"Kapan berangkatnya, pa? Oh, sudah berangkat ya."
Seungmin memakan makan siangnya dalam diam. Tidak ikut campur dengan obrolan Minho dengan papanya. Suaminya itu mendorong gelas jus padanya tanpa lihat dia. Sibuk dengan ponsel di telinga. Seungmin sama sekali tidak masalah.
"Iya, kemarin kak Chan jumpai aku. Cuma memang nggak bisa lama-lama. Itu memang cuma tiga bulan, kan? Oh, bisa tambah ya. Nggak, nggak ada apa-apa. Iya, okay, terima kasih, pa. Jangan lupa makan siangmu."
Ponsel di tangan diturunkan. Minho lalu duduk di depan Seungmin. Meletakkan ponselnya di sebelah piring, lalu mulai memakan makan siangnya.
"Itu memang misi wajib atau bagaimana?" Tanya Seungmin. Dia penasaran.
"Namanya misi ya wajib dijalani, Seung. Tapi untuk anggota yang terlibat, beberapa ada yang memang ditentukan dari atasan dan ada juga yang ikut serta berdasarkan hasil seleksi. Dan untuk jadi tim perdamaian itu nggak mudah. Kak Chan pasti sudah seleksi dari jauh-jauh hari."
Seungmin awam soal hal seperti ini. Dipikir-pikir menjadi abdi negara pasti sangat sulit, tapi menjadi dokter pun sulit. Memang setiap profesi punya kesulitan tersendiri, tapi menjadi abdi negara punya level yang berbeda menurutnya. Karena yang dipertahankan bukan hanya satu orang, tapi satu negara.
"Kalau mau jadi dokter militer bagaimana caranya?"
Minho yang sudah siap-siap masukkan sesendok nasi dalam mulut urung. Wajahnya mendadak bengis. Dia tendang kaki Seungmin hingga pria itu meringis.
"Apa salahku?!" Pekik Seungmin dengan tangan pegangi tulang keringnya.
"Nggak usah aneh-aneh. Sudah bagus kamu jadi dokter di rumah sakit yang sekarang. Nggak enak jadi dokter militer."
"Memangnya kamu pernah merasakan?"
Minho meliriknya tajam. Nyaris buat Seungmin bergidik. "Nggak usah aneh-aneh!" Marahnya lagi. "Aku mau cerai saja kalau kamu nekat gabung militer."
Dia sudah lelah punya ayah abdi negara. Jangan sampai suaminya juga punya profesi yang sama. Pokoknya suaminya harus ada untuk dia kapan pun dia butuh. Walaupun percuma juga. Profesi dokter yang Seungmin punya terkadang tidak memungkinkan untuk itu.
"Sensi banget," gumam Seungmin. Tangannya terulur untuk usap rambut Minho, lalu bangkit dari duduknya untuk bereskan bekas makanannya. Dia tertawa kecil saat Minho menepis usapan tangannya.
"Mau liburan nggak?" Tanya Seungmin sambil cuci piring.
Minho memerhatikan punggung suaminya yang berlapis kaos tanpa lengan. Otot lengannya nampak jelas dari belakang. Dan bahunya juga terlihat lebih lebar.
Kepalanya menggeleng. Apa yang dia pikirkan. Minho pukul kepalanya pelan. Serius, dia tidak bohong. Kalau boleh jujur, dia selalu horny tiap kali liat bahu Seungmin. Memang hormon sialan. Untung sudah nikah dan sah jadi suaminya, jadi tidak apa-apa kalau sedikit dikhayalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMOUROUS | 2MIN [✔]
FanficMinho sudah muak dengan tanya-tanya tidak penting yang selalu dilontarkan. Dia pikir dengan jujur akan buat papa kapok untuk tanya lagi, tapi ternyata tidak. "Jadi, kapan kamu mau nikah?" *** Begitu pun Seungmin, dia tidak lagi mau dengar pertanyaan...