Set a new plan

2.4K 459 23
                                    

"Si Jian bener-bener ngejauh ya dari Harraz." Monolog Wella sambil membuka buku paket sejarah. Matanya sudah setengah tertutup, sangat ngantuk tapi tidak bisa untuk tidur di perpustakaan.

Jendra mengangguk membenarkan, "Terakhir bareng keliatannya tiga hari yang lalu, waktu pulang bareng itu."

"Oh, waktu lo ngeluh sopir lo pulkam ya?" Tanya David tanpa mengalihkan pandangannya pada buku.

"Hm." Jawab Jendra, "Besoknya gue gak disapa, ngambek dia." Lelaki itu terkekeh, walaupun begitu Jian tidak akan betah berlama-lama mendiamkan Jendra, makanya Jendra santai saja.

David tertawa pelan, "Lo berdua ada-ada aja deh, gimana kalo Harraz risih?"

"Gak sih, gue yakin." Wella membetulkan duduknya, "Harraz tuh gemes sama Jian, keliatan banget. Gak tahan dia tuh sama yang gemes-gemes."

Jendra terbahak mendengarnya, tapi memang bener sih.

"Kita harus bikin rencana baru gak sih?" Tanya Wella yang langsung diangguki oleh Jendra, "Vid, tolong ya, lo harus partisipasi dalam misi kali ini."

David mengedikkan bahunya acuh, "Gak janji ya, tapi gue bakal tolong sebisanya."

.
.

"Tugas kimia harap kumpul sekarang juga." Ucap David menggelegar di depan papan tulis, menyuruh teman-teman sekelasnya itu untuk mengumpulkan tugas, Oh iya, David ini ketua kelas.

Lalu ia melihat Jian yang berjalan kearahnya, "Ji, nanti tolong kumpulin ke ruang guru ya, sekalian kumpul ketua kelas katanya ada pembagian jadwal pelajaran baru, gue gak bisa soalnya."

Mata Jian membola, "Loh kenapa gak Jendra atau Wella?"

"Yang ikut English club kumpul di aula sekarang." David berucap pada teman-teman sekelasnya, bukan pada Jian, tapi cukup menjawab pertanyaan Jian tadi.

Jian menghembuskan nafas pasrah, Jendra dan Wella juga bagian dari English club. Bahunya merosot, ia takut bertemu Harraz.

"Malik, kamu mau bantu saya?" Jian melihat kearah Malik yang hendak membaringkan kepalanya ke meja.

"Tolong apa?"

"Antar tugas ke ruang guru, sekalian ada kumpul ketua kelas buat jadwal pelajaran baru."

Malik mendelik, "Waduh, gak bisa Ji. Hari ini gue pake sepatu merah, bisa habis gue kalo ketauan Bu Rosa." Bu Rosa itu guru BK sekolah mereka, yang galaknya bikin geleng-geleng kepala.

Makin gunda sobat kita ini.

Mau tak mau ia harus mengumpulkannya, "Sudah semua, kan?" Tanyanya sebelum keluar kelas, dan dibalas dengan serentak. "Sudah!"

.
.

"Jian sini."

Malah orang yang ia hindari yang menyapanya pertama kali, bagaimana mau menghindar. "Saya berdiri aja, Raz."

Harraz tetap keukeuh, "Sini aja duduk." Ia bahkan menggeser badannya kesamping agar Jian yang agak bongsor ini muat duduk disebelahnya.

Mau tak mau, walau hatinya lebih berteriak mau banget, akhirnya Jian duduk di sebelah Harraz. Lelaki itu membawa sebuah buku dan tangannya memainkan pena, mungkin sembari menunggu guru yang bersangkutan.

Sobat kita ini lupa membawa kertas untuk mencatat jadwal pelajaran, Jian bingung, mau balik ke kelas atau meminta selembar kertas pada Harraz. "Masih lama tidak, ya?" Gumamnya cukup pelan.

Not The Main CharacterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang