30. Ketakutan

603 105 5
                                    


.
.
.
.
.
Radi meringkuk diatas ranjangnya, tubuhnya masih gemetar karena takut. Setelah Tirta mengantarnya pulang kemarin, pemuda mungil itu langsung mengunci semua pintu dirumahnya, bahkan pintu gerbang rumahnya. Radi membuat seolah rumah mewah milik Alia itu sedang tidak berpenghuni.

Ingatan saat Bima menariknya, memukul bahkan membentaknya tadi kembali terulang didalam kepala Radi. Radi rasanya ingin berteriak karena semua itu, tapi dia tidak bisa melakukannya.

Radi memejamkan matanya, mencoba untuk terlelap. Dia lelah, sejak kemarin dia sama sekali tidak bisa tidur. Setiap kali memejamkan mata, Radi seperti mendengar suara bentakan Bima. Hal itu membuat si mungil was-was. Ditambah lagi sejak semalam Radi terserang demam, tubuh mungilnya terasa sangat sakit semua, anggota tubuhnya yang terkena pukulan juga cambukan Bima kemarin terasa berdenyut menyakitkan.

"Bunda." Radi bergumam memanggil sang bunda dengan mata terpejam. Sepertinya pemuda mungil itu tengah mengigau.

"B-bunda takut."

"S-sakit bun."

"B-bunda..."

Radi tidak berhenti mengigau, gumaman-gumaman tidak jelas terus saja keluar dari bibir tipisnya yang terlihat pucat.

"Hiks...hiks..."
.
.
.
.
.
Alvin menggerutu sepanjang hari, baik dikelas maupun distudio. Alasannya karena Radi tidak datang kekampus hari ini, pemuda mungil itu bahkan tidak mengatakan apapun kecuali pesan yang mengatakan dia sedang malas kuliah. Dery yang melihat Alvin terus menggerutu sebenarnya cukup kesal, tapi mau bagaimana lagi, dia tau Alvin khawatir pada Radi, begitu juga dirinya yang mengkhawatirkan sosok yang sama.

"Vin, gak usah ngomel, kesel sendiri kan." Dery menggeleng saat melihat wajah merajuk Alvin.

"Gue khawatir sama Sam bang, terakhir pesan gue dibaca tadi jam sepuluh, sekarang udah jam dua bang, abang gak khawatir emang?" Dery berbalik dan menatap Alvin, sebelum akhirnya menghela nafas.

"Lo kayak gak tau Sam aja, dia kalau udah bilang males pasti ujungnya diem distudio, mana denger meskipun hpnya bunyi." Alvin ikut menghela nafas, membenarkan ucapan Dery.

"Kayaknya emang gue yang terlalu parno bang."
.
.
.
.
.
Tirta mengernyit saat Alia datang kerumahnya dan menitipkan Radi juga Raefal untuk beberapa hari pada keluarganya, karena dia harus menemani Abi keluar kota. Tirta melirik Regis yang baru saja akan berangkat kuliah, yang membuat Tirta aneh adalah Regis sama sekali tidak menolak saat Arum menyetujui permintaan Alia.

"Regis baru mau berangkat?" Regis mengangguk dan tersenyum pada Alia.

"Iya tante, ada kuliah siang." Alia tersenyum lembut pada Regis, Tirta yang memperhatikan itu baru sadar jika Radi adalah duplikat dari sang bunda, terutama senyum keduanya.

"Makasih ya Arum, kalau gitu aku pamit dulu, mas Abi pasti udah nunggu dirumah." Arum mengangguk dan tersenyum.

"Hati-hati ya mbak, kalau mas Abi genit mbak dorong aja dari jendela." Alia tertawa mendengar gurauan Arum.

"Ah iya Tirta, Regis, kalian kalau mau main kerumah, ini kunci rumah tante, kali aja Radi diem distudio waktu kalian kesana." Tirta menerima kunci yang disodorkan Alia padanya.

"Iya tante." Arum tersenyum melihat Tirta.

"Kalau gitu tante pamit ya." Tirta tersenyum saat Alia berlalu dari rumahnya.

"Radi itu mirip sama bundanya ya bang." Tirta mengangguk, saat mendengar ucapan Arum.

"Bang, bun, aku berangkat." Arum mengangguk saat Regis menyalaminya.

Janji?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang