Back to that night

2.4K 437 32
                                    

Flashback dimalam Harraz bertemu Jingga...

Satu jam sebelum pertemuan dengan sang kekasih, tiba-tiba gadisnya itu menghubungi kalau langsung bertemu saja ditempat yang sudah ia pilihkan, Harraz tidak menolak juga tidak bertanya, toh Jingga tidak akan menjawab tanyanya. Ia hanya berfikiran mungkin gadisnya itu sedang pergi keluar dan langsung ingin bertemu.

Sekarang Harraz tengah bersiap-siap, memakai kaos putih yang dipadukan dengan jaket kulit berwarna hitam yang senada dengan celana jeans yang ia kenakan. Menyemprotkan parfum sebelum bergegas keluar dari kamar.

"Mamaaa... Arraz pergi dulu bentar." Teriaknya dari tangga, Ibunya ada didepan televisi sedang berkutat dengan benang rajutan yang ia tekuni beberapa hari ini.

Ibunya menoleh, "Pulangnya jangan malem-malem."

"Siap kapten!"

.
.

Lonceng yang ada di pintu cafe berbunyi, menandakan seseorang memasuki cafe tersebut, lalu sapaan ramah para pegawai membuat Harraz juga menyunggingkan senyum terbaiknya, kemudian mencari meja Jingga yang katanya bernomor 4.

Yap, dia menemukan gadisnya.

"Udah lama?" Harraz duduk didepan Jingga, "Maaf ya, telat."

Jingga juga tersenyum, "Aku juga baru dateng, pesen dulu ya, aku belum makan." Katanya.

Dua sejoli ini memesan makanan masing-masing, dan menunggu pesanannya sambil bercerita mengenai hari-hari di sekolah, dimulai Harraz menanyakan kesibukan pacarnya itu yang menjadi anggota OSIS sambil sesekali tertawa.

Hingga makanan mereka datang, dan keduanya lebih memilih makan dalam keheningan.

"Akhir-akhir ini, aku gak pernah lagi liat kamu bareng Jian?" Tanya Jingga membuat Harraz menatapnya, memusatkan perhatiannya pada gadis ini yang mungkin akan bertanya tentang sesuatu. "Kalian berantem?"

Harraz tersenyum mendengarnya, lalu menggeleng pelan, "Aku tau kamu gak suka kedekatan aku sama Jian, makanya aku jaga jarak aja sih, supaya kamu gak salah paham."

Jingga tersenyum getir.

"Jingga, apa gak berlebihan sampe kamu bilang Jian pengganggu?" Tanya Harraz, lelaki ini menyinggung perkara Jingga yang pernah melabrak Jian sepulang sekolah, "Kata Jendra, Jian itu anaknya mudah overthinking sama suatu hal yang ganggu pikirannya. Maksudku, kamu gak perlu cemburu lah, Jian juga deket sama anak-anak lain kok, bukan sama aku aja."

Jingga terdiam, lalu sebisa mungkin memasang senyum, "Iya, maaf. Waktu itu aku terlalu cemburu."

Mendengar itu membuat Harraz tersenyum lalu mengangguk-anggukan kepalanya, "Oh iya, aku boleh tanya?"

"Tanya apa?"

Sendok dan garpu yang semula ia pegang, dilepaskan disisi piring yang sudah setengah kosong. Tangannya terlipat di meja, dengan memandang teduh Jingga yang sudah bingung dibuatnya.

"Kamu deket sama Khael?"

"Kamu percaya Wella?"

Hening sebentar, sebelum Harraz mengedikkan bahunya, "Wella temanku, makanya aku percaya."

Not The Main CharacterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang