Note: lanjutan book "Our Love", jangan coba-coba baca kalau gk kuat :") takut nanti nyesel :"), tapi makasih banyak kalau memang masih mau lanjut :")
"Jika perlakuan mu kepada Na Jaemin di masa lalu mengatas namakan cinta mu yang membutakan segalan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Tidak ada namanya perpisahan yang indah dibelakang egoisnya cinta." [Ben - Bad]
🍂🍂🍂
Jeno tengah bersandar dengan lelah di kursi tepat di balkon. Ia memejamkan mata dan menikmati hembusan udara pagi. Pikirannya kembali melayang tertuju kembali ke hari sebelumnya, tentang bagaimana tangan Chenle yang bergetar dan nampak acuh ketika membicarakan tentang sepupunya yang bernama Han Daegang tersebut.
"Jeno." Renjun datang dan memeluk pria itu dari belakang. Keduanya memandang halaman dari balkon. "Bagaimana dengan ulang tahun Juno? Apa kau punya rencana?"
Jeno berdehem, pria itu menggenggam tangan istrinya dan memberi ciuman dengan lembut. "Sedang ku pikirkan, kenapa kau tidak mencoba bertanya pada eomma dan juga Taeyong hyung."
Renjun mengangguk. "Aku akan pergi menemui eomma dulu." Renjun mengecup pipi Jeno dan akan pergi, namun tangan Jeno menggenggam tangan Renjun. Menahan sosok itu untuk pergi.
Renjun menoleh dan tersenyum. Ia bisa melihat raut lelah yang ditunjukan suaminya.
"Ada apa hmm?"
Jeno memandang wajah cantik Renjun dengan sorot kagum. Keinginannya untuk bertanya tentang Chenle membuatnya urung, istrinya itu sedang sibuk memikirkan acara ulang tahun anak mereka dan ia tidak ingin membuat pikiran istrinya terbagi dengan permasalahan yang ia hadapi.
Jeno menepuk pipi Renjun dengan lembut dan menggeleng sembari tersenyum. "Tidak apa, pergilah." Renjun mencuri ciuman di bibir Jeno dan langsung pergi.
Jeno tersenyum dan kini kembali duduk bersandar di kursi. Menatap dedaunan kuning dari pepohonan yang berguguran dari hari ke hari.
"Han Daegang." Jeno mengucapkan nama itu dengan lirih. Selalu ada hal yang menggelitik perasaannya ketika menyebutkan nama tersebut. "Kau sungguh pria yang misterius."
🍂🍂🍂
"Hachii!" Daegang bersin secara tiba-tiba ketika ia dan Felix sedang sarapan. Felix mengambil tisu dan memberikannya pada Daegang yang dengan sigap menerima nya untuk membersihkan sekitar mulut dan hidungnya.
"Kurasa ada yang membicarakan ku." Felix menaikan salah satu alisnya. Memandang sang sahabat dengan intens.
"Bagaimana mungkin tidak ada yang membicarakan mu setelah insiden itu, kau merobek beberapa lembar kertas berharga itu di depan semua orang."
Daegang mengendikan bahunya dan kembali melanjutkan makan.
"Semalam bibi menelpon." Daegang memandang Felix. Felix tau, Daegang tidak akan berkutik jika itu sang ibu yang menelpon. "Ia mengatakan padaku, jika Daegang tidak mau disana. Dia bisa pulang kembali ke sini. Berdiam diri di negara orang bukanlah hal yang baik, terlebih lagi Daegang adalah orang yang cukup terkenal meskipun orang-orang tidak akan tahu bahwa ia adalah seorang CEO."