Ketika baru bangun tidur, apa hal pertama yang akan dilakukan?
Apakah cek HP?
Kalau baru membuka mata untuk ke sekian kali, Arasya sama sekali tidak berniat untuk membuka HP. Kenapa? Karena dia tahu kalau isi pesannya hanya berisi orang-orang yang ingin kenalan.
Menurut Arasya, untuk apa kenalan kalau ujung-ujungnya hanya menjaga jodoh orang. Hm. Kalian tidak usah tersinggung!
"Selamat pagi, para pemalas!" gumam Arasya sambil mengetik kalimat serupa pada grup Harlubis.
Setelah mengucapkan kalimat menusuk tersebut, Arasya segera beranjak dari kasur. Senyumnya kembali terlihat merebak. Dia mulai merapikan kasur, kemudian berjalan menuju kamar mandi.
Beberapa jam kemudian, Arasya yang sempat berpenampilan seperti gembel langsung berubah menjadi Cinderella. Gadis cantik tersebut memakai pakaian yang didominasi warna hitam.
"Cantik," ucap seseorang di belakang tubuhnya.
Arasya menoleh, ternyata orang tersebut adalah Papi Levi. Papi Levi sedang berdiri tegap sambil melipat kedua tangan di dada.
"Udah cantik sejak dulu!" balas Arasya dengan penuh percaya diri.
"Hahaha ... anak siapa, sih? Percaya diri banget," timpal Papi Levi dengan senyum ramahnya.
"Anak Papi Leviiii!" kata Arasya sambil berbalik badan.
Setelah menatap wajah putrinya secara keseluruhan, Papi Levi langsung paham bahwa Arasya memang sangat cantik. Pantas saja kampus elit tersebut memberi gelar primadona kepada Arasya.
"Kalo bukan anak Papi Levi, kamu enggak akan bisa jadi primadona di kampus," ujar Papi Levi, tidak kalah percaya diri, "Papi mah udah jago mengolah, mangkanya lahir kamu."
"Iiih ... mengolah apa, sih! Arasya masih polos, Papiii," rengek Arasya.
Papi Levi langsung mendekat, kemudian mengacak-acak rambut putrinya. Ternyata membesarkan seorang gadis adalah hal sulit. Hal paling sulit dalam hidup seorang ayah adalah melihat buah hatinya tumbuh besar, kemudian melepaskannya untuk menjadi istri seseorang.
"Tolong keluar dulu, Pi! Arasya mau ganti baju lagi."
"Udah cantik, ngapain harus ganti baju lagi?" tanya Papi Levi sambil menggaruk kepala bagian belakang yang tidak gatal.
Arasya pun menjawab, "Pakaiannya kurang warna hitam."
"Ya ampun, dasar Queen Black!" ledek Papi Levi sambil cekikikan.
Arasya hanya terkekeh ketika mendengar ejekan dari Papi Levi. Memang apa yang salah dengan warna hitam? Dia menyukai warna tersebut karena melambangkan geng Harlubis sekaligus keberanian.
Setelah semuanya selesai, Arasya segera turun dari anak tangga. Tangan mulusnya dadah-dadah pada kedua orang tua. Para sopir yang menunggu di pintu depan selalu melongo ketika melihat bidadari dalam rumah menuruni tangga.
Jalannya yang berani mampu membuat siapa pun menjadi tersihir. Arasya hanya tertawa kecil pada Papi Levi yang sedang bercanda dan sering genit terhadap anak kesayangannya.
"Mana kunci mobil barunya?" tanya Arasya sambil merentangkan telapak tangan.
"Mobilnya aja datang nanti siang," balas Mami Hanum dengan wajah jengkel.
"Lah, kok, bisa? Arasya mau pamer ke Habibi tau!" dumel Arasya sambil duduk di samping Papinya.
"Jangan suka pamer! Gak baik. Lagian, semua kekayaan ini cuma titipan dari Tuhan. Suatu saat nanti, bisa diambil," sela Papi Levi dengan suara berwibawa.
Arasya menatap Papi Levi dengan tatapan tidak percaya. Pada saat berada di kamar, kelakuan Papi Levi sungguh usil, tetapi kalau sudah di depan istrinya, langsung berubah menjadi lunak.
"Oh, ya, Arasya baru ingat kalau semalam, Mami Hanum nggak kasih izin supaya Papi Levi untuk tidur di kamar, mangkanya sekarang jadi bijak," ejek Arasya dengan wajah tanpa dosa.
"Heh, berdosa banget! Anak siapa kamu!" sela Papi Levi dengan wajah memerah.
Arasya terkekeh sambil menjawab, "Anak Mami Hanum. Wlek!"
Mami Hanum menaruh nampan berisi tiga susu hangat pada keluarga kecilnya. Beliau sempat tersenyum hangat. Keluarga ini masih sama, rukun dan juga aman.
"Udah pintar cari masalah, ya? Dapat ilmu dari mana?" sela Mami Hanum sambil mencubit pelan pipi putrinya.
Arasya pun menjawab, "Dari dosen kampus dong, Mami."
"Lho, emangnya ada apa sama dosen di kampus kamu?" tanya Papi Levi dengan nada tenang.
"Gak apa-apa, sih. Nyebelin doang. Masa Arasya dikasih banyak tugas?" dumelnya sambil menghentakkan kedua lengan.
Papi Levi terkekeh kembali. "Gimana tugas kamu? Tetap lancar? Masih jadi anak MAPEL indonesia yang berprestasi, 'kan?" tanya beliau.
Arasya tersenyum lalu mengangguk. "Udah jelas! Arasya adalah anak Papi Levi, mangkanya pintar dan cakep," balasnya.
Mereka bercanda tanpa henti, tetapi masih tau batasan masing-masing. Papi Levi yang menjadi korban bully di keluarga ini sama sekali tidak marah dan malah memberi nasehat saja.
Arasya yang selalu menjadi tersangka bully hanya tertawa. Akan tetapi, selalu meminta maaf saat candaan ini telah usai. Sebagai penengah, Mami Hanum hanya membuat suasana semakin gaduh tanpa melakukan tindakan apapun.
Keluarga yang sangat lengkap.
Wajar kalau banyak yang iri terhadap Arasya, si Cantik dengan segudang cerita bersama keluarga."Dosen di kampus kamu baik-baik aja, 'kan?" sela Papi Levi di tengah kehangatan keluarga.
Mami Hanum menoleh, lantas bertanya, "Dari waktu itu, Papi protes terus tentang dosen. Emangnya kenapa, sih, Pi?"
"Enggak papa." Papi Levi menggeleng pelan. "Papi cuma khawatir sama anak bontot kita."
"Anak bontot? Ish, Arasya udah besar!" protes Arasya sambil merapikan rambutnya.
Setelah rambutnya rapi seperti semula, Papi Levi malah kembali merusak rambutnya. Katanya, gemas sekali kalau jahil terhadap anak kandung sendiri.
"Zaman sekarang itu udah eduan!" ujar Papi Levi dengan nada dilebay-lebaykan.
Mami Hanum berusaha menahan tawa saat berujar, "Pfftttt ... lebay amat, Pi!"
"Kalian ndak tahu, 'kan? Di Bandung, ada Guru Pesantren yang perkosa 12 santriwati. Bagaimana enggak heboh, toh?"
Papi Levi menceritakan hal tersebut sambil mencomot makanan milik Arasya. Ketika tahu makanannya sudah diambil paksa, Arasya langsung menjauhkan makanan tersebut dari Papi Levi.
"Jangan dimakan lagi! Ini punya Arasya," protes Arasya dengan bibir cemberut.
Melihat ekspresi gemas tersebut, Papi Levi langsung meminta maaf lalu mengusap pucuk rambut putrinya. Arasya pun memaafkan dengan cara mengangguk pelan.
"Lho? Masa sih, Pi? Gimana ceritanya?" balas Mami Hanum dengan ekspresi gusar.
Papi Levi menggeleng pelan sambil berujar, "Papi enggak mau menceritakan kasusnya. Hanya manusia setengah setan yang bisa melakukan hal keji kayak gitu."
"Setan juga bisa berbentuk anak yang suka melawan orang tua, Pi. Iya nggak, Sya?" tanya Mami Hanum dengan senyuman jahil.
Sepertinya Mami Hanum sengaja berkata seperti itu, supaya Arasya tidak melawan lagi. Beberapa hari terakhir, Arasya memang suka menjawab ucapan orangtua dengan kalimat sembarangan.
"Uhuk! Uhuk!"
Arasya yang sedang minum segelas susu mendadak tersedak. Dia sadar bahwa kalimat tadi adalah sindiran untuk dirinya.
"Ya ampun, Sayang! Kamu kenapa? Apa jangan-jangan, kamu tersindir?" canda Mami Hanum sambil mengambil minum untuk putri tercinta.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKANDAL KAMPUS. (TAMAT)
Teen FictionSeorang primadona bar-bar bernama Arasya Levi Maheswari berada dalam ancaman besar setelah masuk ke dalam kampus elit, kampus yang penuh skandal. Masalah berlanjut ketika seorang dosen mencintainya dan memaksa untuk jadi istri kedua. Di lain sisi...