Jika takdir itu sedih, maka dia terima apa adanya meski hati keberatan.
~ Arabelle Adya ~
Bukan keinginannya kehilangan hatinya lagi. Bukan keinginannya untuk menghadapi dunia menyedihkan seperti dulu lagi.
Adya berniat pergi ke rumah Mamanya di Bandung. Tentu saja membawa putranya dengan menggunakan mobil milik Dilan. Harta dan seluruh kekayaan Dilan kini adalah milik Adya dan anak-anaknya.
" Mama, " Suara Dilan dari kursi belakang. Sempat menoleh Adya, namun dengan cepat kembali fokus menyetir.
" Kenapa nak ?"
Kini usia anaknya sudah menginjak empat tahun, namun sudah kembali merasakan pahitnya menjadi anak yang tidak punya ayah. Lagi.
" Papa kemana Ma ? Kok kita berdua aja."
Adya bingung, kini genangan air mulai menumpuk di kelopak matanya. Mulai menghalangi pandangan.
Rakha yang masih mengenakan kursi tambahan dengan merek ternama agar tetap aman menatap penasaran ke arah depan, tepat ke arah Adya dengan bingung.
" Papa,, itu sayang --" Adya tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena mulai sebuah denyut perih menandakan dia akan menangis jika tetap berbicara.
Rakha diam. Dia tidak melanjutkan rasa penasarannya. Anak laki-laki itu mengerti bahwa Mamanya sedang tidak baik-baik saja.
Pikirannya sudah beranjak dewasa sejak bersama Dilan. Papanya pernah memberi pesan yang menggugah anak kecil itu untuk tumbuh lebih baik lagi.
" Rakha. Jika kamu sudah besar, jaga Mama dan adikmu nak. Papa tidak akan bisa selalu bersama kalian. Jadi, sebagai raja kedua setelah Papa, jaga ratu dan tuan putri ya nak." Kata-kata itu menyentuh hati dan pikiran Rakha sejak usia yang terbilang dini.
Rakha mengamati Mamanya yang fokus menyetir dari belakang. " Mama jangan sedih, masih ada Rakha kok ". Ucapan itu telak membuat genangan yang sedari tadi ia cegat keluar menetes bersamaan dari kedua matanya.
Adya terkejut namun juga tidak kuasa.
***
Ditempat ini Adya berlari dari segala masalah yang ia hadapi. Ditempat ini ia melarikan keluh kesahnya.
Tempat yang selalu memberi suasana kebahagiaan di hidup Adya.
" Mama !!" Baru membuka pintu mobilnya, bertepatan dengan seseorang keluar dari pintu utama rumah itu. Mita, mama Adya.
Mita terkejut dengan kedatangan putri dan cucunya itu.
" Haaaiii !!" Wanita itu menghamburkan diri ke arah Adya dengan membentangkan tangannya.
Adya memeluk erat Mamanya, menumpahkan tangis yang sedari tadi ia bendung.
" Kamu kenapa nak ?" Mita mengusap tengkuk anaknya penasaran.
" Dilan pergi Ma ".
Mata Mita membulat sempurna, fikirannya kalut karena terkejut. " Mama bilang apa ?!"
" Selamanya Ma ". Adya melanjutkan ucapannya dengan deraian air mata yang semakin deras.
Mita langsung mempererat pelukannya untuk menenangkan Adya.
Kini Mita menyalahkan dirinya sendiri karena berprasangka buruk pada menantunya.
Dia penasaran, namun ini bukan saat yang tepat untuk bertanya.
Dia harus memikirkan mental putri dan cucunya terlebih dahulu.
" Kita masuk dulu ". Mita menguraikan pelukan, lalu menuntun Adya ke dalam rumah.
Disusul dengan Rakha yang sedari tadi berdiri di samping mobil memperhatikan mereka berdua.
Meski Rakha tidak tahu apa yang terjadi, tapi dia merasakan apa yang Mamanya rasakan saat ini.
Kesedihan itu membuat hati kecilnya ikut menangis meski bibirnya diam membisu.
Mereka melangkah pelan menuju rumah mewah itu, disambut seseorang yang awalnya memberikan wajah ceria namun berubah sendu saat melihat Adya dan Mama, termasuk Adya yang sembab. Itu Aini.
" Mama, Adya, ada apa ?" Aini menghampiri keduanya. Kini kedua wanita itu menuntun Adya untuk duduk di sofa.
Aini segera berlalu untuk mengambil air ke dapur, itupun kode dari Mita padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broke Married | End
General Fiction[Belum di Revisi] Definisi cinta itu tidak harus memiliki. Faithfullness. Adakalanya yang kamu hendak, tuhan tidak mengijinkannya, mau bagaimanapun engkau dekap erat maka akan terurai dengan sendirinya.