29. BICARA, BERDUA
Semburat senja kian menyingsing, digantikan cahaya purnama dan langit yang mulai bertabur bintang. Angin malam berhembus menerpa kulit kedua insan yang tengah memandang suasana kota dari atas gedung rumah sakit.
Dengan lengan tangan yang masih menjadi senderan pemuda disampingnya, perlahan mulai terlepas kala sang empu menegakkan duduknya.
"Kenapa?" tanya Amela menatap Alaska.
"Ayah gak jenguk aku, la?"
Pertanyaan yang dilontarkan Alaska membuat Amela bingung harus menjawab apa, ayah cowok itu belum menampakkan batang hidungnya setelah Alaska dirawat di rumah sakit.
"Kenapa? Pengen dijenguk om Damar?"
"Kamu tahu ayah, aku?" tanya Alaska, ia merasa belum pernah menceritakan perihal keluarganya kepada Amela.
"Iyalah tau! Kalo Arkan gak ngomong, aku gak bakal tahu," jawab Amela.
"Arkan, ya?" gumam Alaska.
"Iya. Kenapa kamu gak mau berbagi sama aku, ka? Aku akan berusaha buat jadi pendengar yang baik buat keluh kesah kamu. Ceritain aja, tapi kalau gak mau ya gapapa, seenggaknya jangan dihadapi sendiri masalah nya," Amela berujar seraya memandang teduh manik mata tajam Alaska.
Meskipun tengah sakit, mata setajam burung elang itu tidak berubah sama sekali, menjadi sendu? Mustahil. Seolah-olah sudah ditakdirkan agar bisa mengunci tatapan lawan bicaranya.
"Dunia terlalu kejam jika dihadapi sendiri, ka." Amela memusatkan pandangan nya ke atas langit. Melihat bagaimana ribuan bintang itu menghiasi gelap gulita, melihat bagaimana sang purnama hadir menyapa keduanya.
Alaska mengangguk, ia menatap Amela dalam. Mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan hangat Amela.
Gadis itu merasakan tangan Alaska begitu dingin ketika menyentuh telapak tangannya. Ia menatap khawatir cowok disampingnya kini.
"Ka?"
"Beneran gak kedinginan?" tanya Amela menyentuh dahi Alaska, memastikan suhu tubuh cowok itu. "Kedalam aja, yuk!"
"Engga, gak dingin. Aku juga udah pakai jaket," sanggah Alaska, padahal ia merasakan hembusan angin malam menusuk-nusuk kulitnya.
"Gak ada kursi, ya?" Alaska mengedarkan pandangan ke sekeliling, ia kasihan melihat Amela harus duduk dilantai tanpa alas guna mensejajarkan tubuh gadis itu dengan dirinya. "Kamu gak bisa duduk."
"Aku duduk dibawah aja"
"Yaudah aku juga mau dibawah." Mencoba menegakkan tubuhnya agar berdiri namun terasa berat, Alaska mendesah malas.
"Gak boleh kamu masih sakit," tegur Amela seraya menarik lengan cowok itu agar kembali duduk. "Lantai nya dingin"
"Berarti kamu juga gak boleh, nanti ikut sakit." Alaska kukuh, sekarang gantian menarik tangan Amela agar berdiri. "Mau pangku?"
Menatap datar cowok dihadapannya saat ini, Amela melayangkan tatapan sinis. Apa-apaan?!
"Alaska..."
"Ya?"
"Kita kesini mau ngapain?" tanya Amela pada akhirnya.
"Liat bintang," jawab Alaska, memusatkan atensinya kepada ribuan bintang di atas sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
INDESIRABLE
Teen Fiction[LIHAT SEBELUM HILANG] [HARGAI SEBELUM PERGI] "a dark figure doesn't mean he is demon" _____ [ S E L E S A I ] "Gue gak nyangka, cewek dengan perdikat baik di sekolah keluyuran malem malem gini, di area balap?" "Tutup mulut, ya?" "Yang Lo suruh tutu...