47. Tirta dan Pantai

595 92 18
                                    


.
.
.
.
.
Tirta menatap sekeliling tempat dimana dia akan melakukan bakti sosial, sebuah pemukiman yang terletak di pesisir laut, meskipun sudah banyak rumah ditempat ini tapi keindahan laut juga suara ombaknya masih bisa Tirta nikmati. Menatap laut seperti ini, membuat Tirta kembali mengingat Radi. Pemuda mungil itu sangat menyukai laut, lebih tepatnya Radi menyukai hal yang mengharuskan dirinya bermain air.

"Lagi-lagi yang aku inget cuma kamu Di." Tirta bergumam lirih. Dia akan tinggal disini untuk empat hari kedepan, meskipun kegiatan mereka hanya akan berlangsung tiga hari.

"Dokter Tirta, kami mau jalan-jalan kepantai, dokter mau ikut?" salah seorang rekan dokternya menawarinya untuk ikut melihat suasana pantai siang hari.

"Saya ikut, tunggu sebentar." Tirta segera mengambil dompet dan ponselnya sebelum menyusul tiga rekannya yang sudah menunggu diluar penginapan.

"Dokter Tirta sedang ada masalah ya?" Tirta menatap salah satu rekannya bingung.

"Maaf?"

"Itu saya perhatikan beberapa minggu ini dokter lebih banyak diam dan seperti memikirkan sesuatu yang berat, jadi saya kira dokter sedang memikirkan seseorang, mungkin." Tirta tersenyum tipis, tentu saja dia memikirkan seseorang. Bahkan seseorang itu telah mencuri seluruh hatinya.

"Apa terlalu terbaca?" dua rekan Tirta mengangguk, berbeda dengan salah satu dokter wanita yang menatap Tirta lekat.

"Kalau boleh tau, siapa yang dokter pikirkan?" Tirta terdiam sejenak sambil melirik kearah rekan wanitanya itu. Sejak dokter wanita itu bergabung dikliniknya setahun lalu, Tirta sama sekali tidak pernah nyaman dengan wanita itu, menurut Tirta rekan nya itu terlalu ganjen, apa lagi pada dirinya.

"Calon pasangan sehidup semati saya."
.
.
.
.
.
Seorang pemuda mungil tampak mengusak rambut merah nya yang basah, pemuda itu baru saja kembali dari kegiatan diving nya.

Pluk

"Lo betah banget disini?" pemuda mungil itu tersenyum pada sosok pria yang baru saja menepuk pundaknya.

"Ya gimana om, tempat ini emang enak banget buat nenangin hati." pria dihadapannya itu langsung menatap sanksi.

"Lo bukan nenangin diri tapi lari dari semua orang Faresta." sosok pemuda itu, Radi. Pemuda mungil yang dicari oleh semua orang karena kepergiannya yang tiba-tiba bagai ditelan bumi.

"Semua orang butuh waktu saat kepercayaannya dikhianati om, gue juga gitu." pria dihadapan Radi itu menghela nafas, memang dia sudah mengetahui alasan pemuda mungil itu kembali menetap disana.

"Jangan terlalu lama, lo gak kangen sama bunda lo? Sama temen-temen lo?" Radi menghela nafas panjang.

"Tentu aja kangen om, tapi aku masih gak mau pulang kesana." pria yang dari tadi menatap Radi itu menggelengkan kepalanya.

"Terserah lo aja Res, balik kalau lo siap, jangan terlalu lama."
.
.
.
.
.
Tirta cukup kagum sama kebersihan pantai disini. Memang tempat ini tidak seramai tempat wisata lain, tapi tempat ini menjadi tempat yang indah untuk melepas lelah para penduduk sekitar.

Tirta sengaja memisahkan diri dari tiga rekannya, dia tidak ingin ditanya tentang hal-hal pribadi yang menurutnya tidak harus dia ceritakan.

"Kamu suka pantai kan Di, sekarang aku lagi dipantai, aku bahkan belum nepati janji buat ngajak kamu kepantai." Tirta memejamkan matanya sejenak saat kembali mengingat Radi.

"Aku serius buat gak akan ngelepasin kamu kalau aku nemuin ka......mu." Tirta membelalakan matanya saat dia melihat sosok pemuda yang selama ini dia cari saat membuka matanya. Tirta berjalan tergesa mendekati sosok yang sedang asik menatap laut itu, meskipun dengan rambutnya yang kini berubah menjadi merah dan tampak masih basah, juga senyum khas yang terlukis diwajahnya membuat Tirta yakin bahwa bahwa sosok yang tengah dia lihat dengan lekat itu adalah Radi.

Janji?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang