🪄 CHAPTER 18: Pagi dan Malam 🪄

74 29 14
                                    

"Halo?"

"Halo, Ame. Ini Saya."

Terdiam untuk beberapa menit dari seberang sana. "Ada apa, Kak?"

"Boleh bicara? Diluar konteks sekolah dan pelajaran Saya. Bagaimana?" Harap-harap, cemas. Pak Jamal melipat bibirnya ke dalam, menunggu jawaban dari Ameera.

"Maybe, yes. Memangnya tentang apa, Kak? Kayaknya, penting banget, sampai Kakak rela telepon jam segini." Di seberang sana, Ameera tengah menatap langit-langit kamar yang sempat ia tinggalkan beberapa hari yang lalu. Kembali ke rumah lagi, yang rasanya sama lagi. Ameera terbiasa dengan keadaan seperti ini. Tenang, tapi bukan ketenangan seperti ini yang diharapkannya. Bagi Ameera, ketenangan ini lebih mengarah ke kesepian.

Sudah bilang sepi sunyi, bukan? Dengan demikian, degupan jantungnya terdengar jelas. Ameera menutup kedua matanya, degupan ini seakan berlomba, membuat sensasi aneh di dalam dirinya. Huh, apa jatuh hati selalu seperti ini?

"Ame, bisa bertemu malam ini?" Suara Pak Jamal terdengar kembali, membuat Ameera membuka kedua mata indahnya.

Pak Jamal menahan senyum, tiap mendengar suara dari perempuan yang tengah mengisi hatinya. "Nggak jadi lewat telepon saja, Kak?"

"Saya berubah pikiran. Lebih baik face to face untuk membicarakan topik ini."

~ 🪄 ~ 🪄 ~ 🪄 ~

Beruntung belum terlalu malam, kedua insan tersebut tetap melancarkan pertemuan dadakannya. Suasana langit malam dari atas rooftop terlihat indah. Ya, Pak Jamal dan Ameera sedang berpijak di atas rooftop sebuah cafe. Bagaimana bisa? Segala kenekatan meminjam kunci cafe yang pemiliknya merupakan teman dari Pak Jamal. Rela mengganggu waktu istirahat teman semasa kuliahnya, dan menawarkan penawaran yang sangat bagus, atau bisa dibilang penyogokan.

Masih dalam keadaan senyap, belum ada yang berbicara. Mata keduanya masih melihat ke arah depan, dengan kedua tangan ditaruh di atas pembatas rooftop.

"Kenapa Saya nggak dibolehin menjemput?" Ameera menoleh ke arah kirinya, mendapati laki-laki yang kini juga mendapati dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kenapa Saya nggak dibolehin menjemput?" Ameera menoleh ke arah kirinya, mendapati laki-laki yang kini juga mendapati dirinya.

"Iya, karena Kakak nekat. Lagipula, Ame diantar oleh Pak supir. Selama orang-tua Ame masih bekerja, Pak supir yang mengawasi Ame dan bertanggung jawab atas Ame." Benar semua perkataan yang terucap dari bibir Ameera. Pak Jamal memang nekat menjemput tadi, beruntung masih bisa dicegah oleh Ameera. Bukan tanpa alasan juga, Pak Jamal melakukan hal tersebut. Dikarenakan Ameera perempuan, Pak Jamal ingin memastikan sepenuhnya bahwa Ameera aman dan selamat ke cafe yang dituju, plus tujuan mereka 'kan sama.

Dari segi guratan cara Ameera berbicara, Pak Jamal paham, bahwa Ameera merasa kesepian. Kesepian dengan segala kemewahan yang ada, tapi tidak mengenai kedekatan dengan figur orang-tua. Pak Jamal paham, tapi tidak ingin bertanya lebih lanjut untuk sekarang. Mudah untuk mengetahui, karena hal tersebut pernah dialami oleh adiknya, yaitu Bandung. Pak Jamal langsung melakukan yang seharusnya dilakukannya, sebagai kakak dari Bandung, memberi penjelasan, pengertian, dan tempat serta waktu dari dirinya sendiri. Mengingatnya, Pak Jamal juga ingin melakukan, dan memberikan itu semua untuk perempuan yang berdiri di sebelahnya.

MiStic (Mickey and Aesthetic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang