11. Kebingungan

718 122 5
                                    


.
.
.
.
.
Bayu terus saja cemberut saat berada dimobil yang sama dengan Gio. Sepupunya itu masih tetap tidak ingin meninggalkannya sendirian bersama Regis saat ke fakultas seni. Regis bahkan menatap Gio bingung saat kedua sahabatnya itu tampak seperti orang yang sedang marah.

"Bang, kalian lagi marahan ya?" Bayu dan Gio serempak menggeleng.

"Kita gak marahan Gis, cuma gue kesel sama Gio." Regis mengernyit mendengar jawaban Bayu.

"Kesel?" Bayu kembali mengangguk sambil melirik tajam kearah Gio.

"Gio maksa nganter gue ke fakultas seni, padahal kan gue bisa berangkat sendiri, lagian kan ada lo juga." Regis terkikik geli saat mendengar gerutuan Bayu, sedangkan Gio tampak menyetir dengan tenang.

"Bang Gio beneran mau masuk ke gedung fakultas seni?" Gio hanya menjawab dengan deheman.

"Lo udah gak takut ketemu fans lo disana bang?" Gio menggeleng ragu. Sebenarnya dia juga tidak suka bertemu fans bar-bar nya dari fakultas seni, tapi mau bagaimana lagi. Gio terlanjur penasaran dengan teman baru Bayu yang sekaligus senior Regis.

"Ya udah lah terserah bang Gio."
.
.
.
.
.
Radi menghela nafas panjang saat Alia memaksanya bertemu dengan calon ayah tirinya. Radi belum siap untuk itu, dia memang mengijinkan tapi dia belum ingin bertemu dengan colon ayah tirinya.

"Radi ada kuliah bun." Radi mencoba mencari alasan agar sang bunda tidak memaksanya bertemu dengan calon ayah tirinya.

"Kamu belum pernah ketemu om Abi loh Di." Radi menggeleng.

"Nanti kan juga ketemu kalau kalian nikah bun." Alia menghela nafas, dia tidak bisa memaksa Radi jika tidak ingin putra nya itu berubah pikiran.

"Kan bunda pingin kalian saling kenal dulu, bunda juga pingin kamu kenal sama calon adik mu." Radi tetap menggeleng.

"Jangan paksa Radi bun, Radi berangkat dulu." Radi mencium pipi Alia setelah berpamitan.

"Hati-hati, jangan ngebut." Alia hanya mendengar deheman dari Radi sebelum sosok putranya itu menghilang dibalik pintu rumah.

"Kapan kamu mau ngebuka hati buat mereka Radi? Bunda yakin om Abi beda dengan ayah mu nak."
.
.
.
.
.
Bayu beberapa kali berdecak kesal, bagaimana tidak, dia sama sekali tidak mengenal satu pun mahasiswa di fakultas seni kecuali Regis, juga Radi. Tapi saat ini dia harus menyerahkan proposal pada mahasiswa seni bernama Faresta. Ayo lah, mana Bayu tau Faresta itu yang mana. Ditambah lagi, Gio sudah terjebak oleh beberapa mahasiswi yang merupakan fansnya.

"Bang Bay, ayo jangan ngelamun." Bayu tersentak saat tangannya ditarik secara tiba-tiba oleh Regis.

"Tunggu bentar Gis, lo tau dimana gue bisa ketemu anak yang namanya Faresta?" Regis terdiam dengan mata yang membulat karena terkejut.

"Faresta?" Bayu mengangguk.

"Iya gue harus balikin proposal ini ke mahasiswa seni yang namanya Faresta, kan mana tau gue anaknya yang mana!" Regis tertawa saat mendengar gerutuan Bayu.

"Gue tau dimana lo bisa ketemu dia bang, ayo." Dengan cepat Bayu mengikuti langkah kaki Regis menyusuri koridor fakultas seni.

"Lo yakin, dia orang yang gue cari Gis? Gimana kalau ternyata namanya doang yang sama." Regis menggeleng.

"Gue yakin dia yang lo cari bang, emang ada beberapa mahasiswa yang nama nya Faresta, tapi cuma dia yang ngurusin soal malam seni minggu depan." Bayu mengernyit saat Regis berhenti disebuah pintu yang Bayu yakini adalah sebuah studio.

Tok...tok...tok...

Cklek

"Regis? Nyari Sam?" Regis tersenyum dan menggeleng saat mengetahui yang membuka pintu studio adalah Vito.

Janji?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang