39. Masih Peduli

477 85 54
                                    

Haii Haiii Gengs!!!!
Maaf banget baru bisa up hari ini. Di part kali ini banyak banget yang aku revisi, jadi akak lama karena kerjaan aku juga numpuk poll. Makasii yang uda nungguin Be Happy.

Happy Reading Wan Kawan!!!!

.
.
.
.

Hari berganti, terhitung sudah dua kali sang malam menguasai bumi sejak pertama kali gelagat aneh Senja dirasakan teman-temannya. Baik Helen, Ares maupun Langga menangkap dengan jelas gelisah dan cemas yang lebih sering ditampilkan Senja daripada wajah tanpa ekspresi yang selalu jadi andalannya.

Di tengah perang dingin yang sedang Helen langsungkan, nyatanya gadis itu masih peduli dengan Senja. Terbukti saat pulang sekolah, Helen meminta Ares untuk menemaninya membuntuti Senja.

"Res, temenin gue, yuk!" ucap Helen tiba-tiba saja ketika mereka sudah di dalam mobil Ares dan siap untuk pulang ke rumah.

Ares mengernyit. "Kemana?"

"Ikutin dia!" Helen menunjuk ke arah seseorang yang sedang naik ke dalam bus.

Lagi-lagi Ares mengernyit sambil mengikuti arah yang di tunjuk Helen. "Senja?" tanya Ares ketika hanya melihat objek yang di maksud sahabatnya.

Helen mengangguk.

"Ngapain?" tanya Ares lagi dengan penasaran.

Kali ini Helen menjawab pertanmyaan Ares dengan menggelengkan kepalanya. Sejujurnya tidak ada alasan khusus untuknya mengikuti Senja, hanya saja firasatnya tidak enak hari ini, dan ia sudah terlalu kepo dengan sikap Senja yang berbeda ini.

Tanpa bertanya lagi Ares mulai mengikuti Senja yang busnya sudah lama bergerak. Bukanlah pekerjaan mudah membututi sebuah bus yang sudah lama melaju di jalanan Jakarta menggunakan mobil. Macet dan beberapa lampu merah membuat keduanya kehilangan jejak bus tersebut, beruntung saat bus itu berhenti di sebuah halte Ares dan Helen kembali mendapatkan jejak Senja.

Senja keluar dari bus dan mulai berjalan memasuki gang yang familiar bagi Ares dan Helen, yaitu gang rumah Senja.

"Kayaknya Senja langsung pulang," ucap Ares, "Mau diikuti lagi?"

Nampaknya Helen masih tak tenang walaupun sudah melihat Senja memasuki gangnya. "Kita liat sampai dia masuk rumahnya."

Ares memenuhi permintaan sahabatnya itu. Mereka kembali mengikuti Senja, untung saja gang di rumah Senja cukup lebar hingga muat mobil Ares. Agar terhindar dari ketahuan oleh Senja, Ares baru memasuki gang tersebut setelah Senja berbelok di pertigaan pertama.

Senja yang tidak sadar tengah dibuntuti, berjalan menuju rumahnya, membuat Helen sedikit lega. Setelah melihat Senja masuk rumahnya, alih-alih langsung pulang, Helen dan Ares memilih memantau dulu rumah Senja dari warkop di seberang jalan yang jaraknya 250 meter.

Saat keduanya masuk, ternyata warung kopi itu lebih kecil dari dugaan mereka. Di dalam, kursi sudah terisi semua yang mayoritas oleh tukang ojek pangkalan yang memang mangkal tidak jauh dari situ. Di antara delapan orang di dalam warkop kecil itu, mata Helen dan Ares melihat seseorang yang tidak asing.

"Langga?" gumam Helen pelan, ia mencoba mempercayai penglihatannya.

"Cepet juga tuh anak." Ares jadi sadar kalau mereka tidak membuntuti Senja sendirian. Ada Langga yang sudah terlebih dulu nongkrong di sini sambil meminum kopi hitamnya. Ia duduk dengan nyaman seakan-anak memang itulah tempatnya.

Karena tidak ada meja tersisa, mau tak mau Helen dan Ares harus bergabung bersama Langga. Walaupun Helen menampilkan wajah kesal, akhirnya mereka bertiga memandangi rumah Senja bersama-sama di satu meja.

Be Happy! ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang