46. Bingung

635 93 6
                                    


.
.
.
.
.
Tidak ada yang bisa dilakukan Tirta dan yang lain selain mencari keberadaan Radi saat ini. Sudah hampir dua minggu pemuda mungil itu menghilang, tidak ada yang bisa menghungiya sama sekali, ponsel Radi tidak aktif sejak hari itu, hari dimana mereka semua tau Radi menghilang.

Alia langsung pulang begitu megetahui bahwa Radi hilang, wanita itu sempat marah pada Abi juga Raefal saat mengetahui semuanya. Tapi kembali lagi, Alia dan Radi itu sama, mereka tidak akan bisa membenci seseorang.

"Tirta, belum ada kabar ya?" Tirta menggeleng, Alia memang sering datang kerumahnya akhir-akhir ini.

"Belum ada tan, maaf." Alia tersenyum lembut pada Tirta.

"Jangan minta maaf, ini bukan salah kamu." Tirta sebenarnya merasa bersalah pada Alia karena tidak bisa menjaga Radi.

"Tapi tan.." Alia menggeleng.

"Kamu udah melakukan yag terbaik utuk Radi, Tirta. Terlepas itu karena permintaan tante atau karena rasa suka kamu ke Radi." Tirta terkejut saat Alia membahas rasa sukanya pada Radi.

"Tante tau saya suka sama Radi?" Alia kembali tersenyum.

"Gak mungkin tante gak tau, kalau kamu selalu melihat Radi dengan tatapan penuh cinta."
.
.
.
.
.
Studio musik tempat Radi biasa berkumpul dengan empat bucinnya kini tampak sepi, sejak Radi menghilang aktivitas yang terjadi disana hanya sekedar menanyakan tentang perkembangan pencarian Radi. Baik itu Alvin, Vito, Juna atau Wira dan Dery, semuanya sibuk mencari keberadaan pemuda mungil itu.

"Sam dimana ya bang? Kenapa dia tiba-tiba pergi kayak gini, mana udah hampir dua minggu." Pertanyaan Vito tentang Radi membuat Dery menghela nafas.

"Gak tau Vit, mungkin Sam butuh waktu sendiri, kalian tau sendiri dia udah kasih kepercayaan buat Raefal sama papa nya tapi ternyata dia diperlakukan kayak gitu, mungkin Radi ngerasa dikhianati disaat bersamaan."

Brak

Empat pemuda yang sedang ada didalam studio itu menoleh kearah pintu studio yang terbuka dengan kasar. Ada Juna yang berdiri disana dengan nafas terengah, juga Haikal yang menyusul dibelakangnya.

"Lo bisa gak buka pintu pelan-pelan!" Vito langsung ngomel waktu tau oknum yang membuka pintu adalah Juna.

"Darurat." ucapan Juna membuahkan tatapan bingung dari keempatnya.

"Gue tadi baru aja dapet kabar, kalau ada surat atas nama Faresta Radi, mengajukan ijin cuti." empat pasang mata disana terkejut, mereka tidak menyangka bahwa Radi akan mengajukan cuti, disaat semua sahabatnya sedang bingung mencarinya.

"Lo gak bercanda kan?" Juna menggeleng, dia sendiri tidak percaya saat orang kepercayaannya dikampus mengatakan hal itu.

"Ada apa sih ini? Apa Faresta capek sama kita?" pertanyaan Juna sukses membuat Haikal menggeplak kepalanya keras.

"Kalau ngomong ya!" Juna nyengir takut, meskipun cantik, Haikal tetep gak akan segan mukul dia dengan keras kalau kesal.

"Maaf."
.
.
.
.
.
Gevan keluar kamarnya dengan terburu-buru, sesekali dia melihat sekeliling memastikan bahwa kedua kakaknya tidqk memergokinya keluar rumah semalam ini. Remaja seusia Regis itu harus memastikan suatu tempat.

"Heh bocil mau kemana lo?!" Gevan berhenti melangkah, remaja itu memejamkan matanya sejenak sebelum akhirnya berbalik.

"Mau kemana lo?" Bayu mengulangi pertanyaannya saat Gevan hanya diam tanpa menjawab.

"Kestudio bang." Bayu memicing tidak percaya.

"Semalem ini?" Gevan mengangguk, dia harus berbohong saat ini agar dia tetap bisa keluar.

"Ada janji sama bang Dery, gue kan minta bantuan tugas." Gevan mulai gusar saat Bayu masih terlihat tidak percaya.

"Kan lo bisa ketemu dikampus? Kenapa harus kestudio semalem ini." Gevan berdecak.

"Bang Dery free cuma malem hari bang, karena siang hari bang Dery nyari bang Sam, kita pun juga gitu." Bayu terdiam, memang benar ucapan Gevan, mereka sibuk mencari Radi saat siang dan baru berhenti saat malam.

"Jangan pulang terlalu malem." Gevan mengangguk, dia bernafas lega saat Bayu memberinya ijin untuk keluar.

"Kalau selesai gue juga langsung pulang bang." Gevan terdiam saat Bayu berbalik dan menjauh darinya.

"Untung aja."
.
.
.
.
.
Dery sedang menginap dirumah Wira saat ini. Keduanya sedang asik menatap layar televisi didepan sana. Tidak ada sorot mata panik dan khawatir dari keduanya, mereka benar-benar terlihat tenang, seolah hilangnya Radi bukanlah hal yang patut mereka ributkan.

"Bang, beneran gak papa gini?" Wira yang ditanya langsung menatap Dery.

"Apanya yang?" Dery berdecak kesal, Wira kadang erlihat sangat lemot.

"Itu, anak-anak nyari sampe kayak gitu, belum lagi bunda, aku takut." Wira tersenyum sebelum mengecup pipi Dery.

"Tugas kita itu cuma mastiin dia baik-baik aja yang, apa pun yang dia lakuin sekarang itu murni keinginan dia." Dery terdiam.

"Tapi aku kangen sama dia tau, kita gak pernah misah lama gini." Wira tertawa pelan. Dari awal yang dirisaukan Dery adalah jarak yang memisahkan mereka bertiga sementara.

"Tapi ini maunya dia yang, dia pingin menghindar dulu sementara, diperlakukan kayak gitu sama orang yang udah dia percaya itu pasti sakit." Dery mengangguk. Tentu saja itu sakit, jika tidak adik kecilnya tidak akan memilih pergi.

"Besok pulang dari kampus mau kesana ya." Wira hanya bisa mengangguk.

"Iya besok kita kesana."
.
.
.
.
.
Tirta benar-benar dibuat bingung saat ini, dia ingin sekali fokus mencari Radi, tapi pemuda itu bahkan tidak tau dimana dia harus memuli pencariannya. Tirta sadar jika dia belum terlalu mengenal Radi, pemuda mungil yang masuk kedalam keluarga om nya dan kebetulan memiliki nama dan wajah yang mirip dengan mendiang sepupunya itu sukses membuat hati Tirta berdebar kencang saat pertama kali mata keduanya bertemu.

Harus Tirta akui, jika dia memang sudah menjatuhkan hatinya pada si mungil yang dijuluki Samudra itu. Tirta memang melihatnya sebagaimana dia menatap Fares dulu, layaknya seorang kaka pada adiknua, namun hatinya selalu menolak melakukan itu.

"Aku harus cari kamu kemana lagi Di." Tirta bergumam saat ini dia sedang ada diklinik. Sedang membantu beberapa rekan sesama dokter juga perawat untuk menyiapkan keperluan yang perlu dibawah esok saat melakukan bakti sosial.

"Aku janji kalau aku nemuin kamu, aku gak akan lepasin kamu lagi Di, aku gak mau kehilangan lagi, apa lagi itu kamu." Tirta memejamkan matanya, dia sangat berharap jika dia segera menemukan Radi. Tapi dia ingat bahwa besok hingga tiga hari kedepan dia harus pergi kekota sebelah. Kesebuah kota dipesisir pantai untuk mengadakan bakti sosial.

"Tunggu aku ya Di, aku pasti bakal nyari kamu lagi."
.
.
.
.
.
Regis merengut kesal saat Tirta mengatakan dia tidak akan pulang selama tiga hari, dan baru bisa membantu mereka mencari Radi lagi setelah pulang.

"Harus banget lo pergi bang?" Tirta mengangguk, dia tidak mungkin meninggalkan kewajibannya kan.

"Iya, cuma sebentar kok Gis, tiga hari lagi abang pasti bantuin kamu sama yang lain nyari Radi lagi." Regis akhirnya mengangguk meskipun setengah tidak rela.

"Abang hati-hati disana." Tirta menepuk kepala Regis, bagaimana pun Regis tetap adik kecilnya.

"Bang, kalau bang Radi ketemu, lo gak mau nikahin dia gitu?"
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.
Up nih....
Ada yg kangen sma janji?
Malem ini satu chap dulu ya...
Karena mendekati ending, kayaknya gak seru kalau langsung di up banyak...

Aku kasih spoiler dikit ya, di chap depan bakal ada kapal yang berlayar juga kapal yang siap angkat jangkar...

Janji?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang