29. Sadar

585 126 123
                                    

Helen tak lagi menghitung harinya, ia sepenuhnya larut dalam kesedihan yang tak berujung. Gadis itu seperti raga kosong  tanpa jiwa, kematian sang Oma membuat kebahagiaannya seperti direnggut paksa.
Sesak di dadanya semakin hari semakin nyata dan menyakitkan, membuatnya kian tersiksa.

Helen yang kini berbaring di ranjang kamarnya mulai merasa kering luar biasa di tenggorokannya. Ia meneliti kamarnya yang tak ada seorang pun selain dirinya. Sejujurnya gadis itu tidak ingin beranjak dari ranjanghnya, tapi rasa hausnya membuat Helen berjalan gontai keluar dari kamarnya.

Sepi, itulah yang dirasakan Helen, tidak ada satu pun suara di apartemennya. Hal tersebut membuat rasa kesepian makin menyelimuti dirinya.

Saat rasa sakit makin menenggelamkan gadis itu, matanya melihat benda tajam mengkilap yang terbuat dari logam. Tak lama, bisikan-bisikan muali menguasai semua indranya.

"Ambil Helen!"
"Ayo ambil!!"
"Bukannya kamu kangen sama Oma?"

"Helen kangen banget sama Oma. Tunggu Helen, ya! Aku bakal nyusul biar Oma nggak kesepian kayak aku sekarang."

Dengan gemetar ia raih pisau itu dan berjalam kembali ke kamarnya. Di depannya sudah ada foto sang Oma yang tersenyum cantik. Namun sayangnya, Helen tak lagi bisa melihat senyuman itu. 

Rasa sesak semakin mengikatnya dan seakan menyuruhnya untuk mengakhiri semua rasa sakitnya. Apalagi saat Helen kembali dihantam kenyataan kalau satu-satunya keluarganya telah menghilang dan dirinya kini sebatang kara.

Gadis itu menangis meratapi nasibnya yang tak pernah beruntung. Helen menggelengkan kepalanya di tengah air matanya yang makin deras mengalir. Ia menolak nasib buruk yang menimpanya.
Ia tidak bisa hidup sendirian di dunia ini, Helena Prameswari tidak sekuat itu.

"Gue bakal baik-baik aja setelah semuanya berakhir," gumam Helen sambil memegang erat pisau di tangannya.

"Ayo, Helen. Cukup sayat nadimu, dan semua sakitmu akan hilang."
"Cepatlah, Helen!! Omamu sudah menunggu."

Suara-suara di sekitarnya yang seakan menyuruh menyayat nadinya samakin keras dan berisik. Membuat Helen makin terdorong dan mengarahkan pisau ke arah pergelangan tangannya.

Sedikit lagi.

Kurang dari satu senti lagi maka Helen akan berada di alam yang sama dengan Omanya. Sedikit lagi semua sakitnya akan hilang.

"LO NGAPAIN, LEN??!!!" teriak seseorang yang tiba-tiba datang.

Teriakan itu membuat Helen tersentak dan menjauhkan pisau dari nadinya. Mata sayunya menangkap ekspresi dari orang yang berteriak padanya itu. Raut marah, khawatir bercampur kaget tercetak jelas di wajah orang itu saat berjalan ke arahnya.

*

Kemarin sore Ares telah mengabari kalau ia sampai di negara tujuannya dengan selamat. Baik lewat chat ataupun telfon, si Mr. Perfect itu mewanti-wanti ke dua sahabatnya agar selalu menghubunginya perihal Helen.

Senja dan Langga dengan kompak menjawab, 'Iya, nggak perlu khawatir'.

Siang yang cerah, tapi tidak bagi Senja, melihat Helen yang tampak mendung membuat harinya pun ikut mendung.
Karena perasaannya yang kian memburuk,  Senja memutuskan untuk mencari kegiatan. Dan akhirnya, membersihkan apartemen Helen yang tidak terlalu kotor adalah opsi si Poker Face itu pilih.

Mau bagaimana lagi, Senja tetaplah Senja. Gadis itu tidak bisa hanya berdiam diri tanpa melakukan apapun. Jika kalian mencari Langga, dia tidak berada di sini. Cowok itu tengah pulang untuk mengambil beberapa pakaian.

Be Happy! ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang