06. Apa hubungannya?

865 129 5
                                    


.
.
.
.
.
Pagi ini Regis bangun lebih awal dibanding biasanya, dia tidak sabar untuk pergi kekampus, apa lagi Radi yang akan menjemputnya. Kemarin saat Radi mengantarnya pulang, pemuda mungil itu mengatakan akan menjemputnya pukul 7, jadi disinilah Regis sekarang, diruang tamu rumahnya sambil menatap jam dinding yang masih menunjukan pukul 6.30 pagi.

Regis yang bangun pagi bahkan sudah bersiap untuk kekampus membuat Tirta yang baru saja bangun melongo heran. Ini pertama kalinya Tirta melihat Regis bangun sepagi ini, kecuali saat adiknya itu ingin joging.

"Gis, lo gak salah jam?" Regis yang mendengar suara Tirta langsung menoleh. Dia tersenyum manis pada kakaknya itu.

"Gak tuh bang, gue gak salah jam, gue ada kuliah pagi." jawaban Regis tetap saja membuat Tirta mengernyit heran.

"Sepagi ini? Bunda bahkan belum selesai bikin sarapan." Regis hanya tersenyum, membuat Tirta semakin dibuat bingung.

"Nanti gue sarapan di kampus bang." Tirta akhirnya hanya bisa menghela nafas saat Regis mengatakan itu.

"Ya udah lah abang mandi dulu." Regis mengangguk, dia tau meskipun libur Tirta akan tetap mandi pagi.

"Regis ada kelas pagi?" Regis yang baru saja membalas pesan Radi langsung mendongak mendengar pertanyaan bundanya. Tapi raut wajahnya langsung berubah datar saat melihat siapa yang berdiri disamping sang bunda, Raefal.

"Hm." Arum hanya menghela nafas saat Regis menjawabnya dengan deheman.

"Kebetulan, kalau gitu kamu bisa berangkat bareng sama Raefal ya Gis." Regis langsung menatap tidak suka pada Arum, saat sang bunda memintanya untuk berangkat bersama Raefal.

"Gak, suruh aja dia berangkat sendiri, punya kaki kan?" Arum menatap tidak suka pada Regis saat putra bungsunya itu berucap ketus.

"Regis, apa salahnya sih kamu berangkat bareng Raefal, kalian kan satu kampus." Regis berdecak kesal saat mendengar hal itu dari mulut sang bunda.

"Mau sekampus atau gak, aku tetep gak mau berangkat sama dia." Regis langsung bangkit dan meraih ranselnya, dia baru saja mendapat pesan dari Radi bahwa seniornya itu sudah ada didepan rumah.

"Regis, sekali aja ya, bunda mohon, Raefal gak ada yang nganter nih." Regis kembali berbalik dan menatap tajam pada Raefal yang hanya menunduk.

"Dia bisa naik taxi, dia udah kuliah dan dia udah sembuh. Dulu aja bang Fares sering jalan kaki waktu berangkat atau pulang sekolah karena papanya lagi-lagi lupa buat jemput, masa dia gak bisa sih berangkat ke kampus sendiri." ucapan dingin Regis sukses membuat mereka yang mendengarnya terpaku, lagi-lagi Regis mengingatkan mereka akan apa yang dialami Fares.

"Bun, udah jangan dipaksa lagi, biar abang yang anterin Raefal nanti." Raefal hanya bisa menunduk, meskipun hubungannya dengan Tirta membaik tapi hubungannya dengan Regis justru semakin parah.

"Gak usah bang, nanti biar Efal naik taxi aja." Tirta berjalan mendekati Raefal dan mengacak rambutnya.

"Udah nurut aja, kebetulan abang juga ada perlu dideket kampus kalian, jadi sekalian." Tirta berucap tenang, membuat Raefal tersenyum.

"Makasih ya bang."
.
.
.
.
.
Radi melirik pada Regis yang terlihat kesal. Dia tidak tau apa yang terjadi pada salah satu adik tingkatnya itu, sejak masuk kedalam mobil, remaja itu sudah terlihat kesal.

"Lo udah sarapan Gis?" Regis menggeleng sebagai jawaban.

"Lo gak ada pantangan makanan kan?" Regis balas menatap Radi.

"Gak ada bang, kenapa?" Regis mengernyit saat Radi hanya mengangguk dan tersenyum.

"Gue mau ajak lo sarapan ditempat langganan gue." Regis benar-benar tidak mengerti apa yang akan dilakukan Radi kedepannya. Senior mungilnya itu penuh kejutan.

Janji?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang