07. Terlalu mirip

852 135 1
                                    


.
.
.
.
.
Radi menghela nafas panjang, sudah seminggu ini dia mengenal Regis, dan dalam waktu satu minggu itu Radi mengetahui banyak hal tentang Regis, juga tentang orang yang menjadi alasan Regis menangis dihadapan Radi saat itu.

Radi masih tidak percaya saat mengetahui nama bahkan foto sosok abang untuk Regis itu. Wajah mereka terlalu mirip, tidak ada bedanya, mungkin yang membedakan adalah sifat mereka. Beberapa hari lalu, Regis mengajaknya kesebuah makam yang ternyata adalah makam milik pemuda bernama Faresta Fidai itu.

Regis hanya mengenalkannya pada sosok Fares, tapi Regis menangis saat menceritakan tentang Fares pada Radi. Radi sendiri hanya bisa memeluk Regis saat itu, karena bagaimana pun dia sendiri pernah mendapatkan perlakuan buruk dari sosok yang dipanggilnya ayah.

"Hah!" helaan nafas Radi yang kesekian kalinya membuat Dery yang saat itu berada distudio menggeleng heran.

"Lo kenapa sih Sam? Dari tadi ngehela nafas gitu mulu?" Radi hanya menatap Dery dan menggeleng, dia belum siap menceritakan apa yang mengganggu pikirannya pada Dery saat ini.

"Gue lagi suntuk bang, pingin turun gue." jawaban Radi membuat Dery mengernyit.

"Turun gih, ntar tinggal gue lapor ke bang Wira." Radi langsung merengut kesal. Seandainya saja Radi tidak berjanji pada Wira untuk berhenti balapan saat itu.

"Bang, gak ada lagu yang perlu gue kerjain kan?" Dery menggeleng sebagai jawaban.

"Kan tugas lo udah selesai." Dery menatap Radi yang tersenyum tipis.

"Kalau gitu gue mau ijin beberapa hari ya." ucapan Radi kembali menghasilkan kerutan bingung diwajah Dery.

"Mau kemana lo?" Dery sebenarnya sudah bisa menebak akan pergi kemana pemuda mungil dihadapannya itu. Setiap kalia Radi ijin beberapa hari, tujuannya hanya satu, pantai.

"Biasa bang, pantai. Karena gue gak bisa turun ya gue kepantai aja lah, siapa tau pulang dari sana bawa cewe gue." tangan Dery sudah siap memukul kepala Radi saat pemuda itu menunjukan wajah menyebalkan.

"Kayak lo doyan cewe aja." tawa kencang Radi langsung menggema didalam studio, saat Dery mengatakan hal itu.

"Nah itu lo tau bang, dan gue balik duluan kalau gitu ya." Dery mengangguk, percuma juga menahan Radi distudio yang ada Dery akan semakin pusing.

"Hati-hati lo Sam!"
.
.
.
.
.
Regis sudah berdecak kesal saat Bayu tidak henti-hentinya merusuh didalam kamarnya sejak dia datang tadi. Regis tidak ada jadwal kuliah hari ini, ditambah lagi besok akhir pekan membuat Regis harus betah berada dirumah dan tidak bertemu Radi.

"Bang Bay, lo bisa diem gak sih? Gue pusing nih liat lo dari tadi guling-guling mulu." Bayu langsung merubah posisinya menjadi duduk menghadap Regis.

"Gue gabut tau Gis." Regis mencibir ucapan Bayu. Memang nya kapan sih Bayu tidak gabut.

"Tidur kalau gabut bang, jangan rusuh!" Bayu langsung cemberut saat Regis mengatakan itu.

"Temenin gue ke makam Fares yuk Gis, gue kangen." Regis yang semula terlihat tidak peduli pada Bayu langsung menatap penuh minat.

"Ayo, bentar gue siap-siap dulu." Bayu tersenyum saat Regis langsung beranjak dari kasurnya untuk berganti baju.

Drrtt

Drrtt

Drrtt

Bayu menatap pada ponsel Regis bergetar, menandakan ada panggilan masuk. Bayu tidak berani mengangkatnya karena dia tidak mengenal nama yang tertera pada layar ponsel itu.

"Bang Radi?" Bayu bergumam lirih saat membaca nama itu.

"Gis, ada telfon nih." Regis yang ada didalam kamar mandi hanya bertanya dari siapa dengan berteriak.

Janji?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang