Hyunjin menatap lurus meja kerjanya. Dia sebenarnya bosan hidup diatur terus menerus, tapi apa mau dikata kalau sudah begini adanya.
Ketukan pada daun pintu menghancurkan acara melamun pria muda itu. Disusul suara sekretarisnya, Jisung, yang minta izin untuk masuk.
"Lee Juyeon ingin bertemu dengan anda, pak."
"Ya, suruh masuk."
Hyunjin dengan wajah seriusnya menilik sosok Juyeon yang masuk ke ruangannya. Buat dokter itu menggaruk belakang lehernya malu karena terlalu diperhatikan.
"Duduk," suruh Hyunjin. Dia tunjuk kursi di depannya dengan dagu. "Jadi, bagaimana?"
"Santai sajalah. Aku bisa berubah pikiran kalau kamu kaku begini," balas Juyeon. Dia perhatikan ruang kerja Hyunjin yang rapi dan punya banyak hiasan yang artistik. Jiwa seninya tinggi tidak seperti Juyeon yang tahunya baca jurnal dan buku kedokteran saja. Paling jauh juga cuma foto bocil di rumah sakit ala-ala sok aestetik.
"Harusnya kamu menawari calon suamimu sesuatu, air putih pun jadi," lanjut Juyeon lagi. Masih belum berani menatap Hyunjin.
Hyunjin refleks menolehkan kepalanya pada Juyeon. Matanya terbuka lebar begitu pun mulutnya. "KAMU NGGAK BERCANDA, KAN?!"
Juyeon memegang dada kirinya. Kurang ajar, dia terkejut. "Biasa saja bisa nggak?" Tanya pria itu, lalu dengan jari telunjuknya dia dorong dahi Hyunjin mundur. Saking terkejutnya pria berambut gondrong itu sampai hampir memanjat meja kerjanya.
Hyunjin pun duduk. Namun tidak sampai lima detik dia tumpukan sikunya lagi di atas meja dan maju dekatkan wajahnya ke arah Juyeon. "Serius?" Tanyanya sekali lagi.
"Aku nggak bilang apa-apa," balas Juyeon. Dokter anak itu melihat kotak permen di sebelah komputer Hyunjin, mengambilnya, dan dimakan satu buah.
Meski jawabannya sedikit ambigu, Hyunjin tahu Juyeon setuju. Namun kemudian senyumnya luntur, "sebenarnya percuma," katanya sambil duduk tenang di kursinya.
Wajah Juyeon langsung sinis, "percuma bagaimana maksudmu?"
Padahal dia sudah memikirkan ini berhari-hari. Kalau ujungnya percuma buat apa.
"Nenek sudah menjalankan rencananya," balas Hyunjin. Juyeon jelas terkejut dengan informasi itu. Dia siap buka suara, tapi Hyunjin lebih dulu angkat suara. "Tapi kita bisa tetap menikah."
"Maksudmu?!"
Hyunjin pejamkan matanya. Hujan lokal jatuh ke wajah tampannya secara tiba-tiba. Dia usap wajahnya kasar, lalu tatap pria di depannya. "Kamu dokter anak, tapi kelakuanmu tidak ada lembut-lembutnya sama sekali."
"Tidak ada hubungannya, Presdir Hwang. Kalau memang nenekmu sudah melakukan rencananya, lalu untuk apa kita menikah? Dan lagi, kamu tau nenekmu berniat buruk pada saudara iparmu, tapi kamu diam-diam saja. Saudara macam apa kamu ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AMOUROUS | 2MIN [✔]
FanficMinho sudah muak dengan tanya-tanya tidak penting yang selalu dilontarkan. Dia pikir dengan jujur akan buat papa kapok untuk tanya lagi, tapi ternyata tidak. "Jadi, kapan kamu mau nikah?" *** Begitu pun Seungmin, dia tidak lagi mau dengar pertanyaan...