42. Drop

709 89 6
                                    


.
.
.
.
.
Radi mengerjapkan matanya yang tiba-tiba berkunang-kunang. Kepalanya terasa sangat pusing, mungkin karena efek tidak tidur semalaman, ditambah dia juga memaksa matanya terus menatap layar. Tingkah Radi tadi tidak luput dari perhatian Juna, pemuda itu mengepalkan tangannya saat ingat bahwa ada orang yang menjahili Radi sampai seperti itu.

"Gue duduk sini!" Radi dengan cepat menoleh saat merasakan seseorang duduk disebelahnya, dia melihat Juna yang memasang wajah datar sambil menatapnya.

"Tidur aja kalau lo ngantuk, nanti gue kasih tau kalau ada tugas." Radi menunduk dan menggeleng. Dia memang suda tidak bermasalah dengan Juna, ntah kenapa tiba-tiba pemuda disebelahnya itu, datang padanya dan meminta maaf, bahkan Juna juga mengatakan jika dia ingin berteman dengan Radi.

"Ck, dibilangin ngeyel, keras kepala lo!" Radi tersenyum tipis, bagaimana pun perlakuan Juna dulu, Radi sebenarnya tau, jika ada sorot menyesal dimata Juna setiap kali pemuda itu mengganggunya.

"Diem aja Jun, perhatiin aja nanti kalau ada dosen." Juna kembali berdecak, tapi dia mengikuti ucapan Radi untuk diam.

"Gue gak bakal lepasin orang yang jahilin lo, gue pastiin gue bakal temuin orang itu." Radi kembali tersenyum, meskipun Juna bergumam tapi Radi masih bisa mendengarnya dengan sangat jelas.

"Jangan pernah cari masalah cuma gara-gara gue Jun." Juna melirik tidak suka saat mendengar gumaman Radi.

"Gue kan emang biangnya masalah Rad, jadi jangan khawatir. Siapa sih yang berani macem-macem sama gue disini." Radi menghela nafas, dia tau tidak akan ada yang berani macam-macam pada cucu pemilik kampus itu.

"Jun, kalau seandainya lo tau orang itu, tolong cukup kasih tau gue aja ya, biar gue yg ngatasin." Juna memalingkan wajahnya saat Radi menatapnya dengan tatapan memohon. Juna tentu saja tidak kuat dengan tatapan Radi yang seperti anjing kecil itu.

"Ck, iya-iya."
.
.
.
.
.
Raefal mengepalkan tangannya, lagi-lagi Radi tidak mau menemui siapapun. Pemuda mungil itu sudah mengurung diri distudio sejak kelasnya selesai, Wira dan Dery juga menemani pemuda itu tadi, tapi sekarang keduanya harus pergi karena ada kelas dan bimbingan, sedangkan Radi sekarang ditemani oleh Alvin, karena Vito sedang bertemu dengan Juna untuk membahas sesuatu.

"Bang Fares kenapa gak mau nemenin aku sih." Gevan yang mendengar langsung menatap tidak suka pada Raefal.

"Bang Sam itu lagi ngebut tugas biar nilainya gak turun, ngerti dikit lah jadi anak!" Raefal tidak terkejut saat mendengar ucapan ketus Gevan.

"Aku ngerti kok, tapi masa tugas nya lebih penting dari aku, aku kan adeknya." Gevan ingin tertawa sebenarnya. Memang sih Raefal adalah adik Radi sekarang, tapi siapapun tau Radi tidak akan peduli pada orang lain saat sedang berhadapan dengan tugas.

"Ngaku adek tapi gak paham kebiasaan abangnya, gimana sih?" Raefal terdiam, ucapan Gevan tepat menusuk kedalam hatinya.

"Kayak kamu ngerti bang Fares aja." Gevan tersenyum miring, seharusnya Raefal sudah tau tentang kedekatannya dengan Radi kan.

"Eits jangan lupa, gue bahkan pernah sekamar sama bang Sam waktu sma, dua tahun, diluar itu gue sama bang Sam satu basecamp yang sama, masih nanya lo gue ngerti bang Sam apa kagak??" Raefal semakin mengeratkan kepalan tangannya mendengar kalimat panjang Gevan.

"Apapun itu, bang Fares tetep punya ku!"
.
.
.
.
.
Radi kembali mengerjapkan matanya, sakit kepalanya kembali terasa, kali ini ditambah sakit diperutnya, sepertinya maagnya kambuh karena dia melewatkan sarapan dan makan siang. Tangan pemuda mungil itu mencengkeram erat perutnya, berharap sakitnya sedikit berkurang dan dia bisa kembali mengerjakan tugasnya.

Janji?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang