Na Jaemin.
Kisah hidupnya yang menyedihkan.
Kisahnya yang penuh luka.
Kisah masa lalu yang terasa begitu menyesakan ketika diingat.
Masa dimana orang-orang datang dan pergi silih berganti dari kehidupannya. Seseorang yang tak pernah ingin membenci, atau justru sebenarnya tidak paham untuk membenci.
Bahkan ketika cinta yang ia dapatkan dari orang-orang terkasih telah berubah menjadi kebencian, sampai saat itu pun ia tidak mengenal kebencian sepenuhnya. Pria itu mengenal kebencian ketika hadir seorang malaikat kecil dalam hidupnya. Malaikat yang menjadi alasan rasa cintanya hilang. Malaikat yang menjadi alasan ia bertahan hingga pada akhirnya harus menghilang.
Malaikat yang sangat ingin ia lindungi. Tangisan dan kata maaf yang selalu ia lontarkan dalam malam yang sunyi ketika sang anak terlelap. Melodi penghantar tidur yang pilu setelah hari yang melelahkan. Dentingan piano nya terdengar sendu dari jari-jari lentik yang indah. Tatapan dan senyum lembut yang menyembunyikan kesedihan.
Aku merindukannya.
Sebuah buket bunga mawar putih diletakan tepat di dekat sebuah foto. Dengan seorang pria bersurai coklat terang yang seiras dengan sosok di foto. Pria itu menatap foto itu dengan lekat.
"Na Jaemin." Gumamnya.
Hembusan angin seakan menyahuti gumamannya.
"Aku merindukanmu." Daegang menatap foto itu dengan senyum lembut. "Pada akhirnya semua orang datang kembali untuk mencarimu ketika sudah tidak ada lagi jalan untuk kembali." Daegang berdecih, meledek keadaan yang ia lihat saat ini. Membalikan fakta dan kebencian semudah membalik telapak tangan.
"Apa gunanya itu hahaha.."Daegang tertawa. "Tapi apakah aku sendiri punya jalan untuk kembali?" Daegang menatap foto itu dengan tatapan putus asa. "Aku sudah berjalan terlalu jauh, lalu apakah aku bisa kembali?" Hembusan angin kembali datang. Menghantarkan ketenangan yang membawa kesedihan itu semakin pekat.
"Kau disini?"
Daegang menoleh ke asal suara tersebut dan ia melihat Haechan datang dengan pakaian serba hitam dan sebuket bunga lainnya.
Tepat saat itu bunga yang Haechan pegang jatuh.
"Hei!" Daegang akan menegur karen bunga itu jatuh namun Haechan sudah terlanjur memeluknya dengan erat.
"Tetap diam seperti ini."
Kalimat itu membuat Daegang terdiam. Hening selama beberapa waktu sebelum akhirnya Haechan kembali berbicara dengan suara lirihnya yang parau.
"Aku merindukanmu Na." Haechan tersenyum dengan air mata yang berjatuhan. Sepasang matanya yang tertutup pun terbuka. Ia langsung memandang figura yang terpajang cantik di depan matanya.
Saat itu Haechan tersadar bahwa ia kembali melupakan kenyataan. Na Jaemin sudah tiada.
Sahabat masa kecilnya sudah pergi begitu jauh. Dan secara tidak langsung ia sendiri telah merusak kehidupan sahabat yang ia cari selama ini.
"Sudah puas memelukku?" Haechan tersenyum. Ia memeluk Daegang semakin erat tanpa lepas memandang figura tersebut.
"Sahabatku benar-benar sempurna." Haechan menumpu dagunya di bahu Daegang. Keduanya terdiam di tengah hembusan angin musim semi. "Bahkan begitu banyak orang yang mencintainya. Tapi aku terlalu bodoh, aku yang tidak tau diri ini.."
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR HEART
FanficNote: lanjutan book "Our Love", jangan coba-coba baca kalau gk kuat :") takut nanti nyesel :"), tapi makasih banyak kalau memang masih mau lanjut :") "Jika perlakuan mu kepada Na Jaemin di masa lalu mengatas namakan cinta mu yang membutakan segalan...