49. Memaafkan

635 90 21
                                    


.
.
.
.
.
Tirta menatap Radi yang termenung di depannya, beberapa hari lalu, pemuda mungil itu tiba-tiba mengatakan bahwa dia akan pulang, tapi tidak ingin dibawa kerumah milik Abi, dia ingin pulang kerumahnya sendiri kerumah milik sang bunda.

"Radi, jangan ngelamun." Radi sedikit tersentak saat Tirta menyentuh tangannya.

"Bang, abang pokok nya harus temenin aku nanti." Tirta ingin tertawa mendengar Radi merengek seperti itu.

"Tumben, kamu takut sama mereka? Sahabat-sahabat mu itu?" Radi mengangguk.

"Takut mereka ngamuk, kan serem. Badan mereka lebih gede dari aku." Tirta benar-benar tertawa begitu Radi mengatakan soal badannya yang kecil.

"Gak papa kamu kecil, enak buat dipeluk." Radi merengut, dia bisa merasakan pipinya panas. Tirta memang selalu bisa membuatnya malu.

"Bang Tirta ih, nanti abang kasih tau bunda sama Regis aja ya." Tirta akhirnya mengangguk kecil. Mungkin memang lebih baik radi bertemu dengan keluarganya dulu, baru bertemu dengan teman-temannya.

"Iya nanti aku bilang ke bunda sama Regis, tapi gak keberatan kan kalau ayah sama bunda ku ikut?" Radi mengangguk.

"Asal bukan Raefal sama om Abi, gak mau ketemu mereka."
.
.
.
.
.
Alia menatap heran saat Tirta memintanya ikut, pemuda itu bahkan mengabaikan pertanyaan Abi dan Raefal.

"Tunggu, kamu mau ajak tante Lia kemana?" Tirta yang memang sudah tidak bisa lagi bersikap baik dihadapan Abi langsung berdecak.

"Om gak perlu tau aku mau ajak tante Lia kemana dan ketemu siapa." Abi dan Raefal tampak tidak setuju. Meskipun Raefal tidak berani mengatakan apapun.

"Kalau gitu om gak ijinin kamu ajak tante Lia." Tirta tersenyum sinis, apa lagi melihat Alia hanya diam.

"Aku gak perlu ijin om buat bawa tante Lia ketemu sama anaknya." Alia, Abi dan Raefal langsung menatap Tirta lekat.

"Kamu sudah ketemu sama Radi?" Tirta mengangguk saat Alia bertanya dengan mata berkaca-kaca.

"B-bang Tirta, E-efal ikut ketemu bang Fares." Tirta langsung menggeleng.

"Radi gak mau ketemu lo atau pun om, bahkan aku perlu waktu dua minggu buat ngebujuk dia pulang dan ketemu sama tante Lia, jadi aku gak akan bawa lo ketemu sama dia." Raefal langsung menunduk, Tirta benar-benar tidak bisa memaafkannya.

"Bawa tante ke Radi Tirta." Tirta langsung bangkit begitu Alia siap untuk pergi.

"Tirta ijin kan om ketemu sama Radi, Lia tolong." Alia menatap Tirta meminta persetujuan tapi pemuda itu menggeleng.

"Radi sendiri yang mengatakan bahwa dia tidak ingin bertemu kalian."
.
.
.
.
.
Tirta sengaja hanya memberitahu Alia, dia ingin supaya Alia selaku bunda dari pemuda mungil itu bertemu lebih dulu dengan Radi.

"Tirta, kamu ketemu Radi dimana?" Tirta yang sedang fokus menyetir lansung menatap Alia lewat kaca spion.

"Saya ketemu Radi waktu bakti sosial waktu itu tante, penginapan kami ada tepat didepan rumah yang ditinggali Radi." Alia menghela nafas, kenapa dia tidak kepikiran untuk mengecek kerumah pantai itu.

"Jadi Radi ada disana selama ini, dia baik-baik saja kan?" Tirta tersenyum.

"Nanti tante bisa lihat sendiri bagaimana keadaan Radi." Tirta sangat tau jika Alia sangat merindukan Radi.

"Radi mungkin akan sulit maafin om Abi sama Raefal tante." Tirta bisa melihat Alia mengangguk.

"Tante tau Tirta, meskipun Radi kelihatannya bisa cepat melupakan apa yang dia alami, tapi nyatanya anak itu selalu menyimpan semuanya. Sejak awal sudah cukup susah meminta Radi untuk bertemu dan menerima mas Abi sebagai ayah baru nya, juga Raefal sebagai adiknya." Tirta sudah tau banyak tentang hal itu. Radi yang secara suka rela menceritakan tentang pertemuan pertamanya dengan Raefal bahkan penilaiannya pada Abi.

Janji?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang