🪄 CHAPTER 13: Ini Sebuah Kesalahan? 🪄

111 44 47
                                    

Rekomendasi: Silahkan play lagu Here's Your Perfect - Jamie Miller 🎶

"Terkadang menjadi cuek itu lebih baik, daripada peduli tapi nggak dihargai."

- Bandung -










~ 🪄 ~ 🪄 ~ 🪄 ~

Aesthetic tidak mengeluarkan satu kata pun, ia memandang lurus jalanan yang Bandung tempuh.

"The?" Bandung memanggil, karena dirinya tidak mendengar Aesthetic bersuara lagi. Panggilan Bandung pun tidak dibalas Aesthetic, walau hanya dengan dehaman sekali pun.

Bandung tersenyum, menepikan sepedanya di pinggir jalan. "Kenapa berhenti?" Akhirnya, Aesthetic bertanya dan mengeluarkan suaranya kembali. Bandung menoleh ke belakang, untuk melihat wajah imut perempuan yang ia sukai dari lama. "Enggak usah dipikirin ucapan gue tadi." Aesthetic melipat bibirnya ke dalam saat mendengar kalimat tersebut, lantas Bandung melanjutkan. "Maaf, kalau lo risih akan kelakuan dan ucapan gue. Ini berlaku untuk kelakuan yang sekarang, dan masa SMP dulu." Bandung benar-benar tulus meminta maaf.

"The, maafin anak kecil ini, ya! Gue usahakan buat nggak mengganggu lo lagi. Gue akan lepas semua kelakuan yang membuat lo risih. Gue... Gue lepas perjuangan gue yang bertujuan jelas, ingin lo tau gambaran sesayang apa gue ke lo. Perasaan gue ke lo itu bagaimana. Mungkin cara gue keterlaluan. Maaf."

"Gue enggak tau apa yang gue rasakan ini sebuah kesalahan? Apa pasangan yang terdiri dari laki-laki yang berumur lebih muda, dan perempuan yang lebih tua itu sebuah kesalahan?" Bandung mengatakan isi pikirannya dengan nada yang tenang. Isi pikiran yang dominan sebuah unek-unek, dan Bandung berhasil mengeluarkannya tanpa amarah dan nada menyakitkan.

"Pada akhirnya, anak kecil ini kalah juga." Kalimat paling akhir dari Bandung membuat Aesthetic merasakan sesak. Ia tidak tega, sungguh tidak tega. Aesthetic memang tipikal orang yang tidak tegaan, lumayan susah untuk mengatur perasaan tidak tega itu. Hanya saat-saat tertentu, Aesthetic bisa mengatur jika ada alasan yang benar-benar kuat. Misal, lawannya yang menyerang duluan tanpa ada kesalahan dari Aesthetic.

Lagi, Aesthetic hanya mendengarkan Bandung bicara tanpa membalas. Ucapan Bandung pun ditutup dengan sebuah senyuman, entah itu senyuman yang biasa dipancarkan atau bukan. Terlepas dari itu semua, satu hal yang pasti, senyuman Bandung selalu meneduhkan siapapun yang melihatnya.

Dirasa tidak ada yang ingin diucapkan lagi, Bandung mengayuh sepedanya yang sempat terhenti sebentar. Kini kayuhan Bandung terhenti, karena sudah sampai tujuan. Aesthetic melihat rumahnya dari luar pagar. Sepi itu terasa, menandakan Ameera belum pulang.

"Bandung, terima kasih atas tumpangannya." ucap Aesthetic ke laki-laki yang masih duduk di atas jok sepeda. Bandung merespon dengan anggukan kepala. Kini, kedua insan tersebut terjebak belum masuk ke rumah masing-masing, karena kunci rumah dibawa. Kunci yang satu dibawa oleh Pak Jamal, dan yang satunya lagi dibawa oleh Ameera. Itu pun karena Aesthetic yang memberikan saat di sekolah.

Tidak ada percakapan yang mengusir keheningan diantara Bandung dan Aesthetic. Suasana yang dirasakan begitu canggung. Tujuh belas menit merasakan suasana yang begitu tidak mengenakkan, akhirnya sebuah mobil memasuki penglihatan keduanya.

"Thetic!" Itu suara Ameera yang baru turun dari mobil Pak Jamal.

"Ame kok bisa bareng Kak Jamal?" tanya Aesthetic. Orang yang ditanya sudah cengengesan, itu pun hanya bisa dilihat oleh Aesthetic. Melihat temannya itu cengengesan, Aesthetic hanya menggelengkan kepalanya pelan.

MiStic (Mickey and Aesthetic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang