11. Khawatir

839 209 118
                                    

BUDAYAKAN VOTE SEBELUM MEMBACA!!!!!!!!!!!!!!!!

***

Senja berjalan gontai menyusuri koridor kelas yang terasa sangat panjang dan membuatnya kelelahan. Apalagi bayangan wajah Helen yang kesakitan terus saja mengusik gadis itu dan membuatnya semakin merasa bersalah.

Bel pergantian pelajaran berbunyi, tapi bukannya segera menuju kelas, Senja malah melangkahkan kakinya ke arah taman rahasia. Ia merasa butuh waktu untuk sendiri, dan taman rahasia adalah tempat yang tepat.

Senja tau kalau dirinya salah, dan ia tidak butuh seseorang untuk menatapnya sinis maupun omongan kasar untuk menyadarkannya. Karena gadis dengan julukan poker face itu tau kalau semua orang kini menggosipkannya. Ia cukup berpengalaman tentang itu. Jadi dari pada menyakiti diri sendiri dengan mendengarkan cercaan itu, Senja lebih memilih meratapi kebodohannya sendiri.

Sejak tadi ponsel Senja tak berhenti bergetar, tentu saja mereka semua heboh di grup kelas ataupun grup angkatan tanpa peduli ia juga salah satu anggota dan bisa melihat semua olokan itu.

"Helen sakit gara-gara Senja!"

"Senja ngeracunin Helen! Emang gila sih tuh anak!"

"Senja emang jahat dan nggak tau diri banget!"

Senja menghela nafasnya kasar kala tidak sengaja membuka chat-chat itu. Dengan cepatia mematikan ponselnya agar tak lagi melihat chat yang menyudutkannya.

Di sisi lain, Langga sudah kembali ke kelas. Ia sudah memastikan kalau pak Adi (wali kelas 12 IPA 6) menyusul Ares dan Helen ke rumah sakit. Langga memasuki kelasnya dan menemukan teman-temannya ramai membicarakan kejadian barusan. Dan tentu saja, semuanya menyalahkan Senja.

"Lang, Helen gimana?" tanya Ruri ketika melihat Langga memasuki kelas.

Semua orang yang tadinya sibuk bergosip, kini sepenuhnya menatap Langga yang berdiri di depan kelas. Mereka menunggu Langga memberi mereka penjelasan.

"Helen uda di bawa ke rumah sakit, ada Ares sama pak Adi yang nemenin. Kita doain aja Helen baik-baik aja," terang Langga.

Selanjutbya, sang Ice Prince itu duduk di bangkunya. Ia menatap bangku Senja yang tak berpenghuni, ia sepertinya tahu gadis pendiam itu sedang ada dimana.

Bel Jam pelajaran ke 6 telah berbunyi. Langga mulai mengeluarkan buku bahasa indonesianya karena sebentar lagi pasti bu Ainun—si guru killer—akan segera masuk ke kelasnya, guru itu memang selalu tepat waktu.

Benar saja, tepat setelah Langga meletakkan bukunya di meja, bu Ainun sudah datang dengan tampang khasnya. Yaitu wajah garang tanpa senyum dan siap mengusir siapapun yang tak siap dengan pembelajarannya.

"Siang," sapanya singkat.

Dengan serempak satu kelas menjawab sapanya, "Siang Buuuuu!"

Mata bu Ainun melihat 3 bangku kosong dibelakang. Beliau tau 2 muridnya pergi ke rumah sakit yaitu Helen dan Ares. Lalu kemana satunya lagi, padahal ia melihat absensi tertulis nihil.

"Itu, anak disamping Helen kemana?" tanya bu Ainun.

Yang beliau maksud adalah Senja. Semuanya orang diam dan saling lirik, mereka tidak tahu atau lebih tepatnya tidak mau tahu keberadaan Senja.

"Anak pendiam itu kemana? kok gak ada yang jawab?" ulang bu Arum lagi, kali ini suaranya makin keras diiringi ekspresi yang makin garang.

Lagi-lagi para siswa di kelas itu hanya menggeleng dan diam.

"Ck! Ck! Ck! Sudah pendiam, ndak mau berbaur, setiap tahun ada aja kelakuannya!" ucap Bu Ainun yang tentu saja ditujukan untuk Senja.

Langga secara refleks mengangkat tangannya. Entah kenapa ia merasa tidak enak saat Senja diperlakukan tidak adil seperti ini. Terlebih lagi hate yang diterima Senja terlalu berlebihan. Jika dipikirkan lagi, ini bukanlah salah siapa-siapa. Ini hanya kecelakaan yang tidak ingin Senja ataupun Helen mengalaminya. tidak dibela oleh seorang pun.

Be Happy! ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang