INDESIRABLE

347 26 0
                                    

27. PULIH

Membuka matanya secara perlahan guna mengimbangi pencahayaan, gadis yang tertidur di ranjang rumah sakit itu sontak bangun kala merasakan sebuah pergerakan di surai hitamnya. Kemudian terbangun dan mendapati Alaska masih tertidur, manik matanya menatap sayu ke arah seorang pemuda yang sudah lama terbaring lemah di hadapannya. Alaska masih belum sadar, sudah dua hari ia menunggu Alaska. Namun sampai sekarang, jangankan mengucapkan sepatah kata, membuka mata pun tidak.

Tentang olimpiade nya di Bogor, ia sudah menjelaskan kepada guru pembimbing, bahwa Amela tidak bisa mengikuti. Keadaan Alaska lebih penting dari apapun, meskipun ia harus merelakan hal yang selama ini ingin ia ikuti sebagai perwakilan sekolah.

Berjalan keluar dari ruang rawat inap Alaska, hal pertama yang ia lihat adalah keberadaan teman-teman Alaska yang masih setia menunggu. Keempat cowok itu tertidur di kursi tunggu, Amela yakin keempat cowok itu tidak beranjak sedikit pun dari rumah sakit

"Gas," panggi Amela menggoyangkan lengan bagas.

Pemuda berjaket coklat itu terbangun, mengucek matanya. "Eh, iya mel. Kenapa?" tanya Bagas dengan suara khas bangun tidur.

"Gue mau ke kantin, mau beli makan sekalian telfon bunda."

"Oh yaudah, biar gue yang jagain Alaska." Bagas beranjak dari duduknya, ia membenarkan pakaian yang sudah berantakan karena posisi tidurnya.

"Lo lebih baik pulang deh, mel. Wajah lo pucat banget. Dari kemarin lo jagain Alaska terus, gue anterin pulang, ya?" Bagas menatap khawatir Amela sebab gadis itu gampang jatuh sakit.

Belum sempat Amela menjawab pertanyaan Bagas, kedatangan seorang pemuda bertubuh tinggi dengan sebuah jaket warna hitam selutut yang menyelimuti tubuhnya itu berlari menuju mereka berdua, lebih tepatnya ke arah Bagas.

"Alaska, gimana?" Pertanyaan itu terlontar dari pemuda yang baru saja datang dihadapan mereka.

Bagas sempat mematung, sebelum cowok itu mengulurkan tangannya ke arah pemuda yang diyakini Amela itu berusia sama seperti mereka.

"Arkan?"

"Lo Arkan, kan?!" tanya Bagas berseru memastikan, tak dapat disembunyikan raut wajah bahagia cowok itu karena bertemu salah satu temannya yang sudah lama tidak ia jumpai.

Akibat seruan Bagas yang terkesan lantang, membuat beberapa cowok yang tertidur di kursi itu terbangun dari tidur nyenyak mereka.

"Iya," jawab cowok bernama Arkan itu alakadarnya.

Membulatkan mata mereka, lantas ketiga cowok itu berdiri.

"Arkan sohib gue?"

"Lo si kulkas tiga pintu itu, kan?"

"Apa kabar, sob?"

Menghampiri pemuda bertubuh tinggi itu dengan cepat, menepuk pundak Arkan beberapa kali, Gema mensejajarkan tingginya dengan Arkan dan dia masih tertinggal lima sentimeter.

"Nambah tinggi aja lu, bro. Apa gue yang menciut?"

Gelak tawa terdengar di koridor rumah sakit itu, gadis berambut panjang sepunggung itu juga ikut tertawa walau hanya beberapa detik.

"Insinyur lagi gue, nih!" lontar Arjuna

"Untung lo balik sekarang, ar! Habis ini mau ujian, banyak ulangan. Nah, kehadiran lo ini beruntung banget, gue jadi bisa dapet contekan, ya gak?" Gama berujar sembari menatap berbinar, ia yakin nilainya akan aman selama ada Arkan.

Cowok jangkung bernama Arkan tampak tidak mempedulikan, ia beralih menatap seorang gadis di samping Bagas yang tampak asing di pengelihatan.

Seolah tahu apa yang akan ditanyakan Arkan, Bagas buru-buru memperkenalkan Amela. "Dia cewek nya Alaska, Amela namanya."

INDESIRABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang