dia cepet."

Mereka akhirnya sampai di kelas Jian setelah melewati jalan yang panjang. Kalian harus tau kalau Wella sudah menutup mulutnya dengan tangan kanannya, takut ia akan berteriak tiba-tiba, dan Jendra pun tak kalah kagetnya dengan Wella.

"Terimakasih." Cicit Jian.

Harraz tersenyum, "Sama-sama, manis."

Bu Jennifer yang mendengarnya hanya menggelengkan kepala maklum, "Dasar anak muda."

.
.

Tadi siang, ketika istirahat kedua, tiba-tiba teman sekelas Jian yang bernama Ismail atau akrab disapa Mail itu bilang kalau Jingga mengajak Jian bertemu didepan ruang OSIS ketika pulang sekolah tiba.

Tidak biasanya begini.

Tidak bohong kalau Jian sedikit degdegan, menerka-nerka kemungkinan yang akan ia dapati nanti. Tapi masih mencoba berfikir jernih, dengan mengatakan dalam hati kalau Jingga adalah orang baik yang tidak akan macam-macam dengannya.

Semoga bukan soal Harraz. Jian memohon dalam hati, disetiap langkahnya yang semakin dekat dengan tempat yang disebutkan Mail.

Ternyata Jingga sudah duduk manis disebuah kursi kayu didepan ruangan tersebut, gadis itu memandang sendu satu arah di depannya, tepatnya pada sebuah tanaman bunga berwarna putih, entahlah Jian kurang tau namanya.

"Jingga, maaf saya terlambat. Kelas saya baru selesai." Jian gugup, ia berani bersumpah demi apapun, jemarinya yang ia kepal mendadak berkeringat dingin.

Tidak ada jawaban atau sahutan, Jingga sedang melamun kah sampai tidak menyadari kedatangan Jian?

Gadis manis itu mendengus pelan, "Ada hama." katanya, tanpa menoleh sedikit pun pada Jian yang bingung dengan keadaan sekarang ini. "Bentar ya, gue mau buang uletnya dulu."

Jian mengangguk, masih memperhatikan apa yang Jingga lakukan dengan tanaman yang sedari tadi ia perhatikan itu. Tapi matanya membulat tatkala gadis itu menginjak ulat kecil yang ia namakan hama tadi. "Kenapa di bunuh?" tanya Jian penasaran.

"Harus." Jawab Jingga, "Dia udah ngerusak tumbuhan yang udah gue rawat."

"Kan bisa dibuang, kenapa harus di bunuh." Jian cemberut, "Kan kasihan. Nanti kalo udah waktunya, dia bisa jadi kepompong trus jadi kupu-kupu."

"Tapi, gue gak suka sama hama yang ganggu tanaman gue." Jingga mengatakan dengan lugas disetiap katanya, seperti ada makna tersirat didalamnya yang Jian tidak mengerti. "Tanaman yang udah gue rawat, dengan cinta dan kasih sayang, dengan waktu yang lama, gue gak bisa biarin hama gitu aja ngeganggunya."

Apa maksudnya?

Jian diam. Ini seperti bukan Jingga yang ia kenal selama ini, dan apa maksud perkataannya tadi?

"Jingga?"

Gadis itu tersenyum, "Jian, jangan berfikir kalo gue diem itu gak tau apa-apa." Jingga duduk ditempatnya semula, dengan Jian yang menegang disampingnya.

"Lo tau gak, hubungan gue sama Harraz itu ibarat tanaman yang baru tumbuh, dan kehadiran lo itu bagaikan hama. Gue udah nyoba berfikir positif soal kedekatan lo sama Harraz, tapi gue gak bisa." Jingga tertawa sarkas, Jian bisa menangkap nada kekecewaan pada kalimat gadis itu. "Gue pikir awalnya semua bisa diperbaiki, nyatanya gak semudah yang gue kira, ya." Jingga tertawa lagi, lalu getaran dari ponselnya mengalihkan pandangan gadis itu, "Gue pulang dulu ya, udah di tunggu papa." Ia tersenyum dengan sangat dipaksakan, "Jian, gue tau lo gak sebodoh itu buat gak ngerti apa yang gue maksud."

Langkah gadis itu semakin jauh, bahkan sekarang sudah tidak terlihat. Jian mengusap kasar wajahnya, terus mengatakan bodoh pada diri sendiri.

Merutuki setiap kesalahan yang ia perbuat. Ya, mendekati Harraz adalah sebuah kesalahan, yang sayangnya sangat ia nikmati.

Jadi, Jian adalah pengganggu di hubungan Jingga dan Harraz?

Merusak hubungan yang Jingga dan Harraz jalin, Jian tertawa pedih di tempatnya berdiri, tanpa sadar ia sudah menjadi perusak.

Bodoh, rutuknya sekali lagi.

Jian menduduk, sampai tidak sadar kalau ada orang lain yang mendekat kearahnya.

"Jangan dipikirin." Katanya, "Cewek kalo cemburu emang ribet. Pake perumpamaan hama segala, apaan." Lanjutnya.

Ah iya, kalau Jian tidak salah ingat, orang ini adalah teman Harraz yang tadi pagi bertemu didepan ruang kesenian ketika Harraz membantunya membawa tumpukkan buku paket.

"Eh, lo pulang sama siapa? bawa kendaraan?" Ia bertanya seperti sudah lama mengenal Jian.

Jian menggeleng, "Saya pesen ojol."

Orang didepannya ini tiba-tiba tertawa, Jian juga tidak tau apa penyebabnya. "Bareng gue aja...

...anak manis gak boleh naik ojol."

"Ya?" Tanya Jian, ia tidak begitu mendengar apa yang laki-laki itu ucapkan, selain cepat ia juga bicara dengan pelan, bikin Jian penasaran aja.

"Pulang bareng gue." Katanya, ia segera berlalu bahkan tanpa sempat Jian menolak.

Hari yang buruk, kata Jian dalam hati.

Hari yang buruk, kata Jian dalam hati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To be continued...
.
.
.
Dwiki as Kim Doyoung
.
Kalian udah ikut po album treasure belum? rencananya pilih digipack atau photobooks?

Not The Main CharacterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang