Epilogue ; The story never existed

4.1K 458 166
                                    

Jian terbangun ketika alarm yang ada di ponselnya berbunyi nyaring, matanya terbuka perlahan, lalu tangan itu menyentuh area matanya yang terasa basah.

Ah, ia menangis semalam.

Lelaki itu terdiam menatap langit-langit kamarnya, bahkan di alam mimpi pun kisahnya tidak direstui. Jian menghembuskan nafas pasrah, lalu bangkit dari kasur menuju kamar mandi, ia harus segera berangkat sekolah.

15 menit kemudian, Jian sudah siap berangkat. Ia menggunakan kacamata hari ini, matanya bengkak akibat menangis sambil tidur.

Sebelum pergi, Jian menyempatkan diri membuka kulkas yang tak jauh dari meja makan rumahnya, mencari sekiranya ada roti di sana.

Lalu tersenyum kecil, ketika yang didapatnya hanya sekotak susu pemberian Jendra pulang sekolah kemarin.

Jian berjalan keluar rumah, membawa tas kecil berisi baju olahraga, karna jam ketiga nanti mereka akan mengambil nilai materi basket.

Tidak selama biasanya, angkot yang lelaki itu tunggu sudah datang, hari ini untungnya tidak berdesakkan dengan ibu-ibu yang hendak ke pasar, Jian bisa bernafas lega. 10 menit kemudian ia sampai di sekolah.

Sebelum benar-benar masuk, Jian menghembuskan nafas pelan, mungkin hari ini akan menjadi hari yang berat, dan ia harus siap untuk itu.

Lelaki itu mengambil kotak susu yang semula ia taruh di tas kecil yang ia bawa, senyumnya sedikit merekah ketika menemukannya, namun seketika luntur ketika susu kotak yang ia pegang terjatuh.

Jian baru saja menabrak seseorang.

Matanya membulat kaget, "Susu..." Katanya pelan, lalu beralih menatap seseorang yang masih terdiam mematung didepannya, sama terkejutnya dengan Jian.

Harraz.

Lelaki itu juga menatapnya kaget, namun belum sempat meminta maaf, Jian sudah membungkukkan badannya, meminta maaf terlebih dahulu atas kecerobohannya. Lalu dengan cepat memungut kotak susu, untuk dibuang ke tempat sampah terdekat.

"Eh, tunggu." Harraz berucap, membuat Jian diam membatu ditempat, Harraz mendekatinya, "Susu kotaknya gue ganti, ya."

Lagi-lagi Jian di buat kaget, "Jangan." Katanya cepat, "Gak usah, gapapa kok, maaf ya saya gak liat tadi." Lalu dengan cepat berlari, meninggalkan Harraz yang masih bingung dibuatnya.

.
.

"Ini bukunya, Ji. Makasih, ya." Wella menyerahkan buku tugas Jian.

Gadis itu menyalin beberapa jawaban milik Jian, sedangkan yang punya buku asyik bercerita dengan Jendra disebelahnya.

"Tumbenan banget pake kacamata hari ini." Ucap Wella, membuat Jian menoleh padanya, "Image lo sebagai orang pinter di kelas semakin terpancar."

Jian tertawa, membuka sedikit kacamatanya guna menunjukkan mata yang bengkak, "Mata saya bengkak, aneh jadinya."

"Hah, kenapa bisa begitu?"

"Habis mimpi aneh anaknya." Sahut Jendra, dan Jian mengangguk membetulkan.

Gadis itu nampak tertarik, "Mimpi apa?"

"Ya... aneh." Jawab Jian, karna bingung menceritakannya pada Wella.

Wella memundurkan badannya, ia sedikit mengerti tentang ini, mimpi aneh yang Jian maksud, mungkin mimpi yang hanya diketahui kaum lelaki. Lalu Wella beranjak pergi dengan memandang Jendra dan Jian bergantian. Cowok mesum, pikirnya.

Not The Main CharacterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang