01. Hari pertama

2K 155 2
                                    


.
.
.
.
.
Seorang laki-laki mungil memacu motornya dengan kecepatan penuh, dia terlambat. Dan sialnya hari ini adalah hari pertama semester baru. Akan ada banyak mahasiswa dan mahasiswi baru, membuat pemuda itu harus datang lebih awal dibanding biasanya.

"Lo telat Sam." pemuda mungil itu menghela nafas saat dia langsung dicecar pernyataan bahwa dia terlambat.

"Maaf lah, lo tau sendiri rumah gue jauh." pemuda yang akrab disapa Sam itu menjatuhkan tubuhnya kesofa yang ada diruangan itu.

"Alasan terus aja lo Sam, lo habis turun kan semalem?" pemuda mungil itu berdecak, temannya satu itu selalu saja tau apa yanh dia lakukan.

"Sam, Sam, nama gue Radi, berhenti manggil gue Sam. Nama gue gak ada Sam nya." pemuda mungil itu semakin berdecak kesal saat lawan bicaranya hanya tersenyum.

"Tapi gue sama anak-anak yang lain suka manggil lo Samudera, cocok sama lo. Jadi terima aja lah, udah setaun juga dipanggil gitu, protesnya baru sekarang." pemuda mungil itu sontak melempar kotak tisu kearah lawan bicaranya.

"Lo diem aja deh Vin." Alvin, lawan bicara pemuda mungil itu kembali tertawa. Membuat temannya itu kesal adalah hobinya. Padahal Alvin sendiri tau akibat nya jika membuat Radi marah.
.
.
.
.
.
Regis baru saja menginjakan kakinya kedalam gedung fakultas seni, dengan berbagai atribut ospek yang harus dibawa dan kenakan, membuat remaja itu berdecak kesal.

Dia adalah satu-satunya yang masuk ke jurusan seni diantara teman-temannya. Mereka satu kampus, seperti yang selama ini sudah mereka rencanakan.

Regis menghela nafas, dia senang karena akhirnya bisa melepas seragam putih abu-abunya, tapi tetap saja ada yang kurang. Semua berbeda, sangat jauh berbeda sejak mereka kehilangan Fares.

"Harusnya lo ada disini kan bang?" Regis bergumam lirih. Fares dulu mengatakan ingin masuk jurusan seni saat kuliah, itulah alasan kenapa Regis ada disini saat ini.

Tap

"Dek, mahasiswa baru udah harus kumpul di aula." Regis menoleh saat pundaknya ditepuk seseorang. Seorang pemuda dengan almameter berwarna biru, menandakan bahwa dia seorang senior.

"Ah iya, maaf bang." Regis langsung bergegas pergi ke aula yang ditunjuk pemuda tadi setelah mengucapkan maaf.

"Gue harap semua berjalan lancar."
.
.
.
.
.
Radi beberapa kali menguap, menjadi panitia ospek cukup membosankan untuknya. Jika bukan karena paksaan Alvin yang memintanya ikut, tentu saja Radi akan lebih memilih mendekam distudio musik.

"Nguap mulu lo, kalau dilihat sama anak baru gimana?" Radi berdecak saat Vito, salah satu teman sekelasnya menegur.

"Biar aja, emang gue peduli sama penilaian mereka ke gue?" jawaban Radi membuat Vito berdecak kesal. Setahun berteman dengan Radi, bukan hal aneh mendengar atau melihat segala sikap cuek Radi.

"Emang diantara mahasiswa baru gak ada yang narik perhatian lo gitu?" Radi menggeleng. Tidak ada satu mahasiswa atau mahasiswi yang mampu membut Radi tertarik, jangankan untuk menjalin hubungan, untuk berteman saja mungkin sangat mustahil.

"Sam, lo tugas di uks aja ya, jaga-jaga kalau ada yang sakit atau pingsan." Radi hanya mengangguk tanpa minat saat Dery, salah satu seniornya yang juga anggota BEM berucap.

"Gue harap gak ada yang sakit, biar gue bisa tiduran disana." ucapan Radi membuat Vito dan Dery menggeleng heran.

"Enak banget lo! Mending lo ikut ngawas para junior aja, gak jiat banget kerjanya." Vito dan Dery langsung menatap tajam pada seorang pemuda yang memakai almameter sama seperti mereka.

"Iri bilang bos." bukannya kesal Radi justru membalas ucapan pemuda itu dengan menyebalkan.

"Sialan! Coba aja kalau bukan karena Alvin, lo gak bakal bisa jadi panitia." Radi menatap aneh pada pemuda yang dia ketahui bernama Jun itu.

"Ya sana protes ke Alvin, kalau bukan Alvin yang minta gue juga ogah jadi panitia gini, nyusain diri sendiri." jujur saja sebenarnya Vito dan Dery sangat ingin tertawa, terutama saat melihat wajah Juna memerah. Juna memang terkenal tidak suka pada Radi karena Radi berhasil mengalahkan nya dalam lomba saat ospek dulu, dan Radi terkenal cuek dan bodo amat, hingga apapun yang dilakukan Juna tidak pernah berhasil memancing emosi Radi.

"Cih, lemah aja belagu lo!" Radi, Vito dan Dery hanya menatap Juna yang berlalu dari hadapan mereka.

"Jangan didengerin Sam." Radi langsung menoleh kearah Vito, meskipun baru setahun berteman nyatanya Vito dan Dery tau semua kelemahan Radi.

"Nama gue Radi, bukan Sam njir!" Vito tertawa saat melihat wajah kesal Radi. Benar kata Alvin, membuat Radi kesal itu menyenangkan.

"Bunda gue bagus-bagus kasih gue nam Radi, malah dipanggil Sam."
.
.
.
.
.
"Hari ini Regis ospek kan?" Bayu yang baru saja mendudukan dirinya di kantin langsung membuka suara.

"Iya, tapi dia ambil seni ya, beda gedung sama kita." Haris menyahuti pertanyaan Bayu. Saat ini mereka berdua sedang ada dikantin fakultas mereka, biasanya akan ada Angkasa juga Gio, tapi saat ini kedua tiang itu sedang sibuk difakultas kedokteran mereka.

"Bay, si Raefal juga masuk kampus ini kan?" Haris mencoba melihat respon Bayiu saat dia membicarakan Raefal.

"Hm." Bayu hanya berdehem, mereka memang dekat tapi baik Bayu dan Angkasa selalu memberi jarak dengan Raefal.

"Mau sampe kapan lo mau marah sama dia Bay, lo tau dia juga pasti gak mau kalau kejadiannya kayak gitu." Bayu hanya diam mendengar ucapan Haris.

"Bukan cuma kita yang kehilangan Bay, tapi Raefal pasti jauh lebih kehilangan."

"Gue tau." Haris hanya bisa menghela nafas saat Bayu menjawab seperti itu. Bayu berubah total sejak Fares pergi. Tidak ada lagi percakapan yang terjadi setelah Bayu menjawab ucapan Haris.

"Serius amat sih?" Bayu dan Hadis menoleh saat menyadari kehadiran dua sahabat tiang mereka.

"Kenapa kalian disini? Gue kira kalian sibuk ngurus ospek?" Gio tertawa saat mendengar pertanyaan Haris.

"Bukan panitia, males banget nyusahin diri sendiri." bukan Gio yang menjawab melainkan Angkasa.

"Ntar samperin Regis yok, tapi pas balik aja. Males gue kalau ketemu cewek dari fakultas seni." Bayu, Haris dan Angkasa tertawa mendengar ucapan Gio. Memang Gio adalah mahasiswa terkenal yang jadi incaran para perempuan, terutama mahasiswi dari fakultas seni yang terkenal centil.

"Bukannya seneng banyak yang suka, ini malah males." Gio menatap sebal pada Bayu yang menggodanya.

"Mending gue jomblo kalau yang suka modelan mereka."
.
.
.
.
.
Radi menatap jam dinding di ruang uks, sudah pukul 3 sore, sebentar lagi dia bisa pulang. Ospek hari pertama juga sudah selesai, banyak mahasiswa dan mahasiswi baru yang sudah pulang, hanya tersisa beberapa yang masih betah duduk dikantin.

"Lo gak balik Sam?" Radi menoleh kearah pintu uks, tangannya sudah siap melempar bantal jika saja dia tidak mengenali orang yang berdiri disana.

"Bentar lagi bang, hampir aja lo gue lempar bantal karena manggil gue Sam tadi, bang." pemuda itu tertawa, dia masuk dan berjalan mendekati Radi.

"Kenapa coba lo baru sekarang protes dipanggil Sam, setaun ini kemana aja." Radi merengut kesal mendengar ucapan senior yang paling dia hormati ini.

"Gak tau, mungkin gue khilaf bang." pemuda itu menggeleng.

"Ayo balik, ntar malem ada trek, lo mau turun gak?" Radi langsung mengangguk.

"Wes, bang Wira tau aja gue pingin turun." pemuda bernama Wira itu hanya menggeleng.

"Terakhir ye, habis itu lo fokus sama kuliah dulu." Radi mengangguk. Dia tidak akan pernah melawan ucapan Wira, karena bagi Radi, Wira sudah seperti kakaknya.

"Sip, ini terakhir bang, tenang aja, gue bakal fokus sama kuliah habis ini."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

Janji?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang