"Katanya, Jingga pindah sekolah." David pagi-pagi sudah membuka bahan perbincangan.
Wella yang awalnya tidak minat, kini menatap David penasaran, "Kemana?"
Namun David mengedikkan bahunya, ia juga tidak tau, "Gue cuma denger kabar dari Khael."
Jendra seolah memikirkan sesuatu ditempatnya duduk sekarang, tangan kanannya ia letakkan didagu, "Ini masalah serius sih, putus doang sampe pindah sekolah." Katanya.
Jian hanya menyimak mendengarkan dengan seksama, sedikit tidak menyangka kalau Jingga akan bertindak sejauh ini.
"Ini kesempatan yang bagus, Ji." Kata Jendra, bahkan ia memutar duduknya menghadap Jian. "Harraz baru putus, dan lo harus deket sama dia."
Wajah manis itu memberengut, "Gak mau ah."
"Siapa ya, yang waktu itu pelukan di kamar Harraz." Wella sangat menyebalkan, bahkan gadis itu dengan sengaja membesarkan suaranya.
Jian melotot, "Jaga bicaramu." Tangannya menepuk pelan bahu Wella, "Saya tidak mau bikin Harraz jadi risih."
Jendra mengangguk-anggukan kepalanya, "Bener juga, tapi lo harus hibur dia."
"Itu pasti, selagi saya bisa." Katanya pelan, "Kali ini saya gak mau kalian macem-macem, kasian sama Harraz gara-gara ulah kalian, dia sama Jingga sampe putus."
Wella menyunggingkan senyumnya, "Itu mah udah takdir, ngapain nyalain orang lain." Katanya membela diri, "Hubungan tuh kalo kuat, walau diterpa badai sekalipun gak mungkin kandas."
Jendra dan David tertawa mendengarnya, sedangkan Jian hanya mendengus malas. Selalu ada saja bantahan yang keluar dari mulut gadis itu ketika Jian menceramahinya.
David menatap Jian, "Gue setuju sih, Ji, sama mereka. Lo harus nunjukin perhatian lo sama Harraz." Katanya, "Tunjukin kalo emang lo beneran suka sama dia, Harraz itu orangnya gak pekaan, kalo nunggu dia gerak mah keburu lo suka sama orang lain."
Jendra dan Wella mengangguk antusias.
"Iya, nanti saya coba."
.
.Bagaimana caranya mendekati Harraz?
Jian termenung memikirkan hal ini, teman-temannya memaksa agar mendekati Harraz, ya bener sih, hitung-hitung menemani lelaki yang tampak kehilangan arah itu.
Harraz sebegitu menyukai Jingga kah?
Bahkan keadaannya cukup kacau dengan kantung mata yang menghitam, apa lelaki itu tidur dengan nyenyak setiap malam?
Banyak sekali pertanyaan yang ingin Jian tanyakan, tapi tentu saja keberanian itu tidak ada. Dari dulu memang seperti ini, Jian hanya akan memandang Harraz sedari jauh, begitu takut ingin mendekat.
Jian tersentak, ketika tangan seseorang memegang pundaknya. Lalu ia menoleh.
Harraz.
"Maaf, ternyata gue ngagetin." Katanya, ia berdiri di sebelah Jian yang melamun menatap ketengah lapangan yang memperlihatkan siswa-siswa kelas 12 bermain futsal. "Liatin apa?"
Jian gugup, "Ah, ngga."
Tapi seperti yang Wella katakan tempo hari, kalau dirinya tak mau kehilangan Harraz lagi, Jian harus lebih berani, kan? Berani mendekati Harraz dan mengajaknya mengobrol, bukan menjadi Jian yang lebih banyak diam dan berbicara ketika ditanya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not The Main Character
FanfictionHajeongwoo area. Sedang asiknya duduk disana sambil menunggu Bu Lisa, wali kelasnya, perhatian Jian teralihkan pada seseorang yang mengetuk pintu sebelum memasuki ruangan itu. Jian otomatis menoleh. Harraz sedang membawa tumpukan buku paket, berja...