Pagi ini Ibu Kota Jakarta sedang menangis, berakhir dengan ditiadakannya upacara bendera. Semilir angin yang menyapa, membuat beberapa orang dilanda kantuk. Tetapi harus ditahan, demi menuntut ilmu di sekolah. Jika hasutan datang, mungkin lebih memilih menarik selimut kembali. Bisa juga memilih memakan mie instan berkuah untuk menghangatkan tubuh.
Namun, semua itu tidak berlaku untuk Aesthetic dan Ameera. Keduanya sedang menuju ke sekolah dengan menaiki bus.
"Kalau gue khilaf, gue sudah tidur lagi di rumah lo, The. Enak banget hawanya sejuk begini." Ameera menatap air yang turun dari langit melalui kaca samping bus.
"Kalau Thetic sih mau mandi hujan. Rasanya tenang, beban yang kita rasain pasti lenyap. Ya, walau sementara." Aesthetic menimpali perkataan Ameera yang duduk di sebelahnya.
"Boleh juga tuh! Kalau hujan turun saat hari libur, kita mandi hujan saja gimana?" Ajak Ameera. Ia rasa itu bukan sebuah hal buruk.
"Tentu!" Aesthetic menerima ajakan tersebut dengan sukacita.
"Oke deh. Palingan ada waktu kok, karena gue balik ke rumah saja masih lumayan lama. Emm, boleh 'kan?" Ameera bertanya ke perempuan berambut pendek sebahu tersebut.
Aesthetic tersenyum sebelum menjawab, "boleh dong! Thetic enggak merasa kesepian juga di rumah!"
Keheningan melanda, tapi Ameera merasa ada yang memantau dirinya dan Aesthetic. "Kenapa, Me?" Aesthetic merasakan kegelisahan Ameera. Ameera menoleh, "The, lo ngerasain kayak ada yang memantau kita nggak?"
"Memantau kita?" Aesthetic celingak-celinguk dengan pelan. "Mungkin perasaan Ame saja. Thetic bawa semprotan air cabai kok, jaga-jaga saja. Buat Ame satu, kebetulan Thetic bawa dua." Aesthetic memberikan satu botol kecil tersebut ke Ameera.
"Thanks, Aesthetic."
Pedagang-pedagang yang menjual aneka makanan dan minuman sudah masuk ke dalam bus. Aneka jajanan tersebut bisa mengganjal perut selama perjalanan, dan minuman untuk mencegah dehidrasi.
"The, gue beli air putih kemasan ya. Lupa belum nyiapin tadi." Aesthetic mengangguk kecil. Lantas Ameera berdiri, menghampiri pedagang tersebut ke area belakang bus. Mungkin banyak yang lebih memilih untuk dihampiri, daripada menghampiri. Tapi Ameera jelas tidak tega, karena pedagang tersebut sudah memasuki usia lanjut, yaitu usia seorang kakek.
Aesthetic kembali mendengarkan lagu di handphone-nya melalui earphone. Matanya menilik ke kaca bus yang berembun. Jari mungilnya menari di kaca bus, mengukir simbol love atau simbol hati. Aesthetic memang suka duduk di pojok dekat dengan kaca bus, karena lebih leluasa melihat pemandangan di luar sana. Merasakan adanya pergerakan di kursi sebelah, Aesthetic langsung menoleh. Pasti Ameera sudah selesai membeli air putih kemasan.
Namun alangkah terkejutnya Aesthetic, karena yang didapati olehnya bukan Ameera. Melainkan sosok lelaki yang sedang menatap ke arahnya, menjadikan salah satu tangan sebagai tumpuan wajahnya. Menatap ke arah Aesthetic dengan pandangan lembut. Mengedipkan kedua matanya yang terbalut kacamata dengan gerakan slow motion, membuat kesan seperti bayi mungil itu tercetak jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
MiStic (Mickey and Aesthetic)
Teen FictionGadis mungil yang polos, lugu, bermata bulat indah, dan beraroma bayi membuat orang-orang di sekitarnya tenang. Gadis tersebut bernama Aesthetic. Iya, Aesthetic, nama yang langka bukan? Sama seperti karakternya yang langka dan unik. Polos, tapi tid...