2. Nyebut! Nyebut! Nyebut!

982 21 75
                                    

"Cantik. Cantik banget, tapi bahasanya gak dijaga. Anak siapa, sih? Butuh didikan dari Kakak, tah?"

"Ah, lebay banget, sih? Kakak cuma pegang rambut kamu doang!"

"Kakak pergi dulu, Cantik! Pacar Kakak datang. Haha ...."

Kalimat menggoda dari senior kampus membuat Arasya tidak fokus dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Gadis ini sudah terbiasa diperlakukan seperti itu oleh Rafael. Namun, tidak bisa melapor kepada siapa pun.

"Waktu gue sendiri, lo selalu datang. Waktu gue bersedih, lo selalu ada. Gue enggak butuh lo, Rafael. Lo cuma benalu. Lo gak lebih dari najis!" gumam Arasya dengan suara lirih.

Gadis itu membaringkan kepala di atas meja belajar. Teman sejati di kala bersedih hanya air mata yang jatuh pada pipi. Arasya berhenti belajar lantas menyeka air matanya sendiri. Dia sudah jengkel dan merasa sangat enek.

"SENIOR BRENGS*K!"

Arasya berteriak kencang. Untungnya, kamar ini dilengkapi oleh penyadap suara. Mau berteriak sekencang apapun, pasti tidak akan terdengar sampai ke luar.

Setelah puas berteriak, Arasya pun terdiam selama beberapa saat. Dia berusaha lebih tenang dan berusaha untuk memikirkan hal-hal positif saja. Ketika suasana sudah sepi, kepalanya malah kembali memikirkan Rafael.

Brak!

Arasya menggebrak meja dengan ekspresi merah padam. Sekali lagi, gadis ini merasa psikisnya terganggu kalau berhadapan langsung dengan senior gila seperti Geova dan Rafael. Sialnya, sekarang mereka malah jadi teman satu kelas.

___________________________

‧͙⁺˚*・༓☾ Geng Harlubis ☽༓・*˚⁺‧͙

Anda :
Gue menggila. Di bawah mentari, semua bayangan seakan gelap. Si brengs*k kembali membuat hari-hari gue berubah semakin buruk.

Habibi Ya Mustafa bariklana si kodar :
Ya Allah, ukhty. Kalau ente kerasukan, jangan lupa istigfar. Ini pasti kerasukan sama kodamnya sendiri. Nyebut, Ukhty, nyebut!

Anda :
Nyebut, nyebut, nyebut.

Habibi Ya Mustafa bariklana si kodar :
Ya Allah, Astagfirullah, punya temen gini amat.

Alvarios :
Lo di mana? Nanti malam jangan ke mana-mana. Gue mau ke rumah lo!

Anda :
Gue baik-baik aja. Gapapa, kok. Kalimat tadi cuma gabut.

Alvarios :
Jangan bantah! Gue akan ke rumah lo demi mastiin sendiri kalau lo baik-baik aja.

___________________________

Arasya tersenyum simpul. Di saat sedang stress, Habibi memang selalu menghiburnya dan berhasil menjadi obat. Kalimat nyeleneh yang keluar dari mulut anak Harlubis memang tidak usah diragukan lagi. Ada saja kalimat manis yang membuat hati menjadi tenang kembali. Alvarios sebagai ketua geng juga tidak akan membiarkan Arasya terluka.

***

Sejak tadi siang, Arasya tidak mau berhenti bengong. Dia menutup diri dari keluarga dan tidak mau cerita apapun. Sikap anehnya tentu menarik perhatian satu keluarga. Mami dan Papi saling pandang dan berusaha yakin bahwa anak mereka sedang baik-baik saja. Namun, Arasya sungguh berbeda. Di meja makan, Arasya tidak mau memakan makanan favoritnya. Sungguh aneh.

"Kamu kenapa sayang?" tanya Mami Hanum, "kenapa makanan kesukaan kamu enggak dimakan? Hm?"

Arasya melirik Mami Hanum dengan tatapan sayu. Dia menggeleng pelan, kemudian tersenyum simpul.

"Ih, wajahnya cemberut gitu. Kamu lagi mikirin apa, toh? Putus dari pacarnya, ya?" sambung Papi Levi.

"Hehe ... Arasya cuma gak enak badan, Mi, Pi," balas Arasya.

"Sya, udah minum obat?" tanya Mami Hanum.

Arasya mengangguk. "Arasya mau ke kamar aja, ya. Mau istirahat."

Mami Hanum serta Papi Levi tidak bisa melarang. Mereka membiarkan anak tunggalnya pergi menuju kamar. Firasat buruk seakan berkata bahwa Arasya sedang dalam masalah besar.

"Anak kita kenapa ya, Pi? Sejak tadi, hobinya main hape terus."

"Iya, Mi. Namanya juga anak muda."

"Disuruh makan malah nolak. Kenapa ya, Pi?"

"Iya, Mi. Namanya juga anak muda."

"Cantik, tapi hobinya bengong. Arasya pasti lagi ada masalah. Betul, Pi?"

"Iya, Mi. Namanya juga anak muda."

Mami Hanum langsung melirik sang suami dengan tatapan jengkel. Sejak tadi, Papi Levi terus mengucapkan kalimat yang sama dan bahkan terus fokus menatap layar handphone.

"Papi kok main hape terus, sih? Ada yang lebih muda dari Mami, ya?" ujar Mami Hanum dengan penuh curiga.

"Iya, Mi. Namanya juga anak muda," balas Papi Levi secara tidak sengaja.

Setelah sadar bahwa dirinya salah bicara, Papi Levi langsung menutup mulut rapat-rapat. Papi menatap sang istri yang sedang melotot. Dia punya firasat lebih pahit. Malam ini pasti akan dilewatkan dengan perang ketiga lagi.

"Oh, jadi Papi punya yang lebih muda, yang lebih bahenol, yang lebih cakep dari Mami. Gitu, 'kan?" ungkap Mami Hanum sambil mencubit lengan sang suami.

Papi Levi ingin mengerang kesakitan, tetapi tidak boleh terlihat lemah di depan sang istri. Dengan sekuat tenaga, dia pura-pura tersenyum lebar.

"Aduh, sakit, Mi. Enggak, kok! Papi gak ada simpanan lain. Yang tadi, cuma keceplosan," elak Papi Levi sambil mengap-mengap karena istrinya tetap mencubit kencang.

"Oh, jadi Papi keceplosan punya simpanan baru yang lebih muda, yang lebih bahenol, yang lebih cakep dari Mami," sela Mami Hanum dengan ekspresi ketus.

"Ya Allah, salah alamat ini mah!" dumel Papi Levi dengan tatapan memelas.

Mami Hanum melepaskan tangannya dari tangan sang suami. "Okay, fiks! Papi tidur di luar," ujarnya dengan nada tegas.

"Ya udah, deh ... Mami cubit tangan Papi lagi aja, yang penting gak suruh Papi tidur di luar."

"Gak, Mami udah bulat!" sela Mami Hanum sambil melipat tangannya.

"Lho? Sejak dulu, badan Mami emang udah bulet. Papi kan udah kasih makan terus," balas Papi Levi.

"Mami dibilang gendut tuh sama Papi!" teriak Asrasya.

Mami-Papi langsung menoleh pada sumber suara. Ternyata Arasya tidak tidur dan malah menertawakan orang tuanya. Mereka sangat lucu kalau sedang berantem. Yang satu akan cepat marah, yang satunya lagi malah mencari masalah.

Papi Levi menatap anaknya dengan tatapan tajam. Dia sudah membujuk sang istri untuk berubah pikiran, gadis jahil itu malah memperkeruh suasana. Papi Levi tidak bisa marah, beliau hanya geleng-geleng dengan ekspresi memelas.

"Enggak papa kalo Papi mau tidur di luar. Namanya juga masih muda," ledek Arasya sambil mendekat.

Arasya membawakan selimut dan bantal. Senyumnya terlihat meledek. Papi Levi hanya tersenyum kecut, lalu mengacak-acak rambut putrinya.

"Makin hari, makin usil!" ungkap Papi Levi dengan aura hangatnya.

Arasya sekali lagi terkekeh. "Hehe ... selamat malam, Pi."

Papi Levi mengiyakan dan langsung berjalan menuju sofa panjang. Dia biasa tidur di sana kalau sedang ada masalah dengan Mami Hanum. Tidak apa-apa, ini hanya pertengkaran kecil dan bisa disebut sebagai makanan sehari-hari. Toh, besok akan segera membaik.

Tengtong!

Ketika Arasya akan kembali menuju kamar, bel rumahnya malah berbunyi nyaring. Gadis itu berjalan mendekati pintu dan mengintip dari jendela. Dia tersentak kaget saat melihat Alvarios benar-benar datang dan sedang berdiri tegap sambil membawa kresek berwarna hitam.

SKANDAL KAMPUS. (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang