22. Nyaman

653 109 0
                                    


.
.
.
.
.
Regis menatap Radi yang sudah rapi dengan pakaiannya pagi ini. Masih pukul 6 pagi, tapi pemuda mungil itu sudah siap untuk kekampus.

"Pagi bener bang?" Radi tersenyum pada Regis yang baru saja beranjak dari ranjang. Semalam remaja itu cukup terkejut saat mengetahui Abi memberikan kamar Fares pada Radi.

"Ada kelas jam 7.30 Gis." Regis cemberut, jadi itu alasan Radi memintanya berangkat bersama Raefal.

"Balik jam berapa bang?"

"Paling jam 11 udah selesai, kenapa?" Regis hanya tertawa saat Radi bertanya.

"Gue samper kestudio ya bang? Terus kita jajan." Radi hanya bisa mengangguk.

"Ya udah gue berangkat dulu kalau gitu." Regis berjalan mengekori Radi yang berjalan keluar kamar. Dibawah keduanya langsung berpamitan pada Alia.

"Tante, aku pulang dulu." Alia mengangguk saat Regis brpamitan padanya.

"Radi berangkat bun." Alia menahan tangan Radi saat putranya itu akan melangkah keluar.

"Kamu gak sarapan dulu?" Radi menggeleng.

"Nanti Radi sarapan dikampus aja bun, Radi berangkat ya."
.
.
.
.
.
Tirta menatap tidak percaya pada Regis saat Raefal mengatakan bahwa dia akan berangkat kekampus bersama Regis. Bukan hanya Tirta karena Arum juga menatap Regis tidak percaya, meskipun senyum tetap tersemat diwajahnya.

"Regis beneran mau bareng Raefal." Regis berdecak kesal saat Arum kembali bertanya.

"Kalau bunda nanya gitu lagi, mending aku berangkat sendiri." Arum tersenyum melihat Regis yang merajuk.

"Ya udah sana kamu berangkat, Raefal udah nunggu didepan." Regis mengangguk dan segera beranjak kedepan, dimana Raefal sudah menunggu bersama Tirta.

"Bang, gue berangkat dulu, ayo." Raefal hanya bisa mengikuti langkah Regis keluar dari rumah.

"Hati-hati, jangan gebut." Tirta berteriak saat melihat Raefal hampir terjungkal karena Regis melajukan motornya tanpa aba-aba.

"Adek kamu udah berangkat bang?" Tirta mengangguk saat Arum bertanya.

"Udah baru aja bun." Tirta mendekati Arum dan mencium pipinya.

"Kamu itu, cari pacar sana, dari pada nyium pipi bunda terus." Tirta hanya tertawa saat mendengar perintah sang bunda untuk mencari pasangan.

"Nanti deh bun, belum nemu yang cocok." Arum menggeleng mendengar jawaban Tirta.

"Tapi Regis tumben sih bang, mau bareng sama Raefal?" Tirta mengedikan bahunya sebelum mengingat jika Radi menginap dirumah Abi.

"Paling juga karena Radi yang nyuruh bun." Arum terdiam mendengar nama Radi di sebut.

"Radi? Tapi kenapa Regis bisa nurut sama dia ya bang?" Lagi-lagi Tirta mengedikan bahunya.

"Gak tau bun."
.
.
.
.
.
Radi mendengus kesal saat kelasnya tiba-tiba dibatalkan, padahal dia sudah berangkat pagi. Rasa kesal karena kelas yang dibatalkan membuat Radi berdiam didalam studio, mengabaikan seruan dari Alvin juga Vito.

"Sam, main yok jangan diem aja kayak patung." Radi hanya melirik sebentar sebelum memilih memejamkan matanya.

"Sam doang emang yang kesel waktu kelas batal." Kali ini Alvin mencoba membuka suara.

"Diem deh, dari pada kalian ngoceh mulu mending pergi kekantin sana." Alvin dan Vito saling memadang bingung.

"Ngapain kekantin?" Radi menegakkan tubuhya saat Vito bertanya.

Janji?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang