10. Teriakan Bayu

774 121 2
                                    


.
.
.
.
.
Gio berdiri di balkon lantai dua rumahnya saat netra kembarnya menangkap sebuah mobil yang berhenti didepan rumahnya. Gio mengernyit saat melihat Bayu, sepupunya turun dari mobil itu. Gio yakin mobil itu bukan milik salah satu sahabatnya, tapi kenapa Bayu bisa tersenyum selebar itu saat turun dari mobil.

Gio memutuskan turun saat Bayu melangkah masuk dan mobil berwarna hitam itu pergi.

"Lo dianter siapa Bay?" Bayu yang baru saja masuk langsung disambut oleh pertanyaan Gio.

"GIOOO!"

Grep

Gio mengerjap saat tubuhnya diterjang pelukan erat oleh Bayu, ditambah lagi Bayu berteriak sedikit kencang. Gio ingin segera memberondong Bayu dengan pertanyaan tentang siapa yang mengantarnya pulang tadi, tapi Gio terpaksa menutup mulutnya saat mendengar isakan pelan dari Bayu.

"Lo kenapa? Ada yang nyakitin lo?" Gio segera melepaskan pelukan Bayu dan menatap wajah basah milik sepupunya itu. Bayu menggeleng sebagai jawaban.

"Terus kenapa lo sampe nangis?"

"Gue lagi bahagia Gi, gue dapet temen baru." Mendengar kata bahagia dan teman baru dari mulut Bayu, membuat Gio sedikit merasa lega. Lega karena akhirnya Bayu mulai membuka diri kembali.

"Yang nganterin lo tadi?" Lagi-lagi Bayu mengangguk.

"Bukannya lo bilang pergi sama Regis?" Bayu kembali mengangguk.

"Iya gue pergi sama Regis, dan temen baru gue itu seniornya Regis dikampus." Sebenarnya jawaban Bayu belum sepenuhnya membuat Gio puas.

"Lo yakin dia baik?" Bayu mengernyit saat mendengar pertanyaan Gio.

"Dia baik kok."

"Lo gak bisa nilai orang baik kalau lo baru ketemu dan kenal dia sehari Bay." Bayu berdecak kesal, jika saja Gio bertemu Radi, dia yakin Gio tidak akan bisa mengatakan hal itu.

"Gue tau itu Gi, tapi gue yakin Radi itu baik, buktinya dia deket sama Regis." Gio menghela nafas panjang, berdebat dengan Bayu adalah hal yang menguras tenaga.

"Jadi namanya Radi? Dia dari fakultas seni?" Bayu mengangguk polos, mengabaikan tatapan tajam Gio padanya.

"Ya udah sana mandi, lo ditanyain terus sama Gevan tuh." Bayu mencibir saat mendengar sang adik menanyakan tentangnya.

"Ngapain itu bocil nanyain gue?" Bayu hanya mengedikan bahu dan berjalan kearah dapur.

"Mandi, habis itu makan bareng gue." Bayu mengangguk dan segera pergi kekamarnya. Meninggalkan Gio yang terdiam diambang dapur.

"Radi ya, gue pingin tau sebaik apa lo, apa lo bener tulus temenan sama adek-adek gue atau ada maksud lain."
.
.
.
.
.
Radi pulang kerumah setelah mengantar Haris pulang, yang mengejutkan rumah mereka ternyata berada di komplek yang sama. Radi menghela nafas saat melihat mobil sang bunda ada dihalaman rumah. Radi sedang tidak ingin bertemu bundanya, bahkan sebelum pergi kepantai kemarin dia sempat berdebat kembali dengan sang bunda. Masih topik yang sama, tentang pernikahan bundanya dan Radi yang tidak ingin tinggal bersama ayah tirinya saat sang bunda menikah lagi.

"Tumben bunda dirumah jam segini." Radi memutuskan masuk kedalam rumah, dia tidak mungkin terus menghindari sang bunda.

"Kamu udah pulang?" Radi berhenti melangkah saat suara lembut sang bunda terdengar.

"Iya, bunda tumben gak ke butik?" Radi melihat sang bunda berjalan mendekatinya.

Plak

"Sakit bun!" Radi mengusap lengannya yang menjadi korban pemukulan sang bunda.

"Makanya kalau mau pergi itu pamit dulu, untung aja Dery bilang ke bunda kalau kamu ijin kepantai. Coba kalau gak, bunda udah lapor polisi." Radi terkekeh pelan saat sang bunda mengomelinya.

"Dibilangin malah ketawa, kamu ini gimana sih Radi?" Alia sudah akan memukul kembali lengan anaknya, jika saja Radi tidak cepat melangkah mundur.

"Jangan mukul bun, sakit." Alia hanya bisa menghela nafas saat melihat wajah melas Radi.

"Lain kali pamit, bunda tau kamu masih kesel sama bunda, tapi jangan bikin bunda khawatir kayak kemarin lagi." Radi maju dan memeluk Alia. Dia tau sang bunda memang akan selalu mengkhawatirkannya saat dia tidak ada dirumah.

"Maafin Radi bun, Radi emang kesel sama bunda. Radi gak pernah ngelarang bunda buat nikah lagi, tapi tolong jangan paksa Radi buat tinggal sama mereka, Radi gak bisa bun." Alia mengelus punggung Radi pelan. Ucapan Radi adalah sinyal bahwa dia tidak akan bisa memaksa sang putra untuk tinggal bersamanya setelah dia menikah.

"Maafin bunda, tapi kamu harus janji, kamu gak boleh jauh dari bunda kalau bunda nikah sama om Abi. Kamu harus tetap hubungin bunda, sering main kesana, atau nanti bunda yang ajak mereka main kesini." Radi hanya mengangguk. Mungkin keputusannya membiarkan sang bunda menikah lagi adalah pilihan yang tepat. Karena akan ada orang yang menjaga Alia selain dirinya.

"Iya bun, Radi janji, gimanapun Radi tetap anak bunda."
.
.
.
.
.
"GEVANDIO, BALIKIN SEPATU GUE!" Gevan yang baru saja lari kelantai bawah rumahnya langsung mematung, remaja berusia delapan belas tahun itu tampak tidak percaya saat telinganya mendengar teriakan nyaring Bayu. Sang kakak yang sudah dua tahun ini menjadi lebih diam.

"Van, jangan berhenti didepan tangga." Gevan langsung berlari kearah Gio yang baru saja menegurnya dari balik sofa.

"Bang Gio, bang Bayu baru aja teriak?" Gio mengangguk, dia sudah tidak terlalu terkejut karena tadi sore dia sudah mendengar teriakan sepupunya.

"GEVAN BOCIL, SINIIN SEPATU GUE!" Gevan terkejut saat tiba-tiba Bayu sudah memiting lehernya.

"ADUHH...ADUH BANG...MAAF...MAAF..." Gevan berusaha melepaskan pitingan Bayu dilehernya. Tingkah dua kakak beradik itu sukses membuat Gio menggelengkan kepalanya.

"Kalian itu udahlah, kalau gk ketemu nyariin, kalau ketemu rusuh." Mendengar ucapan Gio, Bayu langsung melepaskan pitingannya dari Gevan dan beralih mendekati Gio.

"Giooo, besok anterin gue kerumah Regis ya." Gio mengernyit saat mendengar permintaan Bayu.

"Bukannya lo besok ada kuliah?" Bayu mengangguk.

"Iya gue ada kuliah, tapi gue mau ke gedung fakultas seni dulu, mau nganterin proposal buat malam seni." Gio mengangguk mendengar pejelasan Bayu.

"Gue anterin ke sana ya." Bayu mengernyit mendengar perkataan Gio.

"Lo gak ada kuliah emangnya?" Bayu memandang aneh pada Gio.

"Ada, tapi gue bisa skip dulu buat anterin lo." Bayu menggeleng.

"Gak ada skip-skip kuliah ya Sargio, gue bisa berangkat sama Regis." Bayu merengut saat melihat Gio menggeleng.

"Gak ada, gue anterin lo kesana, gak ada bantahan." Bayu semakin heran saat Gio tetap ingin mengantarnya.

"Lo kenapa sih Gi? Biasanya juga lo anti dateng ke gedung fakultas seni, karena banyak fans lo disana." Gio mengedikan bahunya acuh.

"Gak papa, pokoknya besok gue yang anterin lo." Bayu berdiri dan berlalu meninggalkan Gio dengan wajah kesal. Bukan nya dia tidak ingin Gio mengantar, tapi dia tau Gio tidak nyaman dengan para penggemarnya dari fakutas seni. Ditambah lagi dengan kehadiran Radi disana, Bayu hanya tidak ingin Gio bersikap berlebihan didepan Radi, mengingat bagaimana sayang dan dekatnya Gio dan Fares dulu.

"SARGIO NGESELINNN...!!!"
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

Janji?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang