🪄CHAPTER 24: KEMBALIKAN SENYUMKU🪄

66 23 15
                                    

Utamakan yang urusan, kegiatan, aktivitas yang lebih penting dulu, ya, sahabat MiStic🤍‼️

‼️Ambil yang baik-baik dari cerita MiStic, ya‼️

Selamat membaca🤍🐣

~ 🪄 ~ 🪄 ~ 🪄 ~

"Rahma, bisa tinggalkan papah dengan Rahmi berdua?"

Rahma menatap wajah sang papah yang tidak berubah. Rahma akui, papahnya termasuk jajaran orang yang awet muda. Ada rasa getir yang menusuk dirinya ketika membahas kata 'muda'. 'Muda' yang sangat memudahkan mereka retak. Siapakah yang harus disalahkan di sini?

"Untuk apa?" Rahma membalas dengan tatapan setengah hati. Ia tidak rela jika kembarannya kembali terluka. Luka Rahmi berarti lukanya juga. "Papah hanya ingin mengobrol sebentar dengan adikmu. Papah nggak ingin kehilangan kalian lagi, terutama Rahmi yang semakin hari semakin jauh. Rahma, hanya kamu yang bisa mengerti papah. Boleh, ya, Nak?"

Sret

Rahma merasakan ada sesuatu yang merobek hatinya. Kata demi kata yang meluncur dari mulut papahnya selalu memberi goresan. "Bukankah memang sudah hilang, Pah? Hilang karena keegoisan papah sendiri." Rahma mengambil napas sebentar, lalu melanjutkan kembali. "Papah nggak ingin kembali kehilangan itu caranya bagaimana kalau luka kami saja nggak bisa hilang, pah?! Papah 'kan yang sedari awal nggak menginginkan kehadiran kami. Seolah-olah kami yang mengekang papah dengan urusan penting bagi papah. Pah, anak itu nggak pernah tau kapan waktunya ia lahir. Apa pernah seorang anak yang meminta dirinya dilahirkan? Apa seorang anak tau kalau dirinya harus hadir? Apa aku dan Rahmi meminta untuk masuk di antara kehidupan papah dan mamah?"

"Maaf..." Cicit papah si kembar.

"Maaf, Nak." Kembali dengan kata maaf yang bisa diucapkan oleh papah si kembar.

Rahma mengusap wajahnya, guna mengganti ekspresi. Sudah menghabiskan waktu beberapa menit di restoran yang terkenal mahal ini. Selama itu juga si Rahmi belum kembali dari urusannya di belakang. "Final, papah boleh bicara dengan Rahmi dengan waktu nggak boleh lebih dari setengah jam."

Mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja makan, Rahma sudah siap untuk meninggalkan ruangan makan VIP tersebut. Sebelum benar-benar meninggalkan ruangan makan VIP, Rahma menatap wajah papahnya. Wajah sang papah yang kini cerah, sangat berbeda dengan yang sebelumnya. "Nggak boleh lebih dari setengah jam. Terus, papah jangan membuat Rahmi menangis lagi. Kalau Rahmi menangis karena papah, Rahma yang akan menarik Rahmi menjauh dari papah." Satu anggukkan kepala bisa Rahma lihat, "ya, sudah, Rahma pamit duluan keluar, Pah."

Papah si kembar membeku saat melihat uluran tangan di hadapannya. Dengan gerakan yang kaku, papah si kembar pun mengulurkan tangannya untuk Rahma melakukan salim. "Assalamu'alaikum, Pah!"

"Wa—Wa'alaikumussalam."

"Rahma kalau papah sudah selesai dengan Rahmi, papah akan membahas lebih detailnya dengan kalian berdua. Untuk sekarang, Rahmi dulu, ya, Nak?"

Tidak ada sahutan atau balasan karena Rahma sudah meninggalkan ruangan tersebut. Ya, itulah Rahma, menjadikan Rahmi sebagai tanggung jawabnya. Selama itu terus berlanjut maka dirinya tidak benar-benar pergi, melainkan hanya pergi untuk mengawasi. Mereka saling ketergantungan. Tidak ada sebutan keluarga selain diri sendiri dan kembarannya. Mamah? Wanita yang telah melahirkan si kembar entah dimana. Bagai ditelan bumi, si kembar tidak mendapatkan informasi mengenai wanita yang disebut mamah itu.

~ 🪄 ~ 🪄 ~ 🪄 ~

Rahmi telah kembali dari urusannya di belakang. Termasuk lama juga Rahmi di belakang yang seharusnya tidak selama itu. Sepuluh atau lima belas menit sudah cukup, tapi dirinya memang sengaja lama di belakang karena mempersiapkan diri bertemu papahnya. Mungkin menurut kalian ini termasuk berlebihan dan lebay. Namun, faktanya tidak semudah itu untuk Rahmi. Ia tidak sekuat dan setegar saudari kembarnya, Rahma. Ia akui, ia begitu lemah dan rapuh. Ia juga kesal selalu mengalami tremor setiap bertemu papahnya.

MiStic (Mickey and Aesthetic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang