26. Tamu tak diinginkan

627 115 2
                                    


.
.
.
.
.
Hari ini hari minggu, dan sudah lima hari Radi menginap dirumah Abi. Selama lima hari itu Raefal semakin gencar mendekatinya, mengajaknya jalan-jalan, membelikannya berbagai makanan yang jika boleh jujur sebenarnya tidak dia sukai. Tapi untuk menghargai Raefal, Radi tetap memakannya. Seperti saat ini, Raefal membuatkannya roti bakar dengan selai strawberry, sedangkan dia tidak suka strawberry, menurut Radi strawberry itumempunyai rasa yang aneh, Radi bahkan akan lebih suka rela memilih selai coklat atau kacang. Tapi lagi-lagi saat mlihat binar dimata Raefal membuat Radi memakan Roti bakarnya.

"Bang Fares, hari ini ada acara?" Radi yang sedang fokus menelan roti bakarnya langsung menoleh kearah Raefal.

"Heem, ada janji buat kestudio, kenapa? Mau ikut?" Raefal menggeleng, dia tersenyum manis pada Radi.

"Gak bang, gak papa, jangan pulang terlalu malem bang." Radi mengangguk, kenapa di harus pulang malam jika dia hanya absen hadir saja nanti.

"Gak sampe malem juga, paling nanti sore gue udah balik." Raefal kembali mengangguk.

"Lo juga ma keluar?" Raefal menggeleng.

"Gak bang, aku mau baca buku aja nanti." Radi tersenyum tipis. Sebenarnya dia suka jika Raefal tersenyum seperti sekarang.

"Kalau seandainya lo mau keluar bilang ke gue, nanti gue anterin." Raefal mengangguk antusias, dia sejak dulu selalu ingin diperhatikan seperti ini oleh sosok abangnya. Hanya saja dulu Fares terlalu takut pada Abi jika mendekatinya.

"Fal, gue mau kerumah Regis sebentar, lo mau ikut?" Raefal menggeleng, dia tau jika dia ikut kerumah Arum, dia pasti diabaikan oleh Regis.

"Ya udah gue kesana dulu."
.
.
.
.
.
Radi berdiri didepan rumah Regis, dia sudah mengetuk pintu tadi, hanya menunggu sang pemilik rumah membuka pintu.

Cklek

"Radi?" Radi tersenyum ramah saat melihat Arum membuka pintu rumahnya.

"Saya cari Regis tante." Arum membalas senyuman Radi.

"Ayo masuk aja, Regis masih mandi kayaknya." Radi hanya bisa tersenyum saat Arum menarik tanannya dan membawanya masuk kedalam rumah.

"Pantes Regis bangun pagi banget, ternyata janjian sama Radi." Radi tersenyum saat netranya bertemu pandang dengan Hadi.

"Pagi om." Hadi mengangguk, dia meminta Radi duduk disofa. Sedangkan Hadi sendiri melanjutkan meminum kopinya.

"Kuliah lancar Rad?" Radi mengangguk.

"Lancar om." Sejak dua hari lalu, Radi memang sudah akrab dengan keluarga Regis, meskipun masih sedikit canggung.

"Makasih ya Rad." Radi mengernyit bingung saat Hadi tiba-tiba mengucapkan terima kasih padanya.

"Makasih buat apa om?" Hadi hanya tersenyum tanpa niat menjawab pertanyaan Radi.

"Bang Radi ayo!" Radi menoleh saat mendengar suara Regis, ternyata bukan hanya Regis yang berdiri disana tapi juga Tirta.

"Raefal gak kamu ajak Di?" Radi terdiam sebentar.

"Tadi udah gue tawarin bang, tapi anaknya gak mau." Tirta mengangguk.

"Padahal kan gak papa kalau dia ikut." Radi mengangguk, namun netra kembarnya masih sempat menatap sorot mata Regis yang terlihat malas.

"Mungkin lain kali aja bang, siapa tau dia mau ikut saat itu." Tirta mengangguk setuju.

"Udah lah bang, ayo!" Regis melangkah mendekati Radi dan meninggalkan Tirta yang menggeleng dibelakangnya.

"Dasar bocah, mau sampai kapan kayak gitu."
.
.
.
.
.
Radi menatap bingung pada Regis yang sedari tadi hanya diam, Radi tidak biasa melihat diamnya Regis yang selalu banyak bicara. Tatapan bingung Radi tidak lepas dari Tirta yang sesekali melirik lewat kaca spion.

Janji?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang