"Stop, Mickey." Aesthetic bersuara setelah keheningan datang di dalam mobil. Tangan Aesthetic menunjuk ke suatu tempat, dan bersuara lagi, "kita makan disana saja, ya!"
Mata Mickey menatap ke arah yang ditunjuk Aesthetic. "Yakin mau makan pecel lele? Enggak mau burger?" Entah ini tawaran atau ledekkan.
Aesthetic menggeleng dengan semangat. "Pecel lele saja. Nih, aroma makanan pecel lelenya sudah sampai ke sini. Yuk, buruan turun."
"Jendela mobil saja ditutup semua. Gimana caranya itu aroma masuk ke sini?" Monolog Mickey heran.
"Dimohon segera turun dari mobil wahai Tuan muda. Thetic sudah kayak anak hilang nih!" Suara Aesthetic yang sudah keluar dari mobil duluan, membuyarkan keheranan Mickey.
Lantas Mickey tertawa dan segera mengacak rambut Aesthetic. Tak lupa membawa salah satu tangan Aesthetic, untuk bertautan dengan tangannya. "Bawel sekali Nyonya muda ini."
Ekspresi yang tak jelas sudah Aesthetic tampilkan. Entahlah, Aesthetic hanya masih mencerna yang barusan terjadi.
"Kita enggak menyebrang jalan, kenapa harus gandengan begini?" Setelah berhasil mengatur ekspresi wajah, Aesthetic mulai membuka mulutnya.
Mickey menarik dua kursi di tempat pecel lele tersebut. Pertama untuk Aesthetic, barulah setelah itu untuk dirinya sendiri. "Kenapa? Memang ada aturan yang bilang, kalau dua tangan bertautan itu saat menyebrang saja?" Mickey bertanya balik, tapi dengan menyatukan kedua tangan yang sempat terlepas tadi.
Aesthetic ingin membalas, namun tertahan dengan isi perutnya. Serasa ada kupu-kupu yang terbang di sana, membuat Aesthetic mengurungkan balasannya.
"Terserah Mickey. Sudah diam, kita mau makan. Jangan sampai nanti duri ikan lelenya nyangkut di kerongkongan!" Seru Aesthetic, setelah Mickey sudah memesankan pesanan mereka berdua ke salah satu pelayan.
Mickey tersenyum simpul. "Galak banget tunangan orang."
~ 🪄 ~ 🪄 ~ 🪄 ~
Rahma bosan. Adiknya si Rahmi sudah masuk ke alam mimpi, Ameera sedang mendengarkan musik melalui earphone, dan Aesthetic sedang mengetik cerita yang dibuat oleh dirinya sendiri. Jamkos atau jam kosong sedang menimpa kelas 11 IPA 2, makanya berbeda-beda aktifitas yang dilakukan para warga kelas.
"Gue gabut banget. Gue keluar kelas saja deh. Kalau ada guru nanti lewat, bilang gue lagi ke kamar mandi ya." Ujar Rahma ke Ameera dan Aesthetic. Tapi Rahma tidak yakin kalau si Ameera mendengar suaranya, karena dua telinga Ameera saja tersumpal.
"Oke, Ma." Jawab Aesthetic dan Ameera menanggapi dengan memberikan ibu jari.
"Lah, lo dengar, Me?"
"Lagunya baru banget selesai." Jawab Ameera.
Rahma hanya ber-oh ria, dan segera meninggalkan kelas yang hening itu. Berjalan tak tahu mau kemana, yang penting jalan saja. Rahma berjalan juga sangat berhati-hati, takut dicurigai guru-guru yang berlalu lalang.
"Siapa yang main piano?" Tanya Rahma entah pada siapa. Suara dari piano yang sedang dimainkan, membuat Rahma tenang dan terhanyut.
Rahma mendekat ke ruang musik, dan mengintip siapa yang main. Semoga saja ada orang dibalik ini semua, kalau tidak ada orang 'kan jadi seram.
Mata Rahma terbelalak melihat siapa yang sedang memainkan piano. "Geraldi?"
"Dibalik tingkah absurd-nya, ternyata dia punya bakat terpendam." Gumam Rahma yang masih betah mengintip pertunjukan dadakan Geraldi.
Terhipnotis, mungkin itulah yang Rahma alami saat ini. Benar-benar terhanyut dengan permainan piano Geraldi, ditambah mimik muka serius Geraldi yang jarang dilihat. Sampai akhirnya, sebuah bunyi menyadarkan Rahma.
KAMU SEDANG MEMBACA
MiStic (Mickey and Aesthetic)
Teen FictionGadis mungil yang polos, lugu, bermata bulat indah, dan beraroma bayi membuat orang-orang di sekitarnya tenang. Gadis tersebut bernama Aesthetic. Iya, Aesthetic, nama yang langka bukan? Sama seperti karakternya yang langka dan unik. Polos, tapi tid...